8
Jantung Aisen seperti mau lepas dari tempatnya.
Ketika Aria merangkul lengannya dengan kedua tangan secara tiba-tiba, Aisen sudah tak dapat mengontrol keterkejutan di wajahnya. Saat Putri Aria langsung menyandarkan kepala di pundaknya, seketika Aisen tak dapat berpikir apapun.
Lalu mengenai cara Nick berbicara, meskipun terdengar sederhana, telah meninggalkan gaung yang luar biasa. Memikirkannya saja, membuat Aisen takjub. Bisa-bisanya anak itu membuat rencana sedemikian rupa.
Jika Nick adalah seorang raja yang tamak, Aisen tak mampu membayangkan berapa kerajaan yang akan Nick manipulasi sampai hancur demi kepentingan kerajaannya. Untung saja, Nick bukanlah orang yang seperti itu. Didikan keras Ratu Renata dan Raja Alvaro tak mungkin sia-sia.
"Dengan ini kau berhutang padaku, Aisen." Nick tersenyum pendek. Ia menahan langkah, membiarkan Aisen mendahuluinya. "Jadi, jangan coba-coba melupakan bantuan kecil ini."
Aisen balas menjawab, "Tidak akan. Pasti akan kubalas. Sebutkan saja keinginanmu, akan kupertimbangkan jika nilainya setimpal."
Nick kemudian melirik ke arah Aria, sebelum akhirnya kembali melihat Aisen. "Akan kusebutkan permintaan kecilku nanti. Sekarang, lewat tangga yang mana?"
"Tangga di sudut kiri. Di sana sedikit gelap, tapi tak mudah dicurigai orang," jawab Aisen. Mereka bergegas ke sana.
Tiba-tiba Aisen merasakan lengannya sedikit ditarik ke belakang. Itu Aria yang menariknya.
"Jangan terlalu cepat berjalan," pinta Aria. Dia tersenyum kecil lalu menyamai langkah kaki Aisen. "Gaun ini menghambat langkahku."
Aisen hanya mengangguk kecil. Tatapannya sedikit terperangah. Apa dia menyadari bahwa aku sengaja mempercepat langkahku?
"Jadi, buku seperti apa yang disimpan di atas?" tanya Aria mengerjapkan mata beberapa kali. Wajahnya nampak tak bersalah, sangat polos. Dan cantik.
Sepertinya, tidak mungkin Aria sadar bahwa aku berusaha menjaga jarak darinya. Aisen terbenam dalam pikiran sebelum menjawab pertanyaan itu. "Aku sendiri tidak yakin. Apa itu buku, peta, atau hanya kumpulan surat. Setidaknya aku tahu bahwa perpustakaan di atas sana tersimpan informasi sejarah kerajaan ini yang lebih lengkap. Semoganya saja bukunya masih tersimpan dengan baik dan tidak ada yang rusak."
"Akan kubantu sebaik mungkin!" seru Aria bersemangat.
Melihat gadis itu membuat beban pikiran Aisen sedikit terangkat. Ia ingin berterima kasih dengan tulus pada Aria karena mau membantunya sejauh ini.
"Aria."
"Hm?"
"Terima.. kasih," Aisen menggaruk kepala, pandangannya tak fokus pada netra kebiruan Aria, "karena telah membantuku tadi."
Wajah Aria bersemu. Ia lantas tersenyum lebar. Sambil menganggukkan kepala, ia menjawab, "Bisa membantu saja aku senang, Aisen."
Nick yang melihat adegan kecil itu diam-diam tersenyum. Baguslah, kata Nick dalam hati. Setelah drama di kamar Aisen, Nick yakin kakaknya akan lebih mudah mengutarakan isi hatinya. Keputusannya tidak salah melibatkan Aria.
Tangga itu sangat banyak. Walaupun hanya menaikki tangga, ternyata butuh perjuangan besar. Bagaimana tidak? Mereka perlu mencapai lantai teratas, lantai tujuh yang dimaksudkan Aisen benar-benar ada di puncak istana, bagian menara kastilnya. Nick dan Aria kewalahan bukan main.
"Jangan memikirkan jumlah anak tangga," celoteh Aisen enteng, "itu trik dari istana ini. Pikirkan saja keunikan dari setiap lantai yang kita lewati. Setiap naik satu lantai, istana ini sudah seperti tempat lain yang belum pernah dilihat sebelumnya. Bagaikan lapisan dunia."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next King - White || Blanc
Fantasy[Sequel The Abandoned Kingdom] Sudah tujuh belas tahun lamanya semenjak pertempuran dengan penyihir gelap terjadi. Sudah tujuh belas tahun lamanya pula Roshelle de Rosemarie bangkit setelah seratus tahun terikat dalam kutukan dan ditelantarkan dunia...