"jihoon! Kemari!"
Seperti biasa, kegaduhan memulai hari yang berasal dari rumah keluarga Park. Suara terikan yang acap kali terdengar, kali ini disebabkan oleh Jihoon. Anak laki-laki bungsu keluarga Park.
"Sayang, dasi kerjaku yang berwarna hitam dimana?"
"Eomma, Susu Jiah sudah siap belum?"
"Loh, Jihoon mau nasinya bentuk panda!"
Kurang lebih hal-hal seperti itu yang rasanya membuat kepala Euna akan meledak sebentar lagi. Belum dihadapkan kenyataan kadang ia harus berlari menangkap Jihoon yang mengelilingi rumah karena tidak ingin sarapan pagi. Baiklah, lain kali Euna akan meminta rumah yang berukuran lebih kecil saja pada Jimin.
Seperti pagi ini, Jihoon kembali berlari mengelilingi rumah untuk melancarkan aksi 'mogok sarapan pagi'-nya. Mungkin yang ada dipikiran anak itu hal ini terasa menyenangkan, merasa seperti superhero yang terbang mengelilingi rumah untuk menghindari penjahat, dan tentu saja Euna penjahatnya.
Dan tentu saja, setelah mengelilingi rumah yang cukup besar itu, Euna akhirnya berhasil menangkap Jihoon dan membawanya ke meja makan. Sungguh, Euna tengah berpikir menempelkan Jihoon pada kursi meja makan dengan lem super, agar anaknya itu tidak bisa berlari lagi berkeliling rumah.
Belum sampai disitu, kali ini Euna harus kembali mencari dasi Jimin. Suaminya itu memang belum bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik, setelan kerja dan dasinya saja sering menghilang, padahal Euna setiap pagi sudah menyiapkannya di atas tempat tidur.
"Loh? Eomma, kenapa makanan Jihoon berbentuk Angry Birds? Kan Jihoon maunya panda lagi seperti kemarin."
Euna menghela nafas, menghadapi bocah empat tahun di depannya. "Iya, pandanya kan sudah kemarin, jadi sekarang diganti dulu ya."
"Jihoon tidak suka, mukanya jelek!"
Yah, sudah tidak asing untuk Jimin pemandangan seperti ini. Jihoon memang nakal dan keras kepala. Mungkin sifat itu turun dari dirinya, atau mungkin Euna? Mengingat keduanya saja dulu saat baru menikah sering bertengkar. Seperti mengadu kepala siapa yang lebih keras.
"Jihoon, makan saja yang sudah Eomma buatkan. Tidak boleh marah di depan makanan seperti itu."
Jihoon lantas menundukkan kepalanya, Ia paling takut jika Jimin yang sudah berbicara. Karena baginya ayahnya itu seram, seperti monster jahat yang siap membuka mulutnya lebar-lebar untuk menelan anak nakal seperti dirinya ketika sudah marah.
Setelah sarapan pagi yang penuh dengan 'drama', Jimin pergi ke kantor seperti biasa, dan Euna di rumah bersama Jiah dan Jihoon. Kebetulan sekali, hari ini akhir pekan dan Seoyun ingin mengunjungi mereka.
Jimin sebenarnya tidak pernah pergi ke kantor di akhir pekan, tapi hari ini ia memiliki jadwal penting yang harus diselesaikan sehingga kemungkinan ia akan pulang di sore hari seperti biasa.
Saat Euna tengah mengecek ponselnya, bel rumahnya berbunyi. Karena sudah tau siapa yang akan datang, Jiah dan Jihoon langsung berlari ke arah pintu, membuka pintu dengan semangat yang membara, terutama Jihoon. Karena sebenarnya di pikiran mereka itu, mereka ingin menjemput makanan dan mainan yang dibawa Seoyun, sementara keberadaan Seoyun seperti hanya bonus saja dari makanan dan mainannya.
"Wah, imo sudah datang." Pekik Jiah kegirangan.
Seoyun segera masuk membawa banyak paper bag yang sudah pasti isinya mainan dan makanan. Kebiasaannya itu tidak pernah berhenti sepertinya walau sudah Euna larang.
"imo belum lama pergi ke Jepang. Dan imo melihat permen lucu dan mainan lucu, jadinya imo belikan untuk kalian."
Seoyun meletakkan paper bag di ruang tengah. Dan tentu saja, dua buntalan kecil itu langsung menyerbu paper bag itu dan membuka isinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Fanfiction"semua ini berawal dari kesalahan. Kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Aku tidak mencintaimu. Aku membencimu brengsek!" Shin Euna "ketahuilah, aku bersyukur kesalahan itu melibatkanku dan dirimu. Karna kesalahan itu aku mengenalmu. Dan, kurasa...