16. Redaksi Majalah

26 6 0
                                    

Anin terus menerus melamun. Bahkan ketika dia sadar bahwa dirinya sedang melamun, itu tidak menghentikannya untuk kembali melamun.

Gimana nggak melamun kalau kemarin dia merasa akan terjadi tabrakan antara mobil Jev dan truk besar, nyatanya tidak ada yang terjadi sama sekali?

Ntahlah hal gila apa yang sedang terjadi di pikirannya. Hanya saja dia merasa mobil Jev menembus truk itu.

Saat dia bertanya ke Jev tentang apa yang sedang terjadi, Jev malah menatap bingung dan bilang kalau mobil mereka tidak menghalangi jalannya truk itu sama sekali.

Apa dia mulai sinting sekarang?

"Permisi, bu." Artha menghampiri guru Geografi yang tengah mengajari kelas Anin. "Kak Anin dipanggil sama Mr. Jev, bu."

Mendengar nama Jev disebutkan, guru tersebut langsung mengijinkan tanpa bertanya apapun. Padahal biasanya guru tersebut adalah guru paling kepo seantero sekolah.

"Ada apa?" tanya Anin saat mereka sudah di luar kelas. Mendengar nama guru itu, dia masih sedikit pusing dengan hal kemarin. Tapi sudahlah, kan sudah berlalu. Kalau gitu, kenapa Jev kembali memanggilnya? Apa..

"Katanya terkait anggota majalah sekolah."

Oh begitu rupanya. Anin kira ini pertemuan untuk 'membantu' dirinya, tapi ternyata dia hanya kegeeran. Ini untuk kepentingan sekolah, bukan untuk kepentingannya. "Oh iya, kenapa kamu yang disuruh panggil aku?"

Artha memiringkan kepalanya, "Karena aku dipanggil juga?"

"Oh ya? Jangan-jangan kita bakal setim?" Ekspresi Anin terlalu datar untuk  kalimat tersebut.

"Mungkin?" Artha membuat nada kalimat itu biasa-biasa saja, padahal dalam hatinya sudah bersorak gembira. Dia sudah menahan rasa penasaran yang membahagiakan sejak disuruh Jev untuk memanggil Anin mengenai redaksi sekolah.

Mereka tidak menuju ruang guru, tetapi ke lantai 5 yang dimana biasanya dijadikan gudang, dan tempat perkumpulan beberapa klub. Artha berhenti di depan pintu yang sudah diberitahu oleh Jev.

Redaksi Majalah Sekolah

Artha membukakan pintu dan mempersilahkan Anin untuk masuk duluan. Saat sudah masuk, ternyata ruangan itu lumayan luas. Anin tebak ruang ini bisa menampung 40 orang.

Buat apa seluas ini? Anin masih tidak paham. Sepertinya kepala sekolah sangat mendukung kegiatan ini sampai-sampai memberikan ruangan yang 2 kali lipat lebih besar dari kelasnya.

"Gede juga ya," gumam Artha.

Di bagian belakang ruangan, terdapat 10 meja kursi yang sudah diatur memanjang. Lalu sebagai pembatas bagian depan dan belakang, di tengahnya terdapat sofa dan meja kaca, tidak lupa disamping tembok juga terdapat dispenser. Kayaknya untuk santai gitu nggak sih? Tebak Anin.

Bagian depan ruangan sudah ada papan tulis dan meja kursinya diatur seakan-akan untuk rapat. Jumlah totalnya juga 10 seperti meja kursi yang ada di bagian belakang.

Anin duduk di kursi yang lumayan dekat dengan papan. Sedangkan Artha langsung duduk di sebelahnya, padahal temannya duduk di seberangnya.

Kurang lebih 8 siswa mulai memenuhi ruangan tersebut dan Jev menjadi pendatang terakhir. "Halo semua, kalian bisa duduk dulu dimanapun. Dan tolong jangan ribut."

Melihat semua muridnya sudah duduk dan memerhatikannya, Jev berdeham dan memulai dengan perkenalan. "Untuk yang belum tahu, nama saya Jev. You can call me Mr. Jev atau guru ganteng as usual."

Jev tidak membuat istilah guru ganteng tersebut, tapi anak kelas 10 dan 11 sering membicarakannya tanpa tahu siapa namanya. Maklum, mereka semua terlanjur fokus pada visual Jev. Alhasil mereka menyebutnya guru ganteng alih-alih Mr. Jev.

With My Way (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang