Rantai

212 24 4
                                    

Berharap adalah kata lain dari kecewa,

.

.

.
Hari yang di tunggu pun tiba, Kuroko betemu dengan Seijuuro dan Seshiro saat mereka mengantar Nijimura Shuzo dan Mayuzumi Chihiro ke bandara.

"Nii-chan hati hati di sana ya, kabari aku kalau sudah sampai" ucap Kuroko memeluk Chihiro, semua koper sudah di taruh di bagasi pesawat,

sedang Nijimura tengah mengucapkan perpisahan dengan adik adiknya, Seijuuro dan Seishiro.

Setelah melepas rasa rindu mereka, merekapun masuk kedalam pesawat kecuali Kuroko dan kedua Akashi kembar itu.

20 menit pun berlalu, lalu Kuroko berniat pulang dan mengurus kepindahan kuliahnya, agar lebih dekat dengan rumahnya yang lama.

"Kau kira kau mau kemana?" ucap Sei menarik tangan Kuroko keras, sampai terasa sakit ke tulang bagi Kuroko.

"? ? ?" Kuroko yang mrnahan sakit di tangan takut untuk berucap apapun.

"Aku dengar kau mau pindah kampus?" ucap Shiro sedih.

"Iya aku mau pindah, biar dekat dengan rumahku yang lama, jadi-" belum selesai Kuroko bercerita, Sei memotong.

"Sebelum pulang, ayo makan siang dulu.

pulangnya bersama kami saja" ucap Sei bukannya memotong namun memaksa.

"Wa-wakarimashita" ucap Kuroko pasrah namun tangannya juga belum di lepaskan oleh Sei.

Sampailah mereka di restoran, berkelas Kuroko sudah pucat pasi. Kali ini bagaimana dia membayar makanan yang kisaran 100.000 an?

"Tenanglah, kami yang bayar" ucap Shiro tersenyum kecil seolah tahu apa yang di pikirkan Kuroko.

BLUSHHHH!!!

lalu Seijuuro kembali kemeja dengan membawa air mineral, dan obat mabuk kendaraan.

"Aku dengar kau tadi mabuk kendaraan, ini minumlah" ucap Akashi Seijuuro.

"Arigatou~" ucap Kuroko tanpa pikir panjang dia langsung meminum obat tanpa curiga sedikitpun.

"???

are?" ucap Kuroko merasa kalau matanya tiba tiba begitu berat smapai kepalanya sakit, dan air mineral itupun jatuh bersamaan dengan Kuroko yang tak sadarkan diri.

"Nii-san" ucap Shiro mengelus wajah Kuroko yang sudah terlelap,

"Hmp" seloah ini semua sudah di rencanakan sejak awal.

.

.

.
KOPI ITU HARUS PAHIT, KAYAK HIDUP

JANGAN MANIS, KAYAK MIMPI

.

.
"Engh~" mata Kuroko yang berat, rambutnya yang berantakan dan suasana ruangan yang tak asing bagi Kuroko,

KRICING KRINCING?
"Berat?

Eh, rantai?" ketika Kuroko melihat di salah satu kakinya terikat rantai yang sangat panjang dan terlilit ke kasur, di dalam ruangan tidak ada siapapun namun Kuroko tidak tampak takut, karena dia tahu siapa yang membawanya ke sini.

"kalau kau menutup mata terlalu cepat

apa yang ingin kau lihat

sudah di depan matapun

kau takkan bisa melihatnya,

Kalau mereka masih mau menerima ku,

Maka ini saatnya aku melakukan apapun yang mereka inginkan dariku" ucap Kuroko mulai membulatkan keyakinannya.

namun berapa lamapun Kuroko menunggu, dari sore sampai malam, sampai ke malam lagi sampai ke malam lagi,

tanpa terasa 4 hari berlalu, Kuroko tidak makan dan hanya minum dari air keran di kamar washtaffle, sebenarnya di kulkas ada makanan namun mengambli barang yang bukan miliknya, sama seperti mencuri,

jadi Kuroko tidak menyentuh makanan sama sekali, sampai tubuhnya kini benar benar lemah, seolah menunggu dewa kematian akan datang.

Di saat Kuroko sudah benar benar pasrah tiba tiba terdengar suara dari kunci pintu yang di buka dari luar.

CKLEK!

"Tada-?" ucap Shiro namun ruangan begitu gelap, mereka takut kalau Kuroko melarikan diri, lalu mereka segera berlari ke dalam kamar, dan-

Penampilan Kuroko yang begitu kurus, wajahnya tampak jelas begitu pucat,

matanya yang terpejam, dan bibirnya yang mulai pecah pecah.

"TETSUYA/KUROKO-KUN!?" ucap keduanya begitu terkejut melihat keadaan Kuroko, padahal makanan ada di kulkas, dan harusnya takkan berakhir seperti ini.

.

.

.

Saat itu mereka membuat infus darurat, mereka tidak mungkin membawa Kuroko ke rumah sakit, karena akan merepotkan kelak bila di tanya penyebabnya,

.

.

.
2 Hari kemudian, Kuroko baru sadar dengan Seijuuro dan Seishiro berada di sisinya.

"Engh? Sei-Shiro?" ucap Kuroko lemas.

"Kuroko-kun?" ucap Shiro yang pertama kali terbangun,

"Kalian kembali?" ucap Kuroko meneteskan airmata, seolah senang karena dirinya ternyata tidak di buang.

"Kembali?

tentu saja kami pasti kembali,

apa yang kau katakan, Kuroko-kun?" ucap Shiro menatap sedih dengan keadaan Kuroko.

"Aku menunggu menunggu dan terus menunggu tapi kalian tidak juga kembali" ucap Kuroko lemas sembari menatap langit.

"Kami memang tidak mengatakan akan tidak pergi, tapi bukan berarti kami tidak kembali bukan?

kami menyiapkan makanan di kulkas, kenapa kau tidak makan?" ucap Seijuuro.

"Aku bukannya tidak mau, aku tidak boleh.

aku tidak bisa mengambil yang bukan milikku tanpa ijin yang punya, itu sama dengan mencuri bila aku melakukannya" ucap Kuroko begitu lemah.

"Kenapa kau begitu keras kepala seperti ini?" ucap Shiro untuk pertama kali meninggikan suaranya pada Kuroko.

"Shiro-kun, aku sudah tidak punya-" ucap Kuroko lemah,

"Kau mau sampai kapan, mengontrol kami!?" ucap Seijuuro kesal,

"Aku?"

"Semua milik kami adalah milikmu, kau tahu artinya apa Kuroko-kun?" ucap Shiro begitu lembut.

"Milikku?" ucap Kuroko kini menghadap Shiro.

"Milik suami adalah milik istri bukan,

kami mencintaimu,

kalau bukan kamu, tidak boleh,

harus kamu dan

hanya kamu, Tetsuya" ucap Seijuuro.

TBC

Soredemo Koi wa UstukushiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang