{Perjalanan Roy Menguak Teka – Teki}
Bagian 1
Kamis malam, rombongan motor KLX yang ditumpangi Theo dan Bimo membelah jalanan protokol menuju Sultan Hasanudin Airport. Sedang aku dan Areno masih mengikuti mereka dari belakang dengan motor bebek yang sering ku pakai mengantar ikan untuk di pasok ke restoran – restoran di Makassar. Sejak telfon kematian Si Poer, Theo bergegas mengganti pakaian seragam miliknya dengan kaos Bimo. Entah apa yang sedang kepalanya rencanakan. Karena selama lebih dari 10 tahun mengenalnya, pria naïf itu selalu bergerak tanpa komando saat keadaan darurat kemungkinan menurutnya akan terjadi. Seperti malam ini.
Sampai di pelataran parkiran bandara, lelaki muda dengan kaos cokelat terang dibungkus jaket bomber biru gelap dan celana jeans hitam.menyambut kami. Senyum tipisnya muncul saat Theo melambaikan tangannya. Aku masih belum paham apa langkah Theo sampai harus menemui bocah ini.
"sudah siapkan tiketnya Sat?" bocah itu mengangguk mantap dan menunjukkan dua tiket di tangannya yang kutebak di beli secara on the spot beberapa menit lalu
"Siap, sudah Pak"
"Satya, kenalkan ini rekanku, Bimo" Theo menunjuk Bimo yang berdiri di sebelah kiriku "dan ini Roy.." aku menatap garang padanya, sedang kemudian ia hanya mengangguk, bocah!. "tidak perlu dipedulikan ekspresi wajahnya Sat, Roy emang terlahir begitu. Dan yang ini adalah Areno, orang yang akan kamu dampingi seperti instruksiku di telpon" aku menoleh bertanya dan wajah Areno jauh lebih bego seperti biasanya
"maksudmu gimana sih Yok? Ngobrol dong biar aku tahu nanti harus gimana – gimana.....ujug-ujug suruh begini...entar suruh kesini"
"setelah ini kamu ikut dengan Satya mengambil penerbangan ke Jakarta, temui mas Aryo di kantornya, ikuti arahan mas Aryo untuk stay sehari di sana, lalu jum'at siang kamu ambil penerbangan ke Bengkulu dan kutebak akan ada beberapa anggota komite kedisiplinan yang bekerja sama dangan unit investigasi kepolisian untuk membawamu ke ruang penyelidikan, mereka ingin kita menghentikan misi ini untuk focus ke penangkapanmu, setidaknya kamu bisa bertahan dengan alibi sementara yang aku buat Ren sampai Satya bisa menghubungi salah satu pengacara mas Renggo" aku mulai mengangguk paham, setidaknya penyelidikan dengan satu dua saksi membuat waktu semakin terulur untuk membuat Areno menjadi terdakwa, sementara Satya akan bertugas menjadi penyelidik rahasia di bawah komando Theo
"Okay, tapi tugas kita?" Bimo berujar di tengah anggukan Areno yang mulai paham
"semua tetap berjalan seperti yang di rencanakan"
"kau percaya dengan bocil ini?" aku berbisik saat Theo dengan santainya mengumbar spoiler rencana mereka yang baru saja berjalan
"dia anggotaku Roy, aku percaya padanya" aku hanya menghela nafas, sejak dulu rekan geblegku itu memang mudah sekali percaya dengan orang
"Okay Sat, aku sudah memberi izinmu ke komandan untukmu bekerja di bawah perintahku" Satya mengangguk semangat, seperti anak kecil yang diberi hadiah Rubik
"Siap Kapten, mohon arahan"
Kami melepas Areno di pintu keberangkatan. Areno selalu begitu, apapun keadaanya dia akan tetap tenang dan kadang bertingkah bodoh. Lihat sekarang, di ujung pintu Check in Areno sudah tertawa terbahak - bahak dengan si bocil. Sepaket. Dan kini langkah kami sudah menuju motor yang terparkir bersisian. Keadaan senyap, tenggelam dengan pikiran masing – masing. Inilah jadinya kalau dari kami berempat tidak ada Areno yang selalu menjadi radio versi manusia. Ku harap dia selamat.
"Okay, selamat bertugas kawan, ku harap tidak ada yang harus gugur dalam misi ini, aku selalu menduga mereka bekerja dalam organisasi besar dan terorganisir. Pastikan jangan bergerak gegabah" Theo menutup pidatonya dengan nada turun yang penuh keresahan
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Mah JODOH!!
RomanceDi jalan setapak pemakaman yang dipenuhi pelayat dan para prajurit berseragam lengkap dua sosok muncul dengan senyuman kebahagiaan. Tangan perenpuan berjilbab cream itu bergelayut di lengan suamnya. Wajah mereka bersinar seolah seluruh lampu di duni...