12. Suara Batin

25 9 0
                                    

"Wah, kali ini kamu kebanyakan menyalahgunakan kekuatanmu, ya?" Pandangan laki-laki didepannya penuh dengan penghakiman pada Jev. Orang yang dihakimi cuma mengangkat bahunya.

"Sesekali menyelewengkan kekuatan gapapa kali ya, kan untuk kebutuhan tugas juga," sahut Jev. Dia meminum susu pisangnya dan kembali bercerita. "Tapi Yul, anak ini emang beda. Kalau manusia biasanya di kehidupan kelima memang dibuat lebih gampang sama Sang Penguasa, dia kelihatannya sama-sama buruknya kayak kehidupan sebelumnya. Cuma aja ini versi milenial."

Yulios, sesama Penjaga Manusia yang dicurhatin oleh Jev hanya melengos. "Makanya kali ini kamu nggak bisa diem aja?"

Jari telunjuk Jev langsung menunjuk Yulios dan kepalanya terus mengangguk. "Benar! Ini tujuan tugas kita yang sesungguhnya. Membuat klien kita senang, bukan cuma nontonin kehidupan orang dan pastiin kehidupannya nggak buruk-buruk banget."

"Hiyahiyahiyahiya," balas Yulios yang membuat Jev gemes sendiri dan melempar kemasan susu yang sudah habis.

"Dasar, orang curhat malah diejek," gerutu Jev. "Kalo klienmu yang kali ini gimana?"

Yulios berpikir sebentar. "Nggak ada yang menarik banget sih. Sejauh ini kemunculanku masih belum dibutuhkan."

Jev paham dengan kalimat kedua lelaki itu. "Haish." Yulios terkekeh melihat reaksi kesal Jev.

Untuk menjaga emosinya tetap stabil saat curhat dengan orang yang tidak tepat, Jev meregangkan kedua tangannya ke atas dan melihat jam dinding.

12.25. Sebentar lagi istirahat kedua akan berakhir. Dia tidak ingin kembali mengajar, tapi juga tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan orang yang tidak berguna—Yulios maksudnya.

Pandangan mata Yulios ikut terarah ke jam dinding dan sadar bahwa sudah waktunya Jev pergi, jadi ini kesempatannya untuk mengusir temannya. "Kamu nggak kembali ke sekolah?"

"Ngusir nih ceritanya?" Wajah Jev makin masam melihat kepala Yulios mengangguk dengan semangat. Sepertinya keberadaannya sangat tidak diinginkan. "Sudahlah, kesel aku disini. Jangan berani-berani minta uang lagi ke aku."

"Ya elah, cuma berapa sih yang aku minta. 100 jutaan aja, kan." Rahang Yulios begitu ringan saat mengatakan itu. Mata Jev langsung mencelang. Ini nih kalau yang bisa membuat uang muncul sekejap hanya beberapa PM saja, PM yang lain akan minta uang dengan tidak tahu diri dan malu.

Jev rasa dia harus menyimpan suaranya untuk mengajar, jadi dia memutuskan hanya mengucapkan satu kata perpisahan. "Bye."

Dia datang tepat disaat bel berbunyi menandakan istirahat sudah selesai. Jev berjalan keluar dari toilet dengan santai. Beberapa murid menyapanya, kebanyakan tidak acuh.

"Habis darimana Jev?" tanya Dila, sesama guru Inggris beda angkatan kelas. Umurnya juga sepantaran dengan wujud manusia Jev.

"Dari toilet," jawab Jev singkat. Tangannya sibuk menata mejanya dan mengambil buku paket dan laptopnya.

"Owh begitu.." gumam Dila. Guru perempuan itu duduk di mejanya sambil curi-curi pandang ke arah Jev.

Dengan teramat sadar, Jev tahu Dila sangat memperhatikan gerak-geriknya. "Jangan lihatin mulu dong, nanti aku kegeeran."

Wajah dan nadanya tidak seimbang. Wajahnya terlihat agak jahil, sedangkan nada suaranya datar. Tapi apakah Jev peduli tentu saja tidak. Walaupun mungkin hal sekecil itu sudah membuat guru perempuan itu salah tingkah.

Jev keluar dari ruang guru, tapi dia masih bisa mendengar percakapan di ruangan itu—lagi-lagi dengan kekuatannya.

"Naksir ya sama guru baru?"

With My Way (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang