Sama seperti Matt, tentu saja Dad menganggap kemunculanku di danau besok malam adalah ide terburuk di dunia. Jadi, setelah menyerahkan kedua amplop dan menjelaskan bagaimana suratku ditemukan Manuel di teras sementara surat Celline diselipkan di sela-sela jendela kamarnya, lalu menjawab beberapa pertanyaan polisi—yang kemudian kuketahui ternyata adalah detektif—lainnya, kini aku kembali duduk di meja kerja.
Kabar baiknya, kata detektif polisi, James tidak tahu di mana letak kamarku.
Tentu saja hal itu tidak terlalu melegakan. Maksudku, mengingat di hari sebelumnya dia pernah berjalan di ruangan ini, dan tatapan menuntutnya yang seakan menyiratkan, "Kau adalah milikku, Ashley," dengan cara yang sama sekali tidak seseksi CEO posesif di sampul novel dewasa, aku yakin James bisa kapan saja muncul di balik jendela kamarku.
"Halo, bumi memanggil Ashley." Suara Vivian mengalihkan tatapanku dari jendela kantor. "Jadi tidak ada yang ingin kauceritakan pada kami?"
"Oh. James tampaknya terlibat kasus dengan ... um, Mr Drowen," jawabku seadanya.
"Dan kau yakin ini tidak ada hubungan dengan skandalmu dengan Mr Drowen?" Stella memberiku tatapan menuduh, tidak menyadari desisan Vivian yang menyuruhnya diam.
"Maaf?" tanyaku sambil mengernyit.
"Semua orang sudah tahu," kata Stella sambil menggulung rambutnya dengan pulpen. Dia tampak yakin sekali. "Kalau kau adalah simpanan Mr Drowen, lalu cowok kemarin adalah kekasih yang tidak ingin melepaskanmu, kemudian ketika James membelamu, kekasihmu tidak terima. Pasti ada baku hantam hebat, lalu cowokmu melapor polisi."
Aku menoleh pada Vivian, baru saja berpikir kalau kami akan tertawa bersama sebelum menyadari dari raut cemas cewek Asia itu, ternyata Stella tidak sedang bercanda. Well, aku juga tidak tahu bagaimana gaya bercanda Stella, tapi sekarang aku ingat kalau cewek itu hampir tidak pernah melucu.
"Karena itulah kata Heather kau masuk tanpa proses seleksi," kata Vivian, suaranya terdengar seperti bisikan seakan sedang menceritakan gosip.
Yeah, gosip tentangku.
"Lalu kau berada di jajaran bawah untuk memata-matai kinerja kami dan memutuskan siapa yang akan dipecat," tambah Vivian.
"Masalah tampaknya tidak sesederhana itu," geleng Stella, "karena kekasihmu—atau kayaknya mantan, aku tidak tahu, deh—itu adalah kekasih Celline Drowen juga, putri Mr Drowen."
Selama beberapa saat aku hanya bisa mengerjapkan mata dengan mulut setengah terbuka, bergantian menatap Vivian yang dari tadi bergerak tidak nyaman dan Stella yang terlihat sama yakinnya saat mengatakan warna lipstick merah marun membuatku tampak tua. Bahkan Natasha, yang memang jarang melontarkan kata apa pun, ikut memandangku serius seakan ikut menghakimi dalam diam.
Entah bagaimana mereka bisa menyimpulkan skenario itu, tapi rasanya begitu detail hingga aku hampir bisa membayangkan kisah itu benar-benar terjadi pada seseorang. Hanya saja itu bukan aku.
"Dengar, aku tidak tahu kenapa semua orang mengatakan ini, dan aku sudah lelah meluruskannya, tapi Justin bukan kekasihku. Atau mantan kekasih. Apalagi kekasih gelap," kataku tegas.
"Jadi, bagaimana dengan yang lain?" tanya Vivian. "Semua itu benar?"
"Dan aku bukan kekasih gelap siapa pun," tambahku. Sambil memijit pangkal hidung, aku meraih cangkir kopi yang sudah dingin.
"Tapi Susie bilang, Justin memanggilmu Ashley Drowen," kata Stella.
Ah, ya, tentu saja. Si pengacau.
Aku menghela napas sambil meletakkan kembali kopi yang tidak jadi kuminum, sadar bahwa tidak ada gunanya jika terus menyangkal identitasku. "Yeah, itu memang nama belakangku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fortune Cookie (End)
ChickLit(CHICKLIT-MYSTERY-comedy) Rate: 16+ (kissing scene, bad words, adult jokes) Ada tiga hal yang harus diketahui setiap orang di dunia. Pertama, kepingin bekerja di kantoran di usia 18 bukan berarti kau bosan hidup. Kedua, Fortune Cookie tidak bisa mem...