EH || 02

6.1K 523 15
                                    


•EVAN'S HONOR•


Evan sedang berada di dalam mobilnya. Ia duduk di kursi penumpang belakang. Evan bersandar pada kursi mobil mewah miliknya. Satu kakinya ia silangkan pada pahanya kemudian satu tangannya ia letakkan bertumpu pada jendela. Jemarinya ia ketukkan gelisah.


Ia masih menunggu kabar dari anak buahnya mengenai wanita yang menjadi saksi mata atas perbuatannya tadi. Evan menunggu dengan perasaan sedikit resah, terlihat pada sorotan wajahnya yang arogan dan tajam. Tatapan matanya menatap lurus ke depan. Namun ia yakin semuanya akan beres setelah anak buahnya menemukan wanita tersebut.


Tak lama, Evan mendengar ketukan ringan pada jendela mobilnya. Segera Evan menurunkan kaca mobilnya sedikit. Ia menoleh ke arah anak buahnya. Lebih tepatnya ketua dari anak buahnya.

"Maaf Tuan. Kami tidak bisa menemukan wanita itu," kata ketua anak buahnya sambil membungkuk hormat.

Setelah Evan mendengar kabar buruk tersebut, ketukan jemarinya terhenti sesaat lalu di ganti menjadi kepalan yang keras. Rahangnya juga mulai mengeras. Terlihat wajah amarah darinya. Tatapan tajam mata Evan menatap lekat anak buahnya.

"Bagaimana bisa?!" Evan berbicara penuh penekanan. Bibirnya ia lipat ke dalam karena menahan emosinya. Nafasnya terdengar berat.

"Wanita tersebut lari sangat cepat Tuan," balasnya lagi.

"Sial!" umpat Evan kesal.

Evan menonjok kursi di depannya dengan frustasi sehingga membuat sang supir sedikit tersentak karena terkejut.

Segera Evan mengeluarkan pistolnya lalu di todongkanlah pistol tersebut ke kepala ketua anak buahnya dengan wajah arogannya. Terlihat wajah ketakutan dari ketua anak buahnya yang sedang berhadapannya. Bahkan beberapa anak buah lain di belakangnya menundukkan kepalanya karena ketakutan. Tuannya sedang marah.


Keadaan ini sangat gawat. Evan tidak ingin aksinya tadi ketahuan. Ia sudah berusaha meluncurkan aksinya dengan bersih namun ada saja halangannya.

"Aku tidak mau tahu. Kau harus cari wanita itu sampai dapat secepatnya!. Jika tidak kepalamu akan di tembus peluru ini," balas Evan dingin.

Ketua anak buahnya membungkuk hormat pada Evan yang diikuti oleh anak buah lain di belakangnya. Ia berkali-kali meminta maaf. Pistol yang di todongkan Evan tepat pada kepalanya masih menempel. Terlihat pada wajahnya berkeringat akibat ketakutan.

Setelah itu, Evan menarik pistolnya kembali kemudian ia menaikkan kaca mobilnya. Setelah kaca mobil nya tertutup sempurna. Mobil Evan melaju pergi.



***



Evan telah sampai di rumahnya. Tepatnya mansion mewah miliknya. Evan sedang berjalan menuju sofa sambil ia buka beberapa kancing atas kemejanya. Kemudian ia membantingkan tubuhnya kasar pada sofa yang empuk. Ia menghela nafasnya berat. Tatapan matanya menatap langit-langit mansionnya.

EVAN'S HONORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang