20
Pedang perak menceritakan kisahnya dengan cara yang unik. Aisen sampai tak bisa berkata-kata. Bahkan bukan hanya Aisen, semua pangeran dan putri, termasuk raja dan ratu mendengarkan kisah pedang perak. Kisah yang tak banyak disinggung dalam buku sejarah kini mereka dapatkan dari seseorang yang hidup langsung pada masanya. Seiring kisah berjalan, mereka duduk melingkar dengan pedang perak duduk di tengah-tengah mereka.
"Aku masih tak mengerti."
Charlotte mengangkat tangan. Tak disangka putri yang tengil itu memiliki pertanyaan.
"Kalau kau adalah kawan dari Roshelle, bagaimana bisa ada di sini? Maksudku, ada di sini, benar-benar di sini. Aku penasaran dengan hal itu. Mengenai Raja elf, Mabariel, aku sudah paham sedikit. Dan rasanya, kisah ini sangat panjang. Di luar sudah larut malam."
Pedang perak melipat tangan. Ia menghela napas. Langit kemerahan di angkasa berubah menjadi lebih terang. Semburatnya jingga, persis seperti langit senja. Barulah mereka menyadari hal kecil lain, suasana langit di tempat itu mengikuti suasana hati dari pedang perak. Tidak semata-mata pedang perak mengubahnya.
"Aku sedang berusaha menceritakannya, Putri," pedang perak tersenyum getir. Ia kemudian menatap langit oranye itu. Pikirannnya penuh, sesungguhnya ia tak tahu harus bagaimana memulai bagian yang sangat penting. Kisah hidupnya terdengar kelam bahkan di telinganya sendiri. Pedang perak larut dalam benaknya, kembali ia menghembuskan napas lagi kuat-kuat.
"Ini sungguh sulit.."
Aisen dapat menangkap maksud pedang perak. Dia tertekan. Ada hal yang sebenarnya benar baginya, tapi belum tentu benar bagi orang lain. Itu hampir sama seperti perasaan yang dirasakan Aisen ketika hendak meninggalkan istana.
Perasaan tidak adil, rasa marah, sedih, malu, dan perasaan.. menyesal.
***
[Kisah Pedang Perak, bagian II]
Setelah insiden Leroi dan Mabariel, semua orang berusaha untuk membangun suasana baik. Mereka tahu itu percuma mengingat sikap dua orang itu saling bertolak belakang. Leroi yang selalu terus terang dan tak bisa berkepala dingin dan Mabariel yang masih penuh misteri. Belum lagi mengenai Roshelle yang saat ini kembali menghilang entah kemana. Akan tetapi, tetap harus mereka usahakan untuk menciptakan kedamaian agar semua bersatu. Jika perpecahan terjadi di antara orang-orang hebat itu, maka keinginan untuk sekadar menyelamatkan diri dari penjarah, atau yang mereka sebut sebagai 'kaum hitam', akan menjadi pengharapan belaka.
Mereka tak bisa menyalahkan Leroi sepenuhnya. Apa yang laki-laki itu utarakan memiliki nilai yang benar. Leroi hanya membela Roshelle.
Sekarang, mereka harus mengupas sebanyak mungkin informasi dari Mabariel.
"Roshelle percaya pada kami dan menyerahkan masalah aliansi kepada keputusan kami," seseorang melangkah maju, mendekati pria bertelinga runcing yang sedang menatap hamparan salju tanpa memikirkan apapun. "Jadi, kami ingin mendengar lagi tujuan kaummu, elf itu."
"Seperti yang sudah saya katakan, Tuan," sahut Mabariel tanpa meninggalkan sisi tenang dalam dirinya. "Kami membutuhkan kekuatan Tuan Roshelle. Aliansi harus terbentuk."
"Elf saja tidak cukup untuk memukul mundur para penyihir pengguna sihir hitam. Sihir putih kami tak sekuat itu, apalagi untuk mematahkan resiko kutukan," jelas Mabariel seraya mengambil salju yang berjatuhan, membentuknya sebagai bola. "Dengan 'cahaya' milik Tuan Roshelle lebih mungkin untuk menang."
Leroi yang berdiri tak jauh dari Mabariel muak mendengarnya. Ia lalu pergi meninggalkan mereka. Mencari keberadaan Roshelle. Sudah tak puas ia menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next King - White || Blanc
Fantasy[Sequel The Abandoned Kingdom] Sudah tujuh belas tahun lamanya semenjak pertempuran dengan penyihir gelap terjadi. Sudah tujuh belas tahun lamanya pula Roshelle de Rosemarie bangkit setelah seratus tahun terikat dalam kutukan dan ditelantarkan dunia...