"MELLYSA!!" teriak bu Desi nyaring, matanya melotot tajam saat melihat Mellysa, yang tengah berjalan di tengah koridor dengan santai nya, padahal bel masuk sudah berbunyi, sekitar empat puluh menit yang lalu.
"Ehh, ibu apa kabar bu? Pasti ibu kangen ya, sama cecan? Ah saya tau, pasti ibu mau minta foto kan?" jawab Mellysa seraya tersenyum manis. Saking manisnya, bu Desi iri melihat nya.
"Ga usah senyum-senyum, gigi kamu kuning!" bentak bu Desi ketus. Matanya terus memperhatikan, penampilan Mellysa dari atas sampai bawah, tanpa berkedip sedikit pun.
Merasa di perhatikan Mellysa akhirnya bersuara, " ibu terpesona ya, sama kecantikan saya, yang paripurna bak dewa yunani," ucapnya.
Bu Desi berusaha semaksimal mungkin, untuk tidak tertawa. Jika ia tertawa mungkin reputasi nya akan jatuh, sebagai guru killer si Sma tri satya.
"Kamu ga pernah belajar biologi? Ga ada sejarah nya dewa yunani cantik, yang ada tu dewa, banyak brewok nya. macem hutan rimba." Mellysa sedikit terkejut mendengar nya.
" tak patut, tak patut." Mellysa menggeleng kan kepalanya, " ibu udah melakukan penghinaan, terhadap dewa yunani. Jadi saya ga akan segan-segan laporin ibu, ke pihak yang berwajib." ancamnya penuh selidik.
"Penghinaan dari mana nya Mellysa? Saya berkata sesuai fakta, kalau dewa yunani itu brewokan!"
"Macem utan rimba, maksud nya apa tuh bu?"
"MELLYSA HORMAT KE BENDERA, SAMPAI BEL ISTIRAHAT!" seru bu Desi lantang.
Mellysa mengusap pipi nya, yang terkena air liur bu Desi, "mencret bu."
"MELLYSA!"
"Muncrat lagi bu, yaelah." Mellysa kembali mengusap pipi nya yang terkena air liur bu Desi, kemudian ia mencium aroma tangan nya, yang sudah bercampur dengan air liur bu Desi.
Mellysa mendengus, "ibu makan apa sih? Sampe ni air liur bau nya, kaya tai kucing."
"Ikut saya ke lapangan!" bu Desi lalu menjewer telinga cewek berlesung pipit itu, tanpa ampun.
"Aw aw bu, sakit bu lepas."
Bu Desi tak mengidahkan perkataan Mellysa sama sekali, ia terus berjalan menuju lapangan. Sambil menjewer telinga Mellysa.
"Hormat sampai jam istirahat pertama selesai!" setelah mengatakan itu bu Desi berlalu meninggalkan Mellysa sendirian di tengah lapangan.
"Si anjir, telinga gue rasanya mau copot," gerutu Mellysa sambil mengelus telinga yang memerah.
Dengan sangat terpaksa Mellysa menjalankan hukuman nya, di bawah terik nya matahari. Yang menyengat kulit putihnya.
Ia memandangi bendera merah putih, yang berkibar di atas nya. Jika saja dirinya tidak ketahuan bu Desi. Pasti sekarang Mellysa tengah tertidur dengan nyaman di kelas.
Keringat mulai bercucuran membasahi pelipis nya, tangan nya mulai pegal karena hampir satu jam lamanya ia harus hormat.
"Ck, bel istirahat lama banget sih!" gerutu nya sebal. Untung saja kbm masih berlangsung. Jika tidak pasti, dirinya menjadi pusat perhatian.
Tak jauh dari tempat nya di hukum. Antares tengah berdiri, dengan sebuah jaket yang sengaja di sampirkan ke bahu nya.
Antares berjalan menghampiri Mellysa, lalu mengangkat jaket nya ke atas kepala Mellysa, tujuan nya untuk melindungi Mellysa dari panasnya sinar matahari, yang sedang terik-teriknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antallys [Completed]
Teen Fiction"Untuk apa bertahan dengan seseorang yang tidak menginginkan kehadiranmu?"