"kau serius?!" tanya Seoyun histeris seraya menatap Euna dengan tatapan terkejutnya.
Euna melayangkan tatapan tajamnya akibat suara Seoyun yang sempat mengambil alih perhatian beberapa orang di sekitar mereka sebelum akhirnya Ia menganggukan kepalanya yakin. Ia merasa kalau keputusannya ini sudah sangat tepat.
"tapi mengapa? Mengapa kau ingin melakukan pemulihan lagi? Bukankah depresimu sudah hilang? Kau ingin kenghilangkan traumamu, ya? Ingin menciptakan sesuatu yang baru dengan Jimin?" goda Seoyun serata menatap Euna penuh arti.
Eua hanya memutar bola matanya malas. Ia menyempatkan diri menyesap minuman favoritnya-milkshake-sebelum menjawab pertanyaan Seoyun.
"entah, aku bingung. Aku ingin keluar dari rasa trauma ini. Sudah sering aku mencoba melawan rasa takutku, tapi itu tidak berhasil. Aku selalu ketakutan saat di hadapkan dengan ketakutanku sendiri."
Seoyun lalu menganggukan kepalanya sembari meletakkan jari telunjuknya di ujung dagu, seperti mempertimbangkan sesuatu.
"kau tidak bisa disembuhkan oleh obat. Aku memiliki kenalan yang sepertinya bisa membantumu. Dia seorang psikolog. Temuilah dia nanti, ceritakan masalahmu dan mintalah sarannya. Tapi, yang paling penting dari semua itu adalah dirimu sendiri, semua perubahan harus dimulai dari dirimu sendiri Eun-ie. Sehebat apapun orang dan lingkungan mengubahmu, tetapi jika kau tidak ingin diubah, maka tidak bisa. Jadi bantulah dirimu untuk berubah."
Euna lalu menganggukan kepalanya mendengar penuturan Seoyun. Euna lalu menundukkan wajahnya menatap jemarinya yang tengah meremat satu sama lain.
"dan, sebenarnya ada alasan lain." ucap Euna disusul helaan nafas pelan.
"apa?"
Euna mengangkat mengangkat wajahnya lalu memberi senyum tipis.
"aku tidak ingin kejadian itu terulang. Aku tidak ingin menjadi seperti pembunuh. Aku masih merasa bersalah." lirih Euna.
Seoyun lalu membalas senyum tipis Euna dengan senyum hangatnya.
"tidak akan, aku yakin itu tidak akan terjadi. Jangan terus menyalahkan dirimu, itu bukan salahmu."
Euna lalu membalas tatapan Seoyun dengan senyum tipisnya.
***
Euna tengah berjalan berdampingan dengan Seoyun di lorong rumah sakit. Mereka berencana menemui Yunhee-teman Seoyun yang merupakan seorang psikolog.
Euna sebenarnya merasa gugup, ia tidak terlali terbiasa menceritakan masalahnya dengan orang baru. Tetapi, Seoyun selalu menenangkan Euna.
"psikolog itu memiliki cara sendiri agar partner-nya merasa nyaman saat bercerita, sekalipun baru kali pertama bertemu." itu kalimat yang sedari tadi Seoyun ucapkan.
"ah, dia belum sampai, kita menunggu tidak apa, kan?" tanya Seoyun sembari menggandeng tangan Euna menuju kursi terdekat.
"memangnya dia sedang kemana?" tanya Euna sembari menyamankan posisi duduknya.
"tadi katanya sedang menghampiri rumah salah satu pasiennya. Mungkin memang belum sampai." jawab Seoyun.
Euna hanya menganggukan kepalanya dan mengecek ponselnya. Tidak ada pesan masuk dari siapapun, termasuk Jimin. Euna memang tidak berniat mengabari Jimin soal rencana pemulihannya ini, menurutnya tidak terlalu penting.
"Eun-ie, dia sudah datang."
Euna lalu mengangkat wajahnya dan melihat seorang wanita berseragam dokter yang tengah menghampiri mereka dengan tergesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Fanfic"semua ini berawal dari kesalahan. Kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Aku tidak mencintaimu. Aku membencimu brengsek!" Shin Euna "ketahuilah, aku bersyukur kesalahan itu melibatkanku dan dirimu. Karna kesalahan itu aku mengenalmu. Dan, kurasa...