"bagaimana? Sudah ada kemajuan?"
Euna yang baru datang dari dapur pun ikut duduk di sofa di sebelah Seoyun. Ini kali pertama Seoyun mengunjungi rumahnya dan Jimin.
"kurasa aku cukup membaik." jawab Euna seraya meletakkan dua gelas teh hangat pada meja yang ada di depan mereka.
Sudah satu minggu sejak Euna berkonsultasi dengan Yunhee. Euna merasa seperti jauh lebih tenang. Entah sihir apa yang diberikan Yunhee hingga ia bisa setenang sekarang saat membahas hal-hal yang harusnya mungkin dapat menyinggungnya.
"aku merasa Jimin seperti membantuku. Entah bisa dikatakan membantu atau hanya kebetulan. Tetapi, setiap pulang kerja, ia selalu membuka ipad miliknya dan menunjukkan beberapa foto bayi kecil yang manis. Dulu, mungkin aku takut saat melihat bayi karna aku masih merasa bersalah, tetapi aku rasa sekarang sudah tidak separah dulu."
Seoyun lalu menganggukan kepalanya sembari menyesap teh hangat buatan Euna sebelum berucap. "dia tiada bukan karnamu. Kau dalam kondisi stres, kau bahkan tidak mengetahui kalau ia hidup di dalammu."
Euna lalu menghela nafasnya pelan. Ia kembali mengingat saat itu. Ia yang dalam kondisi stres, kurang lebih satu bulan setelah kecelakaan itu terjadi, masa dimana Euna sedang dalam kondisi pemulihan, ia mendadak pingsan di apartemennya dengan kondisi darah yang mengalir dari balik pakaiannya. Seoyun yang pertama kali mengetahui, ia membawa Euna ke rumah sakit terdekat. Alangkah terkejutnya Seoyun saat tau kalau Euna hamil, dan ia kehilangan bayinya. Bayi yang tidak sengaja hadir karna kesalahan itu dengan Jimin.
Euna lalu menyesap tehnya, mendadak perasaan bersalah itu muncul kembali. Ia merasa seperti telah membunuh bayinya sendiri. Bagaimanapun juga, bayi itu tidak bersalah. Dan, Jimin tidak tau apapun tentang hal ini. Ia menutup mulut dengan rapat akan hal ini, ia tau Jimin mungkin akan menyesal saat mengetahui hal ini dan Jimin akan semakin bertekad untuk memperbaiki kesalahannya, yang artinya akan terus menahan Euna sebagai istrinya.
Euna tak ingin, ia sudah menyusun sedikit rencana. Ia ingin membuat Jimin merasa kalau ia telah membayar kesalahannya. Dengan begitu, Euna bisa terlepas dari Jimin. Meskipun ia tidak yakin sanggup melakukannya. Jimin sudah terlalu memguasai pikirannya, dimanapun Euna berada, wajah pria sialan itu selalu mengusik benak Euna.
"jangan bercerai dengan Jimin, Eun-ie." ucap Seoyun tiba-tiba.
Euna langsung menatap Seoyun dengan tatapan sendu. "memangnya kenapa?"
Seoyun lalu menarik senyum tipis sebelum menjawab pertanyaan Euna. "aku tau Jimin orang yang seperti apa, dia orang yang sangat tulus. Jangan lepaskan dia, percaya padanya. Dia orang yang amat sangat tulus kepadamu."
Euna mendadak merasa bingung mendengar penuturan Seoyun. Jika Euna lihat, Jimin memang sangat baik padanya, memperhatikan setiap detail kecil dalam dirinya.
"entahlah. Kumohon jangan mempengaruhiku dan merusak rencanaku, Yun-ie."
***
"mengapa mengajakku bertemu disini? Ada hal penting?"
Jungkook lalu mengangkat wajahnya dan menatap wanita di depannya. Ia lalu tersenyum tipis sebelum menjawab pertanyaannya.
"singkat saja, noona, kita tidak punya waktu banyak. Aku mendengar kalau Euna noona ingin berpisah dengan Jimin hyung. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Jungkook.
Senyum licik terbit di wajah wanita itu. "kau tau rencana cadangan kita bukan? Kita harus melakukan rencana itu secepatnya."
Jungkook lalu terkekeh sembari menggeleng tidak percaya mendengar ucapan wanita itu. "noona, obat perangsang sebenarnya bukan sesuatu yang baik."

KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Fanfiction"semua ini berawal dari kesalahan. Kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Aku tidak mencintaimu. Aku membencimu brengsek!" Shin Euna "ketahuilah, aku bersyukur kesalahan itu melibatkanku dan dirimu. Karna kesalahan itu aku mengenalmu. Dan, kurasa...