{Memelukmu adalah Janjiku - Theo}
Sejuk angin bertiup membuatku menggigil dan bulu kudukku meremang. Sejak Bimo menurunkanku dari motor seperempat jam lalu, aku masih asyik melihat rumah dinas yang di dalamnya ada sosok bidadari pengisi relung hati. Gadis manis yang membuatku punya penyakit jantung dadakan. Membuatku jatuh berkali - kali hanya padanya. Bagaimana aku bisa sejatuh hati ini pada gadis itu? Sampai - sampai jika ia sesak napas, aku pun merasakan hal yang sama. Aku benci mengingatnya, saat melihat tubuhnya terbaring di ranjang rumah sakit. Tak sadarkan diri dengan punggung tangan yang menempel dingin di pipiku. Rasanya benar - benar seperti berada di tiang gantungan dan luka lebam di seluruh badan. Nyeri yang menyiksa. Tapi aku sadar sekarang, tanda jodoh memang seperti itu.
Jam tanganku menunjuk angka tiga, terlalu larut untuk janji yang ku sampaikan padanya. Baru saja melangkah hendak ke dapur untuk mencuci tangan dan kaki, kamarku dan Anita masih menyala terang lampunya. Penasaran, aku pun membuka sedikit pintunya. Lihatlah! Bagaimana aku tidak cinta pada gadis yang berkurung mukenah, bersujud untuk kemudian sesenggukan menangis. Khusyuk melafalkan dzikir pada sang Rabb tanpa menyadari suaminya sedang terpesona. Setelah selesai merapal doa yang lirih, senyumku mengembang.
"ALLAHU AKBAR!!" teriakan itu membuatku terkejut bukan main, hingga melompat ke dalam kamar
"kenapa teriak sih dek? Masih gelap gulita itu loh di dalam" dia hanya mengatur nafasnya yang ngos - ngosan dan menepuk - nepuk dadanya, efek kaget.
"inget pulang?" suara datar itu membuatku terhenyak, kenapa pula mukanya berubah cemberut begitu
"iya dong, rumahkukan kamu...." ucapku menjawil dagunya, berniat menggoda. Tapi yang kudapat justru istri manisku beranjak dari sajadah melepas mukenah kemudian pergi dengan acuh "kamu kenapa to dek? Ngambek gak jelas gitu" dia masih diam berkutat dengan cucian piring, hingga bunyi piring beradu membuatku menelan ludah. Marah beneran ini Su!
Dia masih tak mau bicara lagi. Wajahnya cemberut, sampai matahari sudah mulai muncul dia tetap mengacuhkanku. Berlalu lalang dari depan ke belakang, menganggapku yang duduk ganteng di sofa tidak ada. Ember baju yang biasanya aku angkat kini dia mengangkat sendiri tanpa meminta tolong seperti biasa. Aku jelas bingung, istriku itu sedang kerasukan apa.
"Dek tolong buatkan mas kopi?" dia berbelok ke dapur padahal tujuannya tadi hendak ke ruang tamu, tapi wajahnya itu loh kalau lagi mencucu itu lucu. Pingin cubit, cium, terus....
"Nit, kamu ini sebenarnya kenapa? Kok dari tadi cemberut, bolak - balik gak jelas" dia berhenti di depan sofaku, menatapku galak, Ya Ampun ...ku kurung di kamar baru tahu rasa kamu dek.
"Hhhhh....pikir aja sendiri" ujarnya kemudian pergi ke teras depan, meraih sapu dan asyik kembali dengan kegiatannya. Satu yang buat aku gusar, gadis kecil yang bisa buat anak kecil itu suka sekali membuatku panas dingin. Hatiku maksudny. Hobinya yang suka sok menyapa para anggota yang sedang garjas atau jogging belum lagi senyum terpesonanya. Ampun rasanya.
"Anita! Sini masuk dulu" tidak ada sahutan. Tuh kan, gemes aku jadinya
"Hayo....bantah suami di laknat Allah, baru tahu rasa" ucapku membuatnya menoleh dan berjalan ke arahku dengan sorot mata tajam
"Ish....mulutnya kalau doain istri suka begitu, bukannya yang bagus malah jelek" aku tersenyum tipis, akhirnya bibir indah yang kutunggu untuk berkicau keluar
"sini duduk, bilang sama Mas kenapa dari tadi kamu cemberut, Mas tuh gak paham kalau kamu diem aja, coba biasain ngomong, jangan kode - kode gak jelas gitu, sandi Angka apa Morse Mas paham, sandimu harus pake password dulu, pusing Masmu nih" wajah besengut ditambah gaya bersedekapnya membuatku hampir terbahak, persis anak kecil yang diambil mainannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Mah JODOH!!
RomanceDi jalan setapak pemakaman yang dipenuhi pelayat dan para prajurit berseragam lengkap dua sosok muncul dengan senyuman kebahagiaan. Tangan perenpuan berjilbab cream itu bergelayut di lengan suamnya. Wajah mereka bersinar seolah seluruh lampu di duni...