-11-

2.4K 436 27
                                    

Hari ini adalah 'Hari Penilaian Prestasi'.

Setidaknya itu yang diumumkan Heather pada kami tadi pagi dengan mendadak, sehingga suasana Vivian memburuk dan mengomel tanpa henti. Ruang Administratif dijadwalkan pukul sembilan pagi, sehingga kami hanya punya waktu setengah jam untuk membereskan meja yang berantakan dan membuang sampah-sampah tisu di kolong mana pun.

Vivian mengerang jijik saat menemukan donat berjamur di salah satu raknya, seakan ada orang lain yang sengaja menaruhnya di situ. Itu bukan masalah, karena walau butuh waktu lama untuk membersihkan bekas jamurnya, tapi area itu agak terpencil. Yang membuat Vivian mendesah frustrasi adalah noda saus tomat yang tidak menghilang di ujung kursi abu-abu terang berodanya. Ia berasumsi setelah Heather atau salah satu anggotanya mengetahui itu, bisa-bisa mereka menetapkan peraturan baru agar kami tidak boleh makan di ruang kerja lagi.

"Apa nanti kita akan berbaris rapi atau semacamnya?" tanyaku. Tidak banyak yang bisa dirapikan di mejaku selain berkas-berkas rekening koran yang sudah kususun rapi di map. Ada setumpuk faktur penjualan baru yang harus kuurutkan berdasarkan tanggal, tapi semuanya terletak rapi di dalam kotak kardus rendah, di dekat mesin cetak.

Meja Natasha paling bersih, dan ia tampak paling kalem di antara semua staf administrasi. Sementara Stella, yang tiba-tiba memakai blazer biru tua dari lacinya, lebih mengutamakan keindahan wajahnya dengan memoles bedak dan eyeliner.

"Kita akan bekerja seperti biasa, tapi akan ada orang menyebalkan yang mengawasi pekerjaanmu setiap detik," jelas Vivian, rambut hitam panjangnya terlihat kusut akibat dijambak sepagian ini. Cewek itu putus asa saat semprotan pembersih dan kain lap tidak memberikan efek apa pun pada noda saus, dan malah membuat kursinya terlihat basah kuyub seolah ia baru saja mengompol di sana.

"Apa ini seperti audit?" tanyaku lagi. Aku pernah membaca di beberapa blog pribadi, yang menceritakan bagaimana ia dan rekan-rekan kerjanya kalang kabut saat akan dilakukan pemeriksaan internal.

"Lebih parah dari audit!" erang Vivian.

"Tentu saja audit lebih parah," balas Natasha tidak setuju. "Audit berhubungan dengan data yang sulit kau manipulasi. Dalam penilaian prestasi, kau hanya perlu bersikap baik dan menunjukkan hubungan harmonis pada semua orang."

"Setidaknya auditor menilai berdasarkan fakta," sanggah Vivian. "Tim HRD kita hanya mengomentari hal-hal seperti, 'Bunyi napasmu terlalu keras, Natasha, mulai besok jangan bernapas lagi.' Lalu menulis catatan di kertas yang dijepit di papan."

Suara pintu yang dibuka membuat Vivian spontan menjatuhkan bokong ke kursinya dengan keras hingga ia terdorong satu meter ke arah Natasha. Menggunakan kakinya, Vivian menggeser kursinya ke tempat semula.

Seorang wanita berjas jingga tua dengan bercak-bercak coklat masuk dengan hak tinggi yang menonjolkan kaki kurusnya di bawah rok hitam. Ia bertubuh jangkung dengan leher putih jenjang terbuka yang memamerkan lekukan tulang selangkanya. Kata pertama yang muncul di kepalaku adalah jerapah.

"Aku Giselle Wilson, asisten Heather Irvins" katanya dengan tangan kanan terulur padaku, sementara ia memegang papan plastik jingga berisi kertas di tangan lainnya, "kau pasti Ashley Hilary, si anak baru."

"Yeah." Aku membalas uluran tangannya.

Giselle tersenyum formal, lalu berjalan ke meja makan bulat. "Kau kenapa, Lee?" tanyanya sambil memandang Vivian.

"Apa?" Vivian mendongak dari komputernya dengan terkejut. "Aku kenapa? Aku tidak apa-apa."

Menggeleng, Giselle menarik pena yang ia kaitkan di kemejanya dan menulis sesuatu. Vivian mengerucutkan bibir. "Rambutmu. Apa kau punya masalah selama ini?" tanya Giselle lagi.

Fortune Cookie (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang