Disinilah mereka sekarang. Terduduk dengan suasana super canggung di ruang tengah apartement unit 136, milik Jennie.
Jennie yang masih dengan sisa-sisa phobia-nya, menjadi trauma untuk menaiki lift. Hanbin yang lagi-lagi dengan sukarela menemani Jennie menapaki satu-persatu tangga darurat sampai ke lantai 6.
"Terimakasih, maaf sudah begitu merepotkanmu hari ini, Kim Hanbin-ssi" Jennie menundukkan kepalanya dengan sopan pada Hanbin yang duduk di hadapannya.
Pria Kim itu sudah memberitahu Jennie siapa namanya ketika mereka ada di dalam mobil Hanbin tadi.
"Usiaku tidak terlalu jauh denganmu, jangan terlalu formal" cetus Hanbin santai.
Jennie malah menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Membuat yang ditatap jadi gelagapan sendiri.
"Ah itu, wajahmu terlihat seumuran denganku" jawabnya berusaha menjelaskan. Ia mengusap tengkuknya kikuk. Mengapa ia terus-menerus ingat informasi yang diberikan gadis vampire aneh itu tentang Jennie Kim?
Gadis berpipi gempal itu mengangguk kecil. Ia memilin ujung jari-jarinya sendiri. Sedangkan sang pria masih menatapinya yang tengah tertunduk.
Rasanya ia tak ingin beranjak dari apartement milik sang gadis.
"Oppa?" tiba-tiba gadis itu berkata demikian saat mengangkat wajahnya untuk menatap Hanbin.
Ia biasanya paling benci dipanggil 'Oppa' dengan nada dan ekspresi yang dibuat menjadi sok menggemaskan.
Tapi saat kedua mata kucing itu menatapnya dengan polos, Hanbin rasa ia akan hilang kendali jika tidak memutuskan pandangan mereka yang sempat terkunci itu dengan segera.
Jadi, ia buru-buru mengalihkan pandangannya. Melirik ke atas berusaha terlihat sedang berfikir.
"Apa wajahku terlihat lebih tua darimu?" canda Hanbin tapi dengan ekspresi seriusnya.
Membuat Jennie bingung harus menanggapi bagaimana. "Eung? eh maaf aku.. bukan-"
"25 tahun, usiaku. Kau?" sergah Hanbin memotong kegugupan Jennie.
"23 tahun"
Hanbin berdecak pelan, mungkin Jennie tak mendengarnya. Ucapan gadis vampire aneh itu benar.
Dan ucapannya 'Hanbin akan berterimakasih padanya karena memberikan informasi tentang Jennie Kim' Hanbin rasa itu juga benar.
"Kurasa 'Oppa' tidak buruk" Hanbin menatapnya, membuat gadis itu tertunduk.
"Apa aku membuatmu tidak nyaman Jennie-ssi?" lanjut Hanbin yang memperhatikan gerak-gerik sang gadis.
"Hm? ah tidak, aku hanya masih trauma karena kejadian tadi, sekali lagi terimakasih" cicitnya pelan.
"Jangan berterimakasih terus, aku hanya-"
"Jane" ganti Jennie yang memutus ucapan Hanbin.
"Huh?" Hanbin memiringkan kepalanya dengan bingung.
"Kau bilang jangan terlalu formal sebab usia kita yang tidak terlalu jauh, panggil saja aku Jane, oppa"
Satu kata di dalam kalimat Jennie barusan membuat Hanbin merasakan sensasi menggelitik di dadanya. Bukan, bukan kata 'oppa'.
Kita.
Kita.
Kita.
Iya, Hanbin terus mengulang satu kata itu didalam kepalanya. Sebab gadis itu dengan lancangnya merubah 'aku dan kau' menjadi 'kita'.
Sepertinya Hanbin harus segera pergi dari sana. Ia rasa otaknya mulai blank jika terlalu lama berhadapan dengan gadis itu.
Ditambah tangannya yang sedari tadi gatal ingin mencubit pipi gempal milik Jennie yang sedikit merona, entah karena apa.
Hanbin melirik casio yang melingkar di tangannya. "Kurasa aku harus pergi, apa kau akan baik-baik saja?"
Sial. Hanbin mengumpat dalam hati. Mengapa gadis ini begitu banyak memiliki pesona yang bisa membuat Hanbin kehilangan akalnya?
Sebab saat mengalihkan pandangan dari jam tangannya pada Jennie, Hanbin malah disuguhi gummy smile milik sang gadis.
Membuat Hanbin harus menahan mati-matian hasratnya agar tak mencubit pipi gadis itu yang terlihat semakin menggemaskan.
"Aku sudah sedikit lebih tenang, kurasa kau bisa melanjutkan urusan mu oppa"
"Oppa?" Jennie melambaikan tangannya di depan wajah Hanbin, yang terlihat seperti orang idiot akibat terserang gummy smile sang gadis.
Karena tak ada pergerakan sama sekali, Jennie menjentikkan jarinya. Dan seperti baru saja tersadar dari hipnotis, Hanbin langsung meringis.
Ia merutuki kebodohannya sendiri di depan Jennie. Sedangkan gadis itu malah cekikikan melihat tingkah Hanbin.
"Kau kenapa oppa? wajahmu tadi sangat lucu" ucap Jennie yang masih diselingi dengan kekehan.
Oh tidak, jangan lagi, tolong, itu berbahaya untuk kesehatan otak dan jantung pria Kim.
Jadi, sebelum ia semakin tidak waras. Kim Hanbin segera berpamitan pada sang empunya unit 136 itu.
Jennie mengantarnya sampai di depan pintu. "Akhir pekan ini apa kau sibuk?" tanya Hanbin.
"Apa kau ingin mengajakku makan atau semacamnya?" Jennie malah menimpalinya dengan pertanyaan seakan mampu membaca isi kepala pria Kim.
Hanbin tersenyum lebar " Kau sudah bisa menebaknya ya?"
"Tentu, untuk lokasinya terserah kau saja oppa" kalimatnya di akhiri dengan gummy smile andalannya.
Gadis ini benar-benar. Apa ia ingin membunuh Kim Hanbin dengan segala pesonanya itu?
"Baiklah, sampai bertemu di akhir pekan" Hanbin berbalik hendak pergi dari sana.
Namun, ia malah menatap Jennie lagi. "Jika kau butuh bantuan, aku ada di unit 131" lalu pria Kim melangkah menjauhi Jennie yang masih mencerna ucapannya barusan.
Huh? jadi mereka tinggal di gedung apartement yang sama? di lantai yang sama? Bahkan hanya berjarak beberapa meter saja.
Jennie segera menengok ke sisi kanannya, dimana Hanbin yang sedang berdiri di depan unit 131, tengah menekan-nekan angka password untuk masuk ke dalam apartement nya.
×××
Emang Jennie kerjaannya bikin Hanbin jadi kek org goblok aja ni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Options [JenBin] ✔
FanfictionSebenarnya siapa yang antagonis sekarang? Keegoisan salah satu dari mereka, menjadi penentu bagaimana ini akan berakhir. "Aku tau kau yang membesarkanku, tapi aku mencintainya"-KJN "Mau lari bersamaku?"-KHB (!) read this story with dark mode, just s...