15

1.6K 257 41
                                    

15

Pesta boleh saja berakhir, namun kerumunan orang di pasar raya masih terbilang banyak. Beberapa di antaranya melakukan atraksi jalanan yang unik, sehingga keramaian di depan istana terus bertahan. Memanfaatkan keramaian itu, Aisen membawa teman-temannya membaur tanpa sepengetahuan penjaga.

Ini adalah hal yang biasa bagi Aisen. Menyelinap keluar dengan ketatnya penjagaan tidak membutuhkan trik yang rumit. Aisen hanya perlu menutup seluruh penampilannya mulai dari pakaian kerajaan hingga rambut keemasan yang ia miliki. Sesederhana itu, tapi penjaga selalu tak bisa menangkapnya.

Lagi-lagi, ia menyusup dalam ruang ganti pelayan pria ketika tak ada seorangpun di sana. Para pelayan saat itu sedang mengurus hidangan yang tersisa beserta gelas dan piring kosong, membawanya ke dapur. Aisen menyuruh Nick, Asher, dan Bryan berganti dengan pakaian pelayan yang tersimpan di lemari penyimpanan. Sementara Aria dan Charlotte ia giring ke ruang ganti pelayan wanita, tentu dengan instruksi yang sama yaitu berganti pakaian pelayan yang sederhana.

Sebenarnya Aisen memiliki ide lain. Mereka bisa saja berganti pakaian di lantai atas lalu memakai topeng seperti tamu dari negeri asing kebanyakan. Akan tetapi, permasalahannya adalah Dane, Lavia, dan Raiga terus bersiaga dan memasang mata di tiap sudut kamar tamu bangsawan.

"Bawa kalung atau pin kerajaan kalian," kata Aisen pelan, "pedang, belati, apapun itu yang menunjukkan identitas kita. Hanya itu satu-satunya yang bisa kita bawa selain pakaian mewah ini."

"Aisen, boleh aku bertanya?" potong Asher.

"Ya?"

"Apa menurutmu Elfian sangat jauh dari sini? Kita perlu membawa kereta atau minimal kuda, dan aku yakin itu tak bisa diambil saat ini."

"Kita berjalan," jawab Aisen seraya tersenyum miring. "Jangan menuntut macam-macam. Kalau sudah memutuskan ikut bersamaku, kalian harus melakukannya dengan caraku."

"Walaupun aku sendiri tidak tahu akan memakan berapa lama untuk ke sana. Mengingat tempat itu tertutup oleh sihir seutuhnya."

"Rencana gila," celetuk Bryan terkekeh.

"Dia memang gila, sinting," tambah Nick semakin parah.

"Tapi itu yang membuatku penasaran dengan caranya berpikir."

Aisen mendengus. "Aku bisa mendengar kalian dengan jelas. Jangan meledekku tepat dimuka seperti ini."

"Teman akan meledekmu di depan, Aisen," ujar Nick basa-basi. "Sementara musuh akan memujimu terus-menerus di depan."

Bryan mengibaskan tangan. Kini ia sudah berganti pakaian dan pakaian hitam butler cocok untuknya. Keturunan Frautzell yang terbiasa dengan mode memang beda.

"Jadi, Aria dan Charlotte juga akan kau paksa berjalan kaki? Kau bersungguh-sungguh? Charlotte akan merengek sepanjang perjalanan!"

Aisen mengedikkan bahu. "Salah sendiri ingin ikut denganku. Ada waktu beberapa menit lagi untuk berubah pikiran. Semua tergantung kalian."

"Aku sudah terbiasa keluar istana hanya berjalan kaki. Percayalah itu menyenangkan."

"Menyenangkan kalau sekadar melihat-lihat, Aisen," tukas Bryan, "tapi kita tak tahu arahnya! Hanya mengikuti peta rasi bintang di langit bukan berarti kita akan aman saja pergi ke sana! Hutan, serigala, hantu! Haruskah aku menyebutkan segalanya? Bagaimana jika kita bertemu penyihir? Lalu kutukan yang ada di sejarah kerajaanmu tiba-tiba datang lagi. Apa kau tak memikirkan sampai ke sana?"

Aisen diam saja. Ia tak menjawab.

Kenyataannya bahwa Bryan dan Asher tak bisa melihat apa yang dilihatnya seperti Nick memang membuat perbedaan cara berpikir. Ingatan yang dibawa bunga itu hanya memilih Aisen, Nick, dan Aria sebagai orang yang mengetahui jalan sesungguhnya dari kerajaan misterius itu. Atas dasar apa mereka melihat lebih banyak, semua masih dipikirkan oleh Aisen.

The Next King - White || BlancTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang