"kau jahat Eun-ie, kau tidak memberitahuku kalau kau sakit kemarin." protes Seoyun disertai bibirnya yang mengerucut.
Euna hanya memutar bola matanya malas. "ponselku dipegang oleh Jimin, bagaimana aku bisa mengabarimu?" sewot Euna.
Seoyun hanya mengangguk sembari menyeruput milkshake miliknya. "oh iya, kau bercerita kalau bertemu anak kecil bernama Seojun di rumah sakit kemarin, kan?"
Euna hanya menganggukan kepalanya.
"memiliki niat untuk memiliki yang seperti Seojun, tidak?" goda Seoyun.
Euna hanya menatap datar Seoyun yang sudah tertawa. Euna benar benar malas jika sudah berurusan dengan memiliki anak. Pikirannya sudah kembali ke saat dimana hal mengerikan itu terjadi.
"bisa tidak, jangan menggodaku terus?"
Seoyun hanya menghentikan tawanya dan menatap Euna.
"Eun-ie, hidupmu masih harus terus berlanjut. Cepat atau lambat, kau pasti memiliki keturunan. Tidak usah takut dengan prosesnya. Aku tau kau memiliki kenangan buruk tentang itu, tetapi kau harus menghapus kenangan buruk itu dengan menciptakan kenangan baik. Aku tau kau menikah dengan Jimin karna alasan nama baik, tapi aku tidak bodoh dalam menilai orang lain. Tidak seperti dirimu. Aku melihat ketulusan dari mata Jimin. Aku memang baru bertemu beberapa kali dengannya, tapi aku tau dia tulus padamu. Bisa kuragi angkuhmu sedikit saja, tidak? Kasihan Jimin, cobalah terima dia Eun-ie. Aku yakin kau bisa."
Euna hanya terdiam mendengar perkataan Seoyun. Ia juga mengingat janjinya pada bibi Yu. Ia berjanji kalau akan belajar menerima Jimin. Ia berjanji tidak akan membuat pernikahan ini menjadi main main. Tapi, Euna merasa saat ini ia mengingkari janjinya.
"aku tau, tapi aku belum siap. Dan juga, Jimin sedang sering menjawab panggilan telfon dari seseorang."
"siapa?" tanya Seoyun penasaran.
"kalau tidak salah Ha Neul. Ya, aku sering mendengarnya berbicara dengan wanita itu." jawab Euna sembari menyipitkan matanya seakan berusaha mengingat seusatu.
Sementara Seoyun hanya mulai menahan senyumnya. Ia lalu menyipitkan matanya saat menatap Euna, seperti berusaha menarik kesimpulan dari ekspresinya. Apa Euna tidak sadar kalau ia sedang cemburu?
"kau cemburu, ya?" goda Seoyun.
"tidak! Jangan bepikiran aneh."
Sementara Seoyun hanya menghela nafas malas. "Eun-ie, dengarkan aku. Aku mengenalmu sudah bertahun tahun, dan tidak pernah seorang Shin Euna mencari tau tentang kehidupan orang lain. Kecuali orang yang ia sayangi. Betul tidak?"
Kali ini Euna yang malah terdiam cukup lama. Memang hanya Seoyun sedari dulu yang mampu membuat Euna berpikir dua kali dalam mengambil tindakan atau menyadarkannya akan suatu hal.
Tiba-tiba ponsel Euna bergetar dan menampilkan sebuah nama.
Park Jimin's calling...
"aku angkat dulu." ucap Euna sembari berdiri dan sedikit menjauh dari keramaian. Seoyun hanya mengangguk sembari melihat isi ponselnya.
Setelah menemukan tempat yang cukup sepi, Euna langsung mengangkat panggilan dari Jimin.
"ya, ada apa menelfon?"
"bisa kemari dan bawakan aku makan siang tidak? Aku lapar tetapi masih banyak pekerjaan yang tertunda."
Euna hanya memutar kedua bola matanya malas.
"sudahi dulu saja, memang tidak bisa?"
"sayang tolong aku, aku tidak bisa makan sendiri dan aku benar benar lapar. Tolong bawakan aku makanan. Ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Fanfiction"semua ini berawal dari kesalahan. Kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Aku tidak mencintaimu. Aku membencimu brengsek!" Shin Euna "ketahuilah, aku bersyukur kesalahan itu melibatkanku dan dirimu. Karna kesalahan itu aku mengenalmu. Dan, kurasa...