26. Seharusnya

16 3 2
                                    

"Jadi kamu kenapa, Nin?" tanya Jev langsung tanpa basa-basi. Sedangkan gadis itu tidak tahu mau berkata apa. "Saya tahu kamu nggak baik-baik aja."

Apa sih yang bisa Anin sembunyikan dari guru ini? Bahkan hanya dari satu kalimat chat, guru itu langsung mengerti dirinya kenapa-kenapa. "Kamu bisa jujur sama saya..."

"Aku cuma ngerasa nggak bisa aja.."

"You haven't even tried it. C'mon, Nin."

Gadis itu tetap tidak bersuara. Akhirnya Jev ikut-ikutan tidak bersuara dan membiarkan Anin membuka mulutnya sendiri.

Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Empat menit. Lima menit.

"Aku ngerasa nggak ada yang perlu diperbaiki. Sejak mama papa cerai, memang seharusnya semua sudah berakhir.."

Jev kaget hal seperti itu keluar dari mulut Anin. Sudah bertahun-tahun gadis itu memikirkan keluarganya dan terus berharap agak kembali bersama. Tapi tiba-tiba dia menganggap bahwa memang seharusnya ini yang terjadi?

"Aku ngomong 3 kata itu pun nggak bakal mengubah apa-apa. Papa tetep sama keluarganya, dia sudah nyaman sama keluarga barunya. Dan seharusnya aku, keluarga lamanya juga ikut mencari kebahagiaan yang baru. Bukannya berharap sumber kebahagiaanku yang dulu kembali lagi."

"Mamamu sendiri gimana?"

"Mamaku? Kelihatannya dia juga sudah membaik. Setidaknya berkat pekerjaannya, dia bisa melupakan papa perlahan." Anin tersenyum pahit. "Aku aja yang lebai. Iya, kan?"

"Nggak, Nin. It's normal. Kamu kan cuma anak yang butuh penjelasan terhadap semua hal yang tiba-tiba terjadi." Jev tidak bisa membiarkan ini selesai begitu saja. Setelah semua yang ia lakukan demi Anin, tiba-tiba Anin menyerah begitu saja dan apa yang dia perbuat juga tidak berguna?

Jev hanya ingin ada kedamaian di hati Anin, meskipun hal itu tidak membuat keluarga mereka kembali bersama. Tentu saja itu mustahil.

"Nin, meskipun papamu nggak bakal bisa nikah lagi sama mamamu, setidaknya hubungan kalian bisa membaik. Kamu tahu? Hubungan kalian terlalu dingin, padahal salah satu dari kalian mencoba untuk memanaskannya. Apa kamu nggak merasa gelisah?"

Mungkin memang hal yang biasa untuk di luar sana, ketika berpisah maka tidak ada lagi kontak langsung. Bahkan kemungkinan lost contact dan tidak ada yang mencari lagi. Tapi itu untuk yang sudah merelakan perpisahan.

Untuk keluarga Anin, sepertinya masih ada sesuatu yang harus dijelaskan. Andre, papa Anin masih mencoba untuk mengontak Anin atau Deva, sayangnya selalu dibalas dengan satu dua kata saja. Sedangkan Anin atau Mila juga sesekali masih membuka akun Facebook Andre. Apa hal itu bisa disebut kerelaan terhadap perpisahan?

Semua jelas saja kalau mereka masih merasa janggal. Perpisahan ternyata bukan suatu jawaban.

"Kamu yakin, Nin?" Jev mencoba meragukan Anin.

"Mr," panggil Anin. "Kenapa Mr seakan-akan tahu semua tentang keluargaku? Mr ini memangnya siapa? Atau Mr selama ini penguntit?"

Ya ampun ini anak, malah ngira aku penguntit lagi. "Kenapa kamu tiba-tiba ngomong gitu? Mana ada penguntit yang baik hati buat bikin kamu baikan sama papamu?"

"Atau mungkin Mr suruhan papa?" Anin tetap curiga. Untuk saat ini, itu yang paling memungkinkan. Dari awal mereka berkenalan, Jev menatapnya seakan-akan paling tahu dengan dirinya dan masa lalunya. Terus tiba-tiba menawarkan bantuan dan kini bersikeras agar Anin tidak menyerah untuk berdamai dengan papanya. "Mr jujur aja."

Lelaki itu menyeduh sebentar kopinya. Kalau dia jujur jika dirinya adalah Penjaga Manusia, justru itu makin tidak masuk akal.

Melihat tidak ada jawaban dari Jev, Anin makin yakin. "Iya, kan? Mr itu suruhan papa, kan? Sudahlah, Mr. Bilang ke papa kalau aku nggak mau baikan sama dia. Semuanya sudah selesai." Dia memalingkan wajahnya dan melipat kedua tangannya.

With My Way (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang