Chapter 28 - Nafas -

416 32 3
                                    

"I want to exhale your past; So I can inhale your presence and breathe life into our future - Breathe, Amari Soul"

"Mas....izinkan Nita pulang ke Bengkulu?"

Theo tak menampilkan wajah terkejut, justru wajah datar dan sendunya menggantung disana. Bidadari manis yang tertidur nyaman di lengannya terasa begitu ringkih. Kini tubuh kekar pria itu yang berbalut kaos oblong putih mendekat dan menyelusupkan kepalanya di ceruk leher Anita. Merengkuh wanita itu semakin kuat seolah tersirat 'aku akan melindungimu' dari segala mara bahaya yang akan datang detik itu juga.

Hela nafas muncul di antara sela tubuh mereka yang saling menghimpit. Theo bahkan belum bersuara sejak tadi. Hanya menyalurkan risaunya hati melalui perlakuannya. Mata perempuan itu pun berlinangan air mata, tangisnya teredam dalam diam. Hatinya berat meminta izin untuk pergi sejauh itu meninggalkan suaminya seorang diri. Selama hampir dua purnama ini, jatuh bangun mereka saling melindungi. Theo terus menarik tubuh istrinya mendekat ke dadanya hingga tulang punggung istrinya melekat tak berjarak.

"Pergilah Dek, Mas ridho........" bibir itu bergetar di atas kulit leher Anita hingga bola matanya berbinar dan akan berbalik menghadap pria-nya tapi tak diizinkan "asal kembalilah dipelukan Mas seperti ini, bisakan?" Anita mengangguk bahagia dan mengelus punggung tangan suaminya yang membelit perutnya sampai - sampai urat kehijauan itu mencuat

"InsyaAllah Mas, bukankah kita selalu bertemu lagi meski di tenggelamkan lautan dan dilalap api seperti sebelumnya" Pria itu menyembunyikan genangan air mata di bahu istrinya

Malam yang kian larut itu dihabiskan sembari melepas rindu. Jendela depan yang lampunya masih menyala berhias tawa bahagia. Tidak ada yang lebih membahagiakan saat pasangan saling mengerti tanpa ego dan amarah.

Suara peluit panjang menggema ke seluruh pelosok asrama. Rumah hijau itu seketika menghidupkan semua lampunya. Jam masih menunjukkan pukul empat pagi tapi bagi seorang prajurit disiplin adalah detak nadi, tidak bisa berhenti. Theo baru saja keluar dari kamar setelah menuntaskan bacaan Al-Qur'annya. Ia berjalan menuju dapur dengan sarung dan kaos hijau lumut untuk menemui Anita. Sampai suara bergetar dari tas ransel miliknya yang tergeletak di sebelah sofa membuat ia mengurungkan niatnya. Pesan sangat singkat itu muncul.

+628 3521****

Gevaar Positie

Dua kata berbahasa jerman tertera di layar ponsel lusuh keluaran tahun 2000 miliknya dan memiliki arti 'Posisi bahaya'. Itu artinya, Bimo dalam keadaan darurat sehingga misinya tak bisa dilanjutkan.

Ponsel ini hanya menghubungkan ia dengan Bimo karena hanya pria itu yang memintanya menyimpan ponsel lawas ini untuk berkomunikasi. Tepat sebelum pria itu izin pamit pulang dari depan bandara mengantar Areno, Bimo menatapnya cemas dan ragu. Info dari rekan darkwebnya sungguh membuat bola mata berani itu di penuhi kecemasan.

"Simpanlah, kalau ada pesan masuk nanti, pertanda aku butuh bantuanmu, tapi semoga saja tidak"

Theo bergegas mendial sebuah nomor untuk kemudian melangkah keluar rumah. Suara pria menguap muncul dari sebrang.

"Whats wrong Jerk? Menganggu tidurku tengah malam begini" Theo mendengus, pria songong yang dikirim Om Renggo benar - benar pemalas tingkat dewa, sepagi ini di bilang tengah malam

"Segeralah bersiap ke Miangas, rekanku di tangkap karena mencoba menyusup ke rumah pemilik bisnis illegal yang akan melakukan pertemuan hari ini di sana"

Hening. Pria itu tidak bersuara bahkan hela nafasnya pun tak terdengar.

"Kau masih hidupkan?"

"Ok, aku sedang bersiap" Pria yang dihubungi Theo ternyata bergerak cepat.

Katanya Mah JODOH!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang