12

1.8K 271 28
                                    

12

Malam itu telah tiba, malam untuk pesta perjamuan hari kedua. Meskipun pengawasan diperketat, sukacita tetap terasa. Dan di luar istana, pasar raya masih diadakan seperti hari pertama.

Duke Dane Vict telah kembali pula dari kunjungannya ke Kota Vatia. Kembali ke Athium, ibu kota dari Roshelle de Rosemarie untuk menghadiri perjamuan. Ia sedikit terlambat, karenanya Dane masuk lewat halaman belakang terlebih dahulu, memutari istana. Ia menuju ke lantai dua, berganti pakaian dan beristirahat sebentar sebelum akhirnya turun ke aula.

Aisen sendiri tengah melihat ke seluruh penjuru aula istana dengan tatapan was-was. Tepat di belakangnya, Raiga dan Lavia terus mengawasi. Di samping Aisen, Pangeran Nick berkacak pinggang, ikut memantau tamu-tamu yang mulai berdatangan.

"Dia menggunakan gaun merah," gumam Nick tanpa memalingkan wajah dari aula, "benar bukan? Kau yakin akan hal itu?"

"Jika aku tidak yakin, aku takkan menceritakannya pada ayah dan ibu," tukas Aisen cepat. Telapak kakinya mengetuk-ngetuk lantai. Ia sendiri teramat penasaran. Sekaligus.. takut.

Jika ingatannya itu benar dan wanita itu juga datang menghadiri pesta malam ini seperti kemarin, Aisen yakin hal besar akan terjadi. Karenanya, ia sudah merencanakan sesuatu tepat sebelum pesta ini terjadi.

"Bagus karena kau telah mengingatnya, tapi bagaimana caramu mengingat itu, anakku?" tanya Arion ketika Aisen datang tergesa-gesa dari kamar. Mengatakan semua yang ia ingat.

Aisen menggeleng. Ia belum bisa mengatakan tentang bunga itu. Cukup untuk saat ini, Aisen hanya perlu mengatakan kebenaran yang ia ketahui. Menoleh ke kanan dan ke kiri, Aisen tak menjawab pertanyaan ayahnya dan justru menanyakan hal lain. "Dimana ibu?"

"Di sini."

Eva muncul dari halaman luar istana, menghampiri singgasana. "Ada apa? Kenapa Aisen tidak di kamarnya?"

Arion mengarahkan tangannya pada Aisen. "Dia sudah mendapat ingatannya kembali. Seorang wanita adalah target kita malam ini."

Aisen pun menceritakan segalanya pada Eva. Ibunya itu sampai tak bisa berkata apa-apa. Ia mendengarkan dengan seksama sembari memasang raut geram.

"Jika malam ini ia datang lagi, takkan ada kesalahan." Arion mengeluarkan pedang perak. Ia mengarahkan ujungnya pada lantai istana. "Pedang ini adalah jawaban atas perbuatan orang asing itu karena telah macam-macam dengan penerus tahta Roshelle de Rosemarie."

Setelah Aisen mengamati keadaan, kewaspadaannya berada di tingkat tinggi. Wanita bergaun merah yang ia lihat tak ada di pesta. Sekarang Aisen yakin akan hal itu. Mata kecoklatan milik Aisen berkedip beberapa kali, ia berusaha menjernihkan penglihatannya. Akan tetapi, nihil. Wanita bersurai aneh, antara warna perak dan keemasan yang berkilau itu, tak kunjung terlihat.

"Sepertinya, ia tidak datang."

Tentu Nick mendecakkan lidah mendengar Aisen berkata seperti itu. "Ini belum puncak dari pesta. Tunggu aku di sini karena aku perlu menghampiri seseorang sebelum kembali mengawasi keadaan."

Aisen mengerutkan dahi. Perkataan Nick ada benarnya. Bahkan inti dari malam kedua ini belum terlaksana, tapi ia sudah yakin wanita misterius itu takkan datang.

Ketika ia hendak menanyai Nick lagi, pangeran itu sudah melesat jauh sekali. Membaur dalam keramaian. Aisen mengamati itu dan ternyata Nick sedang menghampiri Putri Charlotte. Sudut bibir Aisen terangkat melihat pemandangan tak biasa di depannya.

"Wah, dia mengumpulkan sisa harga dirinya," kata Aisen seorang diri.

Lavia dan Raiga menghela napas. Berikutnya Lavia bertanya, "Yang Mulia sendiri, tidak mencari Putri Aria?"

The Next King - White || BlancTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang