Anin terbangun di kamar yang sangat familiar. Dengan dinding pink pastel, lemari baju dan buku yang berwarna putih. Meja belajar dan kursi yang senada. Sepertinya dia sudah kembali ke kamarnya
Efek baru bangun, Anin mencoba memanggil om malaikatnya, "Om.. om dimana?"
Sekitar tiga menitan Anin terus memanggil Jev, tapi tidak ada seorangpun yang muncul. Langsung anak itu sadar bahwa tidak ada Jev sama sekali. Kemungkinan semalam tadi dia bermimpi
Mungkin saja...
Papanya datang dan memberi masalah yang besar. Mamanya langsung memulai peperangan dan dia menangis sampai tertidur. Di mimpinya dia menangis dan Jev datang kepadanya. Dia memeluk dan menumpahkan segala kesesakan hatinya.
Salah satu ingatannya semakin meyakinkan Anin kalau itu hanya mimpi. Saat dia memeluk Jev, mendadak tidak ada teriakan dan benturan benda akibat dilempar. Justru yang dia dengar sambil menangis adalah alunan musik yang lembut.
Kian lama tangisannya berhenti, tapi sebelumnya dia juga sempat merengek untuk keluar dari rumah dan pergi kemana saja sesuai tujuan om itu. Dan Jev membawanya ke sebuah kamar setelah melalui perjalanan yang agak panjang karena laki-laki itu jalan kaki alih-alih menggunakan kendaraan.
Kalau dipikir lagi, Anin jadi iri dengan mimpinya. Dia kan juga mau keluar dari rumah ini....
Sementara dia melamun, pintunya terbuka perlahan dan menunjukkan laki-laki tinggi yang tidak dia lihat selama sebulan. Itu papanya
Perasaan rindu yang membuncah membuat Anin langsung menghampirinya lelaki itu dan memeluknya. "Papa kemana aja? Anin kangen...."
Dia bisa merasakan telapak tangan papanya mencoba mengelus kepalanya. Mendapat perlakuan seperti itu tentu membuat dirinya semakin senang. Kalau misalnya dia anjing, pasti ekornya sudah berkibas sedari tadi.
Tatapan papanya sendu, tapi Anin tidak bisa mengartikannya. "Papa kenapa?"
"Papa nggak kenapa-kenapa," Andre menggeleng pelan dan memastikan dirinya terlihat biasa saja. Walaupun Anin tidak terlalu mengerti, tapi dia yakin bahwa papanya sedang berbohong.
Tapi... Sepertinya papanya tidak ingin membahas itu. Alhasil Anin hanya diam dan kembali memeluk Andre. "Pa, papa jangan berantem terus sama mama.."
Papanya tidak menjawab, jadi Anin kembali mendongakkan kepalanya. Lagi-lagi tatapan sedih itu lagi yang dia lihat. "Pa..."
Andre mengusap rambut anaknya untuk kesekian kali, "Maaf, nak. Papa nggak bisa janji."
Apakah Anin akan menerima begitu saja? Tentu tidak. Dia tetap kekeuh memaksa Andre untuk melakukan pinky promise. Daripada dipaksa melulu, akhirnya Andre ikut melakukan itu
Tapi Jev tahu, Andre melakukan gerakan jari yang menandakan dia akan mengingkari janji itu. Jev mendesah, memang susah untuk tidak bertengkar karena bukan Andre yang mengawali pertengkaran, tetapi Mila yang tidak ingin mendengarkan penjelasannya
Tidak, dia tidak mau mendoakan kalau Andre dan Mila akan segera cerai. Hanya saja realitanya memperlihatkan bahwa hal itu bisa saja terjadi. Ntah besok, minggu depan, atau beberapa tahun ke depan
Nak.. nak.. kenapa hidupmu mengenaskan semua sih?
Kadang Jev harus memuji betapa hebatnya manusia dalam akting, bahkan yang bukan artis pun pandai dalam menyembunyikan perasaannya
Seperti yang dia lihat sekarang, keluarga itu tengah berada di tempat bermain karena Anin memintanya. Selama perjalanan menuju kesana, kedua orangtua Anin terlihat baik-baik saja. Tidak bertengkar sama sekali. Mungkin takut kalau Anin melihat mereka bertengkar.
Cih, mereka lupa atau gimana kalau Anin mendengar semua adu mulut mereka? Jev jadi gerah sendiri. Dia malah merasa kepalsuan yang sangat terasa
Memang sih, bagus untuk menipu Anin karena anak itu sekarang menganggap orangtuanya sudah akur. Padahal wajah Mila sudah masam dan Andre memilih lebih diam dari biasanya
Demi anak.
Jev, yang ikut duduk di sebelah Anin menatap mata anak itu. Dia bisa melihat pancaran kebahagiaan dari mata Anin. Dia jadi berpikir ulang. Sepertinya anak itu sudah cukup senang dengan kebohongan ini, mungkin dia tidak perlu memikirkan hal lainnya. Toh tugasnya hanya satu. Memastikan Anin senang
Oke, dia akan membiarkan kepalsuan ini menyerbunya dan berlalu begitu saja.
Yang penting Anin senang. Mungkin diam-diam dia hanya bisa berharap keluarga ini bisa kembali seperti dulu. Tidak menerus mengisi kumpul keluarga dengan hal palsu begini
Saat Anin sudah bisa masuk ke arena bermain, dia langsung menuju ke sepeda anak. Anak itu mulai mengayuh secara perlahan sampai ke kecepatan normal. Kadang dia berhenti di rumah-rumahan dan masuk untuk istirahat, lalu keluar mencari makanan yang berupa bola. Kembali lagi ke persembunyiannya, makan, tidur, dan seterusnya seakan-akan dia sudah besar dan memiliki kehidupan sendiri
Menyenangkan juga bermain seperti itu, iri Jev. Dia tidak pernah bermain seperti itu. Menjadi anak-anak saja tidak, mana mungkin badan besarnya cukup di mainan-mainan itu? Dia hanya terus mengawasi anak-anak yang bermain tanpa lelah. Mereka biasanya langsung lupa dengan masalah yang ada
"Hai, namamu siapa?" Anin mencoba menambah temannya secara mendadak. Dia melihat anak laki-laki yang bermain sendirian, jadi dia memutuskan untuk mengajak bermain bersama
Bocah laki-laki itu terlihat malu-malu untuk menjawabnya. "Aron. Kamu?"
"Anin. Mau main bareng nggak?" ajaknya langsung. Aron mengangguk, alhasil mereka mulai main berdua.
Tidak lama mereka menaiki Flying Fox dan selama antrian mereka kembali berkenalan dengan anak-anak baru. "Lama ya?"
"Iya." Awal percakapan mereka dimulai dengan basa basi mengenai Flying Fox, lalu beralih ke bertukar nama, dan akhirnya bermain bersama
Sambil mengawasi Anin, Jev sedang berada di wujud manusianya dan meminum kopi serta duduk di tempat yang sudah disediakan bagi orangtua. Seperti biasanya, kalau di tempat ramai seperti Mal, Jev paling anti ditembus-tembus.
Sepertinya Anin benar-benar bahagia, Deva juga kelihatannya melupakan masalah rumahnya sejenak. Sedangkan orangtua mereka masih perang dingin. Jev memutar mata malas.
Anin memasuki mainan yang tidak tembus pandang, tapi Jev menggunakan salah satu kelebihan matanya, yakni pandangan menembus. Jadi dia masih bisa melihat Anin jelas seolah-olah tidak ada yang menghalanginya sama sekali
"Untung saja..." gumam Jev sembari menyesap kopi hitamnya, "Untung Anin melupakan masalahnya dan masih bisa berbaur.."
Sekilas dia mendadak galau, tetapi Jev kembali mengambil alih pikirannya. Buat apa dia khawatir dengan Anin? Yang bermasalah kan hanya keluarganya. Iya, kan?
Dari kecil saja sudah kelihatan cantiknya, apalagi besarnya nanti? Dia juga gampang berbaur dan teman-temannya pasti baik semua baik sekarang atau kedepannya.
Yap, seharusnya semuanya begitu.
Jev menggaruk kepalanya. "Cih, Jev. Apa yang kamu pikirkan? Kamu hanya ingin tugasmu berkurang kan bebannya? Ck, nyatanya ini sudah ada apa-apa. Tugasmu nggak bakal mudah, Jev."
Iya, dia tahu bagaimana Anin akan berkembang. Anak itu hanya berbaur untuk saat ini saja. Tapi besoknya, dia akan jadi gadis pemurung
Ini bukan doa, ini kenyataan
KAMU SEDANG MEMBACA
With My Way (✓)
Teen Fiction"Ada tugas baru buat kamu. Tolong jagakan perempuan ini di kehidupan akhirnya." --- Melchiah Aitan, atau Jev sebagai nama manusia adalah seorang Penjaga Manusia dan ditugaskan untuk menjaga Anindira Pratista dan memastikan agar perempuan itu bahagia...