Untuk pertama kalinya, kaki Anin terasa begitu ringan untuk dilangkahkan. Sebuah senyuman manis juga mengembang di wajahnya. Siapapun yang melihatnya sekarang cenderung mengernyitkan dahinya, heran dengan perubahan sikap Anin. Dari yang dingin menjadi ceria.
Tanpa memedulikan pandangan murid lain, Anin terus berjalan hingga sampai di kelasnya sembari sesekali menyapa teman sekelasnya dan guru dengan ramah.
Sepasang mata terus mengawasi tingkah gadis itu sebelum akhirnya ikut menghampiri kesana. "Nin, gimana kemarin? Saya telepon kok nggak dibales?"
Anin hanya tersenyum simpul, "Kemarin terlalu bahagia, Mr."
Sontak laki-laki itu mengangguk. Cukup sekali lihat dengan sikap Anin yang sekarang, tandanya kalau semuanya sudah berlalu dengan baik. Ini tandanya kalau salah satu tugasnya sudah selesai. Bagus deh, berarti aku harus segera menghilang, kan? "Jangan lupa cerita ke saya nanti. Sekarang kamu balik ke kelas dulu."
"Iya, Mr." Anin melambaikan tangan kanannya dan membalikkan badannya. Seharusnya ini sesuatu yang biasa untuk dilakukan, tapi Jev merasa sedikit sedih untuk membayangkannya. Mungkin Anin langsung membalikkan badannya begitu Jev pergi dari hadapannya. Memang harusnya begitu, kan? Lagian begitu Anin lulus, perannya sebagai guru sekolah menjadi tidak begitu penting untuk kehidupan Anin.
Kaki kanan Jev mulai melangkah untuk membalikkan badan lelaki itu. "Sudahlah, yang penting Anin lulus ujian dulu. Baru aku bisa resign dari sini."
Dari jauh, Artha terus memperhatikan gerak-geriknya. Matanya sudah melihat percakapan singkat Anin dengan Jev hingga Jev yang melamun dengan raut muka yang sedih dan akhirnya pergi dari sana. Mr Jev kenapa, ya?
Artha kembali berjalan menuju kelasnya sambil mengingat satu hal yang janggal.Oh iya, kok nggak ada yang sadar sama dua orang itu ya?
Biasanya ketika Anin dan Jev saling mengobrol, satu atau dua orang akan terus memperhatikan seperti penguntit, lalu mulai menyebarkan gosip. Tapi sejak seminggu lebih yang lalu, semua orang, baik murid ataupun guru terlihat biasa-biasa saja. Bahkan dia tidak lagi mendapati teman-temannya membahas gosip itu. Seakan-akan gosip hangat itu langsung menghilang begitu saja.
Dia mencoba menebak apa yang terjadi. Nggak mungkin semua orang kompakan amnesia sama gosip, kan? Sepertinya nanti dia harus mencoba memancing untuk mengetahuinya.
Ketika Artha sibuk menerawang hal-hal yang aneh, kebetulan Anin keluar dari kelasnya untuk membuang kertas di lacinya. Begitu melihat lelaki itu, Anin langsung memanggilnya. "Artha? Kok kamu disini? Disini kan lorong anak kelas 12?"
"Eh?" Artha mulai linglung. Saat dia menoleh kesana kemari, barulah dia sadar kalau dia sekarang di lorong anak kelas 12. "Ya ampun, kak! Aku salah arah!"
Mendengar itu, Anin langsung menahan tawanya. "Kamu jalan sambil bengong, ya? Gih, cepet balik sana!"
"Iya, kak. Eh tapi," dia tidak jadi berbalik badan. Ada sesuatu yang mau dia bicarakan, "kakak tahu gosip kakak sama Mr Jev, kan?"
"Eh? Kenapa tiba-tiba nanya begitu?" Dahi Anin mengerut.
"Kakak tahu nggak?" tagih Artha. Tapi sepertinya Anin tahu mengenai gosip itu.
Begitu kepalanya terangguk ke bawah, Artha langsung memberitahu tentang dugaannya. "Kak, rasanya gosip itu sudah hilang nggak, sih?"
"Hah? Masa?" Anin tidak begitu memedulikan gosip itu sejak berdebat dengan Jev. Dia mulai fokus dengan masalahnya sendiri sehingga tidak punya waktu untuk mendengar gosipan dari mulut-mulut orang.
"Pas kakak tadi ngobrol sama Mr. Jev, ada anak-anak yang biasanya suka gosip lewat. Tp mereka kayak nggak peduli gitu, padahal biasanya pasti langsung berhenti kalau lihat kakak berduan."

KAMU SEDANG MEMBACA
With My Way (✓)
Teen Fiction"Ada tugas baru buat kamu. Tolong jagakan perempuan ini di kehidupan akhirnya." --- Melchiah Aitan, atau Jev sebagai nama manusia adalah seorang Penjaga Manusia dan ditugaskan untuk menjaga Anindira Pratista dan memastikan agar perempuan itu bahagia...