Chapter 23 - Unspoken Love -

537 37 0
                                    

Helllooooooooooo..................... :) Selamat pagi Kaum Wattpad, Menjelang Lebaran, menunggu THR yang tak kunjung cair, encerin dulu dengan cerita ini hehe..... semoga Happy bacanya dan mohon dukungnya ketika Reg spasi Cinta kirim ke Doi****

Mohon kalau ada typo, keabsurdan di cerita ini silahkan di cantumkan di komen Okay

Happy Reading!

{Unspoken Love - Cinta Tak Terucap}

Malam tadi, belasan polisi dan prajurit bersenjata taktis mengepung bandara. Tidak memberikan sedikit pun celah pada kedatangan Areno seolah dia adalah teroris yang siap meledakkan satu kota. Kendaran baja anti peluru membawa pergi Areno. Pergi menyusuri jalanan kota Bengkulu yang sore itu tampak ramai dengan cahaya matahari yang muncul bersamaan dengan hembusan angin sore yang samar - samar masuk dalam celah kerangkeng besi jendela mobil baja. Ada ribuan resah yang menggelayut di ujung netra pria itu. Nita jaga diri baik - baik di sana.

Satya, pria yang diminta Theo untuk mendampingi dan membantu proses penyelidikan untuk menyatakan Areno tidak bersalah masih setia mengikuti mobil baja yang di kawal lebih dari enam mobil polisi dan militer. Sesekali prajurit muda itu melihat kanan dan kiri jendela mobil taksi yang ia tumpangi. Mengamati bagamaina kota yang baru ia pijak lima belas menit lalu.

Gedung bercat Hijau pupus berdiri megah dengan pohon pucuk merah yang berjejer di sepanjang pagar hingga ke Gerbang. Satya keluar dari mobil taksi namun tak beranjak kemanapun. Hanya menatap kantor di depannya dengan wajah serius. Ia tak bisa masuk saat itu. Tiga menit setelah mobil yang membawa Areno hilang dari jalan utama menuju belakang gedung, Satya berlalu pergi. Entah kemana.

"Wah....wah lama tak jumpa adik asuh, pulang - pulang justru jadi tahanan yang dikawal dengan petugas yang bukan main" Areno menatap datar pria yang berdiri dengan seragam lengkap dengan brivet dan lencana dua bintang di bahu.

Ruangan gelap yang berbau karat terlihat sangat pengap. Tak ada ventilasi atau apapun sebagai sirkulasi udara. Hanya lampu neon yang menggantung di atas kepala Areno dengan tangan terikat rantai dan bersimpuh di lantai ruangan. Ruangan yang sengaja disiapkan sebagai tempat interogasi para pengkhianat institusi ini. Areno tetap tak bersuara saat wajah geram lelaki yang menyapanya tadi mengakhirinya dengan sepakan sepatu berlapis besi itu ke wajahnya. Sudut bibirnya berdarah. Tidak! bahkan lebih parah.

"kau ini terlalu angkuh Ren, sama seperti Theo...." Pria itu kini mencengkram dagu Areno dan menjempit kuat luka itu dengan jempol tangannya "ehhh... bukankah dia sudah menikah dengan adik sepupumu yang manis itu?" Areno tetap tak berekpresi, dan pria itu tanpa nurani melempar kepala Areno hingga ujung pelipisnya membentur lantai

"kau benar - benar mengesalkan Ya, kenapa kau malah memilih Theo untuk menjadi suaminya. Kau tahu? Sejak pendidikan aku membenci cecunguk itu, dan kau justru membiarkannya menikah dengan adikmu...Ehh salah, sepupumu ya hanya sepupu..." pria itu menarik kursi di sudut ruangan

"dan sekarang getahnya, kau harus membantu Theo dan berakhir di ruangan ini karena tuduhan membunuh Omku" Areno mengangkat sudut matanya untuk kemudian menyeringai

"Tsk...sudah mengakui kau rupanya uhukk...." lirihan itu dibarengi batuk membuat pria itu diam tak berekspresi

"kenapa kau berani sekali Zach? Apa karena hanya kita berdua? Atau kau bahagia bisa menikmati hasil dari kasus omong kosong ini?" Areno mencoba mendudukan dirinya "Ahh...... benar. Kau akan naik pangkat secepat kilat tanpa harus menunggu Si Poer itu copot seragam atau sampai kasus pelecehanmu di beberkan ke publik oleh dia?"

"Sialan!"

Duak....Duakkk.

Prakkk......

Katanya Mah JODOH!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang