"Ada tugas baru buat kamu. Tolong jagakan perempuan ini di kehidupan akhirnya."
---
Melchiah Aitan, atau Jev sebagai nama manusia adalah seorang Penjaga Manusia dan ditugaskan untuk menjaga Anindira Pratista dan memastikan agar perempuan itu bahagia...
Bel pulang sekolah berbunyi. Murid-murid yang sudah bersiap pulang daritadi langsung bersyukur semua. Mereka hanya perlu memberi salam sebentar dan langsung pulang
27 murid langsung bergerombol di pintu, sedangkan Anin baru meringkas buku dan laptopnya serta menunggu semua temannya keluar.
Jev sengaja melintas kelas Anin walaupun jalur menuju ruang guru sama sekali tidak melewati kelas itu. Dia tahu jika dia menjadi guru, maka waktu untuk mengawasi Anin tidak akan seleluasa dulu. Tapi dia yakin Anin bisa menjaga dirinya dengan baik di sekolah
Begitu Jev kembali ke ruang guru, barulah Anin keluar.
"Bye Anin," sapa seorang siswi begitu saja. Karena kenal dia membalasnya yang disertai senyuman kecil. Ayolah, dia tidak 'sedingin' yang orang katakan. Dia hanya terbawa suasana masa lalu yang diakibatkan oleh orang tuanya
Dia mulai memasang earphone nya dan memutar lagu OST dari drama favoritnya. Anin jalan tanpa peduli dan melewati semuanya. Karena baginya rumahnya tidak sejauh itu dari sekolah, dia membiasakan berjalan kaki. Hitung-hitung biar tidak menjadi warga +62 yang super malas menggunakan kedua kakinya
Tapi baru setengah perjalanan, dia sudah mendengar suara motor jatuh. Anin berbalik dan mendapati jalan yang lumayan sepi serta beberapa orang yang mulai mengerumuni pengendara motor itu. Ada yang menjulurkan tangannya, ada pula yang mengeluarkan ponselnya
Karena Anin masih manusia normal yang penuh dengan kekepoan, dia langsung menghampiri dan melihat siapa pengendaranya. Gadis itu tidak sempat melihat mukanya karena orang itu masih menggunakan helm fullface, tapi dirinya agak tercengang karena pengendara itu menggunakan seragam yang sama dengannya
Merasa bertanggungjawab, Anin menerobos orang-orang didepannya dan membantu laki-laki itu berdiri. "Kamu nggak apa-apa? Dilepas dulu gih helmnya."
Laki-laki itu menurutinya. Dan saat dia membuka helmnya, Anin akui orang itu blasteran tampan. Anin tebak blasteran jerman atau portugis. Ntahlah, dia tidak seberapa familiar. Tapi yang pasti dia tampan. Wah, sejak kapan ada cowok ganteng di sekolah? Kok aku nggak tahu?
Selama hampir 3 tahun, dia tidak menemukan cowok yang tampan-kebanyakan yang dianggap tampan tidak cocok dengan seleranya. Mungkin dia anak kelas 10? Kok dia tidak mendapatinya saat mengurus MOS mereka?
"Aku nggak apa-apa, kak. Cuma lecet sedikit." Fix Anin yakin dia anak kelas 10. Mereka semua ke tepi dan memastikan anak itu baik-baik saja.
Kebetulan seingat Anin ada jalan raja dan terdapat Indomarket. Laki-laki itu masih sibuk menunduk meminta maaf karena sudah merepotkan. "Kamu beneran nggak apa-apa?"
"Iya, kak. Makasih-"
"Mau ke Indomarket nggak? Kita harus beli plester buat lukamu."
Anak itu masih menolak, "Aku beneran nggak bu-"
"Nggak butuh tapi darahmu sudah tembus di celana." Anin menggerakkan dagunya ke bagian yang terlihat jelas bercak darah yang tembus. "Kamu masih bisa jalan, kan? Motornya aku aja yang bawa. Aku nggak bisa ngendarain motor, tapi setidaknya aku bisa giring motor."
Penjelasan yang agak panjang itu membuat lelaki itu terdiam sebentar sebelum tersadar, "Oh, oke."
Anin tidak kaget jika ada anak yang terkejut jika dia ngomong lebih banyak daripada biasanya akibat image tidak jelas itu. Gimanapun pada hakikatnya dia anak yang lumayan cerewet, dulunya
Setelah memarkirkan motor, Anin memaksa laki-laki itu untuk duduk diam dan dia membelikan plester secara sukarela dengan uangnya sendiri
Bahkan ketika gadis itu keluar, dia juga yang menempelkan. "Kak, tapi aku bisa nempelin sendiri."
"Kamu bilang ini sedikit?" Anin tidak benar-benar mendengar perkataan lelaki itu. Dia masih memandangi beberapa goresan yang jadinya ada dimana-mana. "Kok bisa sih kamu jatuh?"
"Hng.. anu..." Yang ditanya ragu untuk menjawab
"Jangan ambigu dong jawabannya," balas Anin lagi sembari menempelkan semua luka yang rawan mengeluarkan darah. "Nah, sudah selesai."
Anin berdiri dan duduk disebelahnya. "Oh ya, namamu siapa? Sama kelas berapa?"
"Artha, kelas 10 IPS 2," jawabnya. Anin mengangguk.
"Blasteran ya?"
Cowok itu mengangguk. "Iya, tapi blasteran nggak langsung."
Gadis itu tidak seberapa paham, jadi dia memiringkan kepalanya. Artha langsung menjelaskan maksudnya. "Mama papaku orang indonesia, yang asli orang portugis itu neneknya nenekku."
Artha tersenyum tipis, "Aku tahu kok, kak. Kakak kan anak OSIS."
Anin membuka mulutnya tapi tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia kembali mengangguk dengan mulut menganga. Sepertinya dia kembali dikenal oleh angkatan baru seperti dulu.
Keadaan sempat hening sesaat. Anin membuka minuman kalengnya dan langsung meminum setengahnya dalam beberapa tegukan. Artha juga mengikutinya minum. "Kak, makasih ya. Kukira kakak.."
Sudah tahu apa lanjutannya, gadis itu langsung menoleh dan menyelanya. "Apa? Dingin? Memangnya aku beneran kelihatan secuek itu ya?"
Lagi-lagi lelaki itu mengeluarkan senyumannya. "Di sekolah begitu. Tapi kalau kayak sekarang.. I don't think so."
Astaga, mereka lagi di drama atau gimana? batin Jev. Dia langsung berteleportasi ke tempat Anin berada dan mendapati scene semacam beginian
Dia bisa merasa ada benih-benih perasaan. Jev yakin beberapa hari kedepan mereka akan bertemu dan saling berinteraksi. Wah, tidak boleh terjadi!! Anin masih terlalu kecil buat pacaran
Tapi apa daya, dia tidak bisa melarangnya. Bahkan menegurnya sekarang pun tidak bisa. Alhasil Jev hanya bersandar sambil berharap mereka segera pulang
Dan keinginan Jev terjadi. Merasa tidak ada yang perlu diobrolkan lebih lagi, akhirnya Anin pamit pulang. "Aku pulang dulu ya."
Saat Anin pergi, Jev menyusulnya sembari menoleh ke belakang. Artha masih senyum-senyum sendiri melihat punggung Anin hingga perempuan itu berbelok
Jev melirik Anin. Kira-kira apa yang dipikirkan gadis itu ya? Dia sedikit penasaran. Apa Anin tertarik pada laki-laki itu? Atau bagaimana?
Saat Jev berkhayal keras mengenai pikiran Anin, Anin hanya berjalan santai dan menganggap kejadian itu hanyalah secuil dari kehidupan sekolahnya. Toh dia tidak siap untuk menghadapi dunia percintaan, karena apa yang pernah dia lihat mengenai dunia itu terlalu buruk
Dan dia tidak ingin tersakiti seperti orangtuanya. Anin rasa dunia itu dunia yang menakutkan. Tidak ada perasaan cinta yang benar-benar muncul meskipun ada di dunia itu.
Kalimat I love you? Terdengar bullshit.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.