17. Change?

1.3K 151 9
                                    

Euna terduduk di karpet ruang tengah dengan pandangan kosong, pikirannya terus menjalar kemana-mana.

Ia tidak percaya, ia melakukannya dengan Jimin. Bukannya bahagia, ia malah merasa hancur dan takut. Ia tidak sanggup membayangkan apa yang ia lakukan semalam.

Setetes kristal bening mulai turun dari mata indah Euna, membasahi pipinya. Euna tidak mampu menampik kenyataan kalau ia melakukan hal itu dengan Jimin semalam.

"sayang?"

Euna lantas mengusap air matanya secara cepat saat melihat Jimin yang mendekat lalu duduk berhadapan dengannya.

"ada apa denganmu?" tanya Jimin khawatir.

Euna hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya. "tidak."

Jimin lantas menghela nafasnya pelan, tatapannya kembali memandang Euna yang terlihat lesu.

"makanlah, kau belum makan semalam. Kau malah melanjutkan tidurmu." ucap Jimin lalu mengelus puncak kepala Euna lembut.

Entah mengapa, saat merasakan sentuhan Jimin Euna merasa dadanya sesak, ia tak mampu menahan air matanya. Euna kembali terisak pelan.

"hei, ada apa?" tanya Jimin lantas membawa Euna kedalam pelukannya, mengelus surai lembut Euna sembari menenangkan Euna yang terus terisak.

"aku takut, J-Jim." lirih Euna.

Jimin lantas merengkuh tubuh Euna lebih erat, membiarkan air mata Euna membasahi bajunya. "maafkan aku. Aku berjanji, siapapun yang menyebabkan ini semua, akan aku keluarkan dia."

Euna lantas mengurai pelukan mereka, menatap wajah Jimin dengan derai air matanya seraya menarik sudut bibirnya tipis.

"kau tau kenapa aku membencimu?" tanya Euna.

Jimin hanya merespon pertanyaan Euna dengan gelengan kepalanya singkat. Euna lalu menatap Jimin dengan tatapan teduh sembari mempertahankan senyumannya.

"agar kita tidak merasa sakit saat harus berpisah." ujar Euna kelewat lembut.

"kau menikahiku hanya karena pertanggung jawaban. Kita tidak seharusnya saling mencintai, Jim. Kita menikah bukan berdasarkan cinta. Kau tau kenapa aku sangat menjauhkan diri darimu?" tanya Euna yang sekali dijawab dengan gelengan kepala Jimin-pertanda tidak tahu.

"karena aku tidak bisa berbohong pada diriku, setelah hidup bersamamu sampai selama ini, aku tidak mungkin bisa mengabaikanmu. Aku tidak mungkin tidak merasa aneh saat kau tidak ada di rumah padahal sudah malam. Aku tidak mungkin tidak khawatir saat melihat dirimu terus memaksakan diri bekerja, sampai melewatkan jam makan siangmu atau waktu istirahatmu. Terkadang saat aku tidak sedang ke butik, aku membawakan makan siang untukmu, karena aku khawatir kau tidak makan siang akibat terlalu sibuk bekerja. Aku tidak mungkin, tidak memiliki perasaan padamu. Meski hanya perasaan sebatas sayang. Tapi aku tau, suatu hari nanti pasti kita berpisah, aku takut perpisahan, Jim. Aku tidak ingin merasa kehilangan."

Euna sempat menjeda kalimatnya untuk menghela nafas sebelum akhirnya kembali menatap Jimin dalam.

"aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak memperhatikanmu. Nyatanya, aku hafal kebiasaan burukmu. Tidur pukul dua dini hari saat terlalu banyak pekerjaan, dan akan bangun pukul empat pagi hari lalu melanjutkannya, lalu tidur lagi pukul lima pagi agar aku tidak tahu kalau kau memiliki waktu tidur yang kurang. Aku tau itu semua, Jim."

Sekali lagi Jimin tertegun, ia tidak tau kalau selama ini kebohongannya ketahuan oleh Euna. Jimin tetap diam, ia terus menunggu sampai Euna selesai mencurahkan isi hatinya yang terdalam.

"itulah mengapa aku selalu memperhatikan jam makan siang, sarapan, dan makan malam dirimu. Tidak memaksamu untuk tidak tidur di atas pahaku saat menonton televisi walaupun aneh rasanya-meskipun terkadang aku selalu berusaha mengusirmu. Aku tau kau lelah. Karena hanya itu yang bisa aku lakukan. Aku tidak bisa dekat denganmu karena aku takut, aku takut diriku jatuh kepadamu terlalu dalam. Aku tidak ingin merasa kehilangan saat kita berpisah suatu saat nanti. Karena aku tidak bisa menjamin kalau aku akan menepati janjiku dengan Yu imo ataupun eommonim." Euna lalu menduduk menatap ujung jemarinya yang tengah meremat satu sama lain.

"aku sudah menyewa pengacara untuk mengurus perceraian kita dalam waktu dekat, karena aku merasa belakangan ini aku terlalu jauh jatuh ke dalam dirimu. Aku tidak ingin terjatuh lebih jauh. Tapi aku tidak bisa, Jim." lirih Euna. Euna lantas memberanikan diri menatap Jimin dengan derai air mata yang terlihat jelas.

"aku akui aku tidak bisa. Saat eommonim meminta pertimbangan tentang keputusanku, aku tidak bisa mengatakan kalau aku siap melepasmu. Aku tau aku tidak sanggup. Konyol memang, aku tau kau tidak percaya setelah melihat perlakuanku selama ini. Tapi percayalah, itu yang ada di dalam hatiku selama ini. Aku tidak sanggup melepas dirimu. Aku tidak bodoh untuk tidak mengetahui perasaan apa ini. Itulah mengapa aku selalu membangun tembok diantara kita." Euna lantas terkekeh kembali dan menundukan kepalanya.

"aku berusaha melawan traumaku, aku juga ingin sempurna menjadi seorang wanita. Aku ingin memberikan yang terbaik untukmu sebelum aku melepaskanmu, agar kau tidak merasa berhutang padaku atau bersalah. Tapi saat kau melakukan itu semalam.." Euna kembali menitikan air matanya.

"aku sadar, aku tidak sanggup melepasmu. Aku tidak mampu setelah apa yang kau lakukan. Aku menyerah. Aku memilih menggulung layarku dan membiarkan kapal diriku mengambang ditengah lautan takdir. Aku tidak mampu lagi melawan gelombang rasaku dan angin badai egoku. Aku tidak memiliki kekuatan lagi. Kuserahkan padamu, Jim. Jika memang kita harus berpisah, aku akan belajar untuk memperkokoh tembok itu. Tembok perbatasan kita. Aku menyerah...." lirih Euna yang kemudian menitikan air matanya kembali.

Jimin tidak tau harus merespon seperti apa. Apakah ia baru mendapatkan pernyataan cinta dari istrinya? Atau pernyataan memohon untuk dilepaskan?

Jimin lantas menangkup pipi Euna, mengusap kedua air mata yang membanjiri mata indah istrinya. Ia tidak suka melihat Euna menangis. Lantas memberikan senyum terbaiknya.

"akupun sama, aku tidak sanggup melepaskanmu."

Entahlah, mungkin hanya itu yang bisa ia katakan, karena memang hanya itu yang ia rasakan.

"mau turunkan layar kapalmu dan mengarungi lautan lagi dengan aku sebagai kaptennya, tidak?" tanya Jimin dihiasi senyum yang merekah indah.

Euna lantas menatap kedua manik mata Jimin dalam, hanya ada ketulusan yang ia rasa. Ia lantas terkekeh pelan.

"dengan aku sebagai penunjuk arahnya, ya?"

Jimin lantas tertawa pelan, kembali merengkuh tubuh istrinya dengan erat, dihiasi senyum yang sangat lebar dan kelewat tulus dari seorang Park Jimin.

Bukan hanya Jimin seorang yang memeluk Euna kali ini, Euna juga memeluk Jimin, tak kalah erat. Meluruhkan tembok yang membatasi mereka, seluruhnya.

"ya, seluruhnya. Kuharap..."

***

Huwaaa, lucu banget masa mereka T_T
Akhirnya setelah sekian lama, Euna mencurahkan isi hatinya yang terdalam.

Maaf ya kalo pendek. Tapi semoga berkesan.

Jangan lupa vote, komen dan share cerita ini kalau menurut kalian cerita ini layak di share.

Typo adalah bumbu dalam tulisan.

Enjoyyy...

-iol💜

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang