3

3.1K 415 16
                                    

3

Aisen kembali ke istana dengan niat pas-pasan. Hatinya masih ada di luar. Istana besar yang mulai penuh bangsawan dan kalangan terkenal itu rupanya sungguh tak menarik minat pangeran tersohor Kerajaan Roshelle de Rosemarie itu.

Pelayan membungkuk dengan cepat tiap kali Aisen berjalan di hadapan mereka. Dane masih mengawal Aisen menuju ke ruangan pribadi untuk berganti pakaian. Mereka mengambil rute lorong istana yang tak diketahui orang banyak. Lavia dan Raiga berjaga di belakang, menyusul mereka.

"Aisen! Apa itu kau?" seorang pemuda seumuran Aisen tiba-tiba menghampiri Dane dan menyelidiki Aisen yang bersembunyi di baliknya. "Benar. Sedang apa kau berpakaian seperti itu? Mau menjadi gelandangan?"

Aisen menghela napas. Nada sindiran keras itu tak berefek baginya jika diucapkan oleh Nick Charles, pangeran dari Iridis. Lantaran, Nick memanglah tajam dalam berbicara apapun topiknya, itu cerminan dari seberapa pintar Nick. Perkataannya tidak ada maksud khusus, walaupun akan terasa sangat menusuk.

"Nick, pergilah ke aula. Putri Aria Charles pasti mencarimu," gumam Aisen tak bertenaga. "Aku akan ke sana setelah berganti baju. Debutannya akan dimulai, bukan?"

"Kakakku takkan peduli," sahut Nick tanpa ragu. "Debutannya juga bukan akan dimulai, tapi sudah dimulai. Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata kau berusaha kabur ya? Lucu."

"Hanya untuk mengganti suasana," kata Aisen sambil lalu. Ia pun menyuruh Dane terus melangkah supaya cepat kembali ke ruangannya. Ia tersenyum kecilpada Nick. "Sampai nanti."

"Nanti kita main catur di ruang baca saja! Tak usah menari!" seru Nick seraya melambaikan tangan kecil. "Aku akan mengalahkanmu sekali lagi, Aisen!"

Nick mungkin terlihat kasar untuk sebagian orang yang hanya mendengarkan, tapi jauh kenyataannya, Nick hanya kekanak-kanakan saja. Dia masih dalam posisi tak menentu dan meremehkan segala hal. Itu pelampiasan karena hidupnya tertekan oleh kuasa Renata, ibunya. Dulu, sang ratu bersikeras mengajari anak itu bermacam hal mulai dari berkuda hingga berpedang, di usia yang sangat dini. Usia lima tahun, semua dasar ilmu taktik dan berpedang dikuasai Nick tanpa cela. Ia memang terlahir dengan bakat itu. Ratu Renata memang sudah berhasil, namun melupakan satu hal, yaitu pelajaran empati.

Ironisnya, hanya Aisen yang menyadari itu. itulah mengapa Aisen bisa dekat dengan Nick tanpa terbawa perasaan jengkel.

"Lagipula, dia memang sangat cerdas," gumam Aisen lirih tanpa sadar.

Jika Nick adalah otak, maka bisa dikatakan Aisen adalah hati. Mereka berseberangan, tapi bisa melengkapi.

"Relasi pertemanan pangeran sungguh rumit ya," desah Dane disusul tawa hambar. "Apa aku bisa seperti pangeran dan menjalankan tugas Duke?"

"Ayah menyuruhmu begitu?" tanya Aisen.

Dane mengangguk. "Saya harus segera menikah dan fokus membangun relasi kebangsawanan lebih dalam lagi. Menjadi salah satu kesatria tangan kanan raja tidaklah cukup untuk membantu perkembangan kerajaan ini."

Aisen kembali tersenyum. "Kau pasti bisa, Dane. Aku tahu itu." Ia memutar kepala ke belakang. "Aku yakin kalian semua bisa menjalankan tugas permintaan ayah untuk kebaikan negeri ini."

***

"Dia pangeran?"

"Iya! Itu Pangeran Aisen Roshelle! Akhirnya dia muncul!"

Sepertinya Aisen datang di waktu yang tepat. Raja Arion dan Ratu Eva tengah berdiri di depan singgasana mereka, menantikan kedatangan Aisen untuk bergabung dalam pembukaan itu.

Ketika Aisen muncul dengan pakaian kebiruan yang senada seperti milik raja dan ratu, diikuti jubah kemerahan menjuntai di punggungnya, semua bangsawan memberi jalan.

The Next King - White || BlancTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang