"sajangnim? Boleh aku masuk?"
"masuklah."
Ha Neul langsung melangkah masuk saat Jimin mengizinkannya. Ia langsung melangkah ke arah meja Jimin dan meletakkan map dokumen.
"maaf sajangnim, ini ada beberapa dokumen yang membutuhkan tanda tangan sajangnim." ucap Ha Neul seraya memberikan map itu kepada Jimin.
Jimin hanya mengangguk dan menerima dokumen itu. Ia lantas membacanya secara cepat dan membubuhkan tanda tangannya. Ia lalu memberikan map itu kembali kepada Ha Neul dan melanjutkan pekerjaannya tanpa menatap Ha Neul.
"terimakasih sajangnim, maaf mengganggu. Kalau begitu saya permisi." ucap Ha Neul seraya membalik badannya saat Jimin bergumam menanggapi.
Tapi langkah Ha Neul mendadak terhenti, ia lantas membalikkan badannya dan kembali menatap Jimin. "maaf sajangnim, maaf kalau sedikit mengganggu. Saya bukannya ingin ikut campur dengan urusan pribadi sajangnim, tapi, saya boleh bertanya suatu hal?"
"silahkan saja, asal bukan sesuatu yang buruk dan merugikan." jawab Jimin.
Ha Neul lantas menarik sudut bibirnya hingga menciptakan senyum tipis sebelum berujar, "nyonya Euna hamil?"
Jimin lalu menghentikan aktifitasnya, ia lantas menatap Ha Neul terkejut. "maksudmu?"
"maaf, tapi, nyonya Euna berkonsultasi dengan teman saya, Yunhee. Dan kemarin Yunhee menceritakan kalau ia memiliki pasien yang bernama Park Euna, yang sempat menderita depresi dan trauma sampai, merenggut nyawa, bayinya."
Jimin sukses menegang mendengar penuturan Ha Neul. Bagaimana Ha Neul tau semua ini? Jimin terkejut, apalagi saat Ha Neul dengan tepat menyebutkan nama psikolog yang menangani kasus Euna. Apa mungkin? Tidak. Ia sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengembalikam kesadarannya dan kembali menatap Ha Neul.
"maaf, tetapi itu bukan sesuatu yang penting." ucap Jimin datar.
Ha Neul lantas mengigit bibir dalamnya. Meredam segala ketakutan dan resiko yang dapat terjadi beberapa saat kedepan. "maaf sajangnim, saya keterlaluan. Mungkin saya terlalu ingin tahu, maafkan saya sajangnim. Saya permisi,"
Ha Neul lantas membalik tubuhnya dan hendak melangkah keluar ruangan Jimin, sebelum suara Jimin menghentikan langkahnya.
"bisa berikan saya nomor ponsel Yunhee?
Detik itu juga Ha Neul menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum licik.
***
"kau tau? Aura intimidasi hyung-mu memang tidak dapat diragukan. Aku mempertaruhkan pekerjaanku hanya demi memancingnya." ucap Ha Neul seraya tersenyum bangga menatap Jungkook.
Jungkook hanya terkekeh pelan mendengar pernyataan yang sesuai fakta dari Ha Neul. "aku memang kenal dengannya, tidak dekat. Dia memang sedikit menyeramkan. Tapi bagaimana? Reaksinya sesuai rencana, tidak?"
Ha Neul sempat mengulas senyum manis sebelum menjawab pertanyaan Jungkook. "persis sesuai rencana, Kook. Kita tunggu kabar selanjutnya saja dari Yunhee. Aku akan mencari beberapa informasi lagi dari Yunhee tentang noona-mu, mungkin bisa dijadikan senjata juga, kan?"
Jungkook lantas memainkan lidahnya sembari berpikir sejenak. Sebelum akhirnya dia memutuskam suatu hal.
"boleh saja noona, asal jangan sampai menyakiti Euna noona. Karna, bagaimanapun juga ia adalah noona-ku, Ya?"
***
"aku pulang."
Jimin lantas mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah, bersebelahan dengan Euna yang sedang menonton televisi sembari memakan camilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Fanfic"semua ini berawal dari kesalahan. Kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Aku tidak mencintaimu. Aku membencimu brengsek!" Shin Euna "ketahuilah, aku bersyukur kesalahan itu melibatkanku dan dirimu. Karna kesalahan itu aku mengenalmu. Dan, kurasa...