24

769 124 41
                                    

24

"Itu keseluruhan kisah masa laluku. Aku terhubung dengan kekuatan elf secara tidak langsung dan bisa saja menyambungkan dunia itu dengan duniaku, tak perlu melalui jalur hutan seperti dalam buku kuno. Mengenai keputusan kalian, aku tidak bisa mengatakan banyak kecuali satu hal, elf bukan kawan maupun lawan. Mereka kaum individual yang berdiri hanya demi hidup mereka sendiri dan membatasi diri dari manusia. setidaknya sampai detik ini, di mana Aisen merupakan 'ahli waris' dari peninggalan Roshelle."

Leroi kembali melemparkan masalah ini kepada mereka. Ia menatap Arion sekilas kemudian kembali berkata, "Meskipun begitu, Tuan muda Aisen, keputusan tidak sepenuhnya berada dalam tanganmu. Tuan Arion perlu menyetujuinya juga."

Raja Arion menghela napas. "Aku tetap tidak bisa membiarkan mereka melintasi batas. Dunia elf dan manusia sungguh berbeda. Keputusanku tetap sama, aku melarang Aisen melakukannya."

Aisen tak berkomentar. Ia menundukkan kepala dalam diam. Melihat Aisen yang seolah kehilangan kesempatan bicara, Aria berbisik di telinga pangeran itu. Sinar mata Aisen kembali terang, ia mendapat sebuah ide.

"Bagaimana jika.. Ayah ikut juga?" tanya Aisen polos.

Mereka semua terdiam. Sementara itu, Leroi nyaris tak bisa menahan tawa.

"Hahahah.. oh tidak, itu bukan ide buruk, tapi.. puh-hahaha!" Leroi tergelak heboh tak peduli bagaimana para raja, ratu, serta pangeran dan putri melihatnya. "Bayangkan saja dia berjalan di tengah-tengah orang muda seperti pangeran dan putri! Bahkan orang biasa akan menganggap mereka sedang liburan!"

Sekarang Eva ikut tertawa. "Ah! Hahahaha! Benar juga! Lebih tepatnya seperti sedang mengantar Aisen ke akademi! Ya ampun, sudah berapa lama aku merindukan saat-saat itu, apalagi saat dia menyamar supaya bisa menyelinap masuk! Hahahaha!"

"T-tunggu, Eva, tidak ada salahnya bukan? Bahkan sampai sekarang Aisen masih belum pantas ditinggal sendirian!" Arion kikuk sendiri dan berusaha mengambil atensi Eva, sementara para raja dan ratu lain mulai tersenyum malu.

"Aku tidak pernah menjadi orang tua, tapi aku paham kekhawatiran itu," Leroi menyeka sudut matanya yang berair, berdeham, "baiklah, ide itu tidak buruk, Tuan muda, tapi siapa yang akan berada di Roshelle de Rosemarie? Tentu kita harus memikirkan itu pula bukan? Mengingat mereka sedikit cerdik pula, jangan sampai kerajaan yang kita bangun di tanah manusia ini terancam oleh keberadaan mereka."

"Ibu bisa tetap di istana, lalu ada Dane yang bisa ditugaskan pula merangkap keperluan kerajaan. Ia bisa dipanggil kembali ke istana," jawab Aisen seraya menatap Arion dengan penuh harap. Warna bola mata yang dimiliki Aisen boleh saja berbeda dari Arion, tetapi melihat wajah Aisen yang sangat mirip dengan sang raja, tentu Arion serasa berkaca pada dirinya dulu.

Setidaknya, masa kecil Aisen hingga ia remaja kini bisa ia temani. Tidak seperti masa kecil Arion dengan raja terdahulu yang harus menanggung sakit dan hanya bisa tersenyum dengan semua tindakannya.

"Baiklah, setelah kita kembali nanti aku akan menugaskan Dane sementara seperti dulu. Aku akan menemani putraku ke Elfian," kata Arion menyanggupi. Beralih pada Eva, ia bertanya, "Istriku, tidak apa-apa bukan? aku meninggalkanmu di istana sendirian dengan setumpuk laporan."

Eva memasang wajah sinis sekarang, "Jangan katakan padaku semua laporan harianmu tak pernah kau baca, Yang Mulia?"

"A-aku membacanya, tapi semenjak Dane perlu mengurus wilayah kekuasaan sebagai keturunan Duke Vict, aku sedikit... kesulitan. Apalagi Lavia dan Raiga sudah memiliki tugasnya sendiri dalam satuan pasukan istana," jawab Arion memasang wajah bersalah. "Aku lebih memikirkan.. kau.. sendirian di kamar jika aku tak ada."

The Next King - White || BlancTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang