"Ada tugas baru buat kamu. Tolong jagakan perempuan ini di kehidupan akhirnya."
---
Melchiah Aitan, atau Jev sebagai nama manusia adalah seorang Penjaga Manusia dan ditugaskan untuk menjaga Anindira Pratista dan memastikan agar perempuan itu bahagia...
Sejak penceraian kedua orangtuanya hingga akhir kelas 9, Anin mencoba menjadi yang terbaik. Baik secara karakter ataupun nilai. Dia berusaha belajar mati-matian setiap hari agar bisa mendapat 90 lebih di semua pelajaran. Anin juga tidak pernah membuat pelanggaran. Semua itu dia lakukan dengan harapan membuat orangtuanya kembali bersatu. Setidaknya harapan itu bisa bertahan selama 3 tahun lebih sebelum akhirnya pupus.
Banyak orang yang memujinya kalau dia pintar, cantik, baik dan lain sebagainya. Tapi tidak satupun dari keluarganya mengatakan demikian. Bahkan ketika kalimat tidak terduga keluar dari mulut Jev, keluarganya pun tidak ada yang mengatakan itu.
"You did a good job, Anindira. Seperti yang saya expect sejak awal saya pilih kamu sebagai jurnalis, you can do it, Nin."
"Kenapa Mr ngomong gitu?"
"Ya karena memang gitu adanya? Saya jujur, kok." Mata Jev mengatakan jika itu tulus. Lagian tidak ada alasan untuk guru itu untuk memberi fake applause.
Artha kembali masuk. Ntah kenapa Anin rasa dia perlu berterimakasih sebelum Artha kembali ke tempat duduknya. "Makasih, Mr."
Jev tidak langsung membalas hingga Artha kembali duduk dan memakan es krimnya. Lelaki itu memberi sebuah senyuman yang mampu membuat hati Anin merasa.. damai? Ntahlah, ini aneh untuk dideskripsikan karena dia sendiri juga bingung.
"Kenapa Mr sama Kak Anin tatap-tatapan?" tanya Artha bingung dengan yang sedang terjadi.
Jev menjadi orang pertama yang memutuskan kontak matanya dan bergilir menatap Artha dengan senyuman secukupnya. "Nothing. Ayo habisin dulu es krimnya. Habis gini temenin saya jalan-jalan."
Satu hal yang baru Anin ketahui, sepertinya lelaki itu suka jalan-jalan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ada satu hal yang tidak pernah lagi keluarganya lakukan untuk Anin sejak berpisah. Mengucapkan kalimat 'selama ulang tahun'.
Bagi beberapa orang mungkin itu bukan sesuatu yang penting untuk dirayakan. Toh setiap kali ulang tahun, tandanya waktu hidup orang tersebut berkurang. Anin sendiri tidak begitu peduli dengan hari ulang tahunnya—malah cenderung melupakan—setelah mencoba menyerapi pandangan tersebut.
Tapi mungkin masih ada sepercik rasa iri yang timbul saat melihat teman-temannya heboh untuk mengucapkan ucapan ulang tahun itu. Hal itu membuat seakan-akan hari ulang tahun orang lain terasa sangat ramai dibandingkan hari ulang tahunnya yang terbilang.. terlalu sepi.
Terima kasih untuk Artha. Berkat pertanyaannya, Anin kembali ingat kalau ulang tahunnya sangat dekat. Bahkan dia jadi bingung untuk melakukan apa di tanggal tersebutnya, tepatnya hari ini.
Apa yang harus dia lakukan di hari sabtu ini? Tiduran dan belajar seperti biasa? Atau mungkin dia harus membuat sedikit improvisasi dengan membeli sepotong kue untuk dia makan sendiri?
Tidak. Itu membuat dirinya terdengar menyedihkan.
Anin mulai menggerakan bahunya yang mulai pegal sendiri, setelahnya dia mengambil gelas di meja dan menghampiri galon di ujung ruangan. "Oh iya habis."