Euna masih duduk terdiam diatas ranjangnya dengan tatapan kosong. Semenjak kejadian ia menangis tadi siang, Jimin memutuskan untuk membawa Euna pulang agar bisa beristirahat. Bahkan sejak ia pulang, Jimin tak keluar kamar kecuali membuatkan makanan untuk Euna. Bagaimanapun juga Euna harus tetap makan agar tidak jatuh sakit. Meskipun Jimin harus memaksa dan menyuapi Euna agar mau mengisi perutnya.
Ia bahkan terus bekerja melalui laptopnya di sofa kamar sambil sesekali mengawasi Euna.
Jimin bahkan sudah menyuruh Euna untuk merebahkan diri dan beristirahat. Tetapi yang Jimin dapat hanya gelengan kepala Euna.
Jujur saja melihat Euna dalam kondisi seperti ini benar benar membuat Jimin bingung sekaligus merasa semakin bersalah.
Jimin pun pada akhirnya segera menutup laptopnya dan berjalan ke ranjang lalu duduk di sebelah Euna.
"bersihkan dirimu agar lebih segar. Tidak usah memikirkan apapun." ucap Jimin sembari menempelkan telapak tanganya pada kening Euna secara spontan.
Euna hanya mengalihkan tatapannya pada Jimin sebelum akhirnya menghela nafas panjang dan turun dari ranjang. Ia segera berjalan ke arah kamar mandi dengan langkah gontai dan mulai membersihkan dirinya.
Euna keluar dengan penampilan lebih segar, tetapi tetap dengan wajah lesunya. Ia lalu segera berjalan ke arah ranjang. Ia lalu duduk di atas ranjang sembari menarik selimut untuk menutupi kakinya sampai ke paha dan menyandarkan tubuhnya pada headboard ranjang.
Jimin yang melihat Euna dalam kondisi seperti itupun langsung memeluk Euna sembari menyandarkan kepala Euna ke arah bahunya.
Euna yang tidak punya tenaga akibat terlalu banyak menangis pun hanya bisa pasrah saja dan meletakkan kepalanya di atas bahu Jimin.
"aku tau kau masih takut. Jangan khawatir, aku akan selalu menjagamu. Jika kau takut, kau bisa memelukku seperti ini. Kau memang tidak mencintaiku, tetapi kau tahu kalau aku mencintaimu. Biarkan aku menjadi bahu sandaranmu saat kau tidak punya tempat bersandar lagi Euna-ya. Aku suamimu. Dan sudah menjadi tugasku untuk selalu menjaga dan memastikan kebahagiaanmu." ucap Jimin sembari mengelus surai lembut Euna.
Mendadak hati Euna merasa sedikit sedih saat mendengar ucapan Jimin. Seakan setiap perkataan Jimin mampu membuatnya sesak.
Euna tak bisa menolak kehadiran Jimin dalam hidupnya. Namun mungkin ia belum bisa menerima Jimin sepenuhnya dalam kehidupannya. Euna akui ia menjadi lebih merasa aman saat berada di dekat Jimin.
"a-aku ta-takut J-Jim..." ucap Euna terbata sembari meremat ujung baju yang dikenakan Jimin.
"...aku tidak bisa melakukan hal itu. Tapi, imo sangat menginginkannya. Eommonim juga, aku akan merasa sangat bersalah Jim. Aku takut."
Jimin pun hanya mengelus surai lembut Euna sembari memeluk pinggang Euna erat. "jangan takut, aku disini. Bagaimana kalau nanti di Jeju kita berjalan jalan saja? Menikmati semua tempat wisata yang ada disana. Sayang sekali tiketnya jika tidak digunakan Euna-ya."
Euna tahu, bahkan sangat tahu kalau Jimin berusaha menghiburnya. Tapi mendengar perkataan Jimin tadi, Euna perlahan mampu menarik senyum tipisnya meskipun ia tau Jimin tidak dapat melihatnya.
Perlahan Euna menganggukan kepalanya menyetujui saran Jimin. "baiklah."
Jimin yang mendengar jawaban Euna pun lantas tersenyum lebar dan mengecup puncak kepala Euna. "baiklah kalau begitu besok kita berbelanja pakaian untuk di Jeju. Sekarang istirahatlah agar tidak sakit."
Euna pun hanya mengangguk dan perlahan melepaskan pelukannya lalu mengambil posisi istirahat yang sempurna. Lalu perlahan Euna mulai menutup matanya seiring tangan Jimin yang mengelus surai indah Euna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Fanfiction"semua ini berawal dari kesalahan. Kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Aku tidak mencintaimu. Aku membencimu brengsek!" Shin Euna "ketahuilah, aku bersyukur kesalahan itu melibatkanku dan dirimu. Karna kesalahan itu aku mengenalmu. Dan, kurasa...