Kata-kata itu masih menggema di kepalaku saat aku berbaring di atas kasur malamnya, menatap langit-langit dengan televisi yang menyala tanpa berniat untuk kutonton. Tanpa menoleh, aku mengarahkan remote untuk mengganti saluran televisi saat layar persegi tipis di sampingku ini menayangkan adegan seorang ayah yang meminta maaf pada putrinya sambil tersedu.
Getaran dari sampingku membuatku meraih ponsel-setengah berharap bahwa itu Matt-dan berusaha tidak terdengar kecewa saat menyahut panggilan Mom.
Dia menangis heboh.
"Mom?" panggilku lagi, mulai menegakkan punggung dengan tegang.
"Ash Sayang," panggilnya, lalu menangis sebentar sebelum melanjutkan, "kau tidak akan percaya apa yang baru saja dilakukan Mike padaku."
"Ada apa?" Suaraku terdengar lebih keras, membayangkan segala hal buruk yang bisa dilakukan pacar Mom dan bersumpah kalau ia akan menyesal. Michael adalah laki-laki baik dan menurut pada Mom seperti peliharaan kesayangannya, tapi aku sudah membayangkan jika suatu saat ia akhirnya akan menunjukkan sifat aslinya, karena tidak mungkin seorang laki-laki yang belum pernah menikah menyukai wanita yang beberapa tahun lebih tua darinya dan memiliki putri yang hampir dewasa. Jadi inilah saatnya, ketika aku tidak ada di samping Mom, dan dia mengambil kesempatan.
"Kuharap kau bisa melihat ini. Astaga, seharusnya kita video call. Astaga, Ash, kau benar-benar harus melihatnya, karena ini benar-benar-"
"Dia memukulmu?" tebakku langsung.
"-indah."
"Tunggu, apa?" tanyaku bingung.
"Cincin ini, Sayang." Mom tetawa di sela-sela tangis kecilnya. "Kami akan menikah."
"Apa?" Semua kemarahan tak berdasar yang sempat muncul tadi mendadak lenyap, digantikan oleh kekesalan luar biasa pada Mom.
"Yeah, bisakah kau percaya itu?" pekiknya.
Aku memejamkan mata, membayangkan Mom dalam balutan gaun pengantin seksi-dia akan melakukannya-serta Michael berjalan di sampingnya, sementara aku menebar bunga di belakang.
Ini tidak benar.
"Apa kau yakin?" tanyaku hati-hati, mencoba tidak menyurutkan kebahagiaannya. "Maksudku, kalian terlalu ..."
Muda. Itu konyol, Mom sudah hampir pertengahan empat puluh. Tapi kata yang terpikir olehku hanya itu.
"Tua?" Mom berhenti menangis, dan terdengar sangat tersinggung. "Tahu tidak kalau Emma Thompson menikah lagi di usia empat puluh empat tahun?"
Jadi itu inspirasinya? "Bukan itu maksudku. Aku tidak merasa kalian siap untuk itu."
"Kami saling mencintai satu sama lain!" rengeknya, dan aku jadi merasa seperti orangtua cerewet yang tidak menyetujui calon suami pilihan putrinya. "Ayahmu menikah lagi, Ashley, kenapa aku tidak boleh? Ini tidak adil."
Aku hanya terdiam sambil menginjak kepala kelinci berwarna kuning di selop berbuluku. Mom benar. Jika Dad menikah lagi dan menanam benih diam-diam jauh sebelum mereka bercerai, aku tidak bisa melarang Mom menikah dengan pria yang membuatnya bahagia.
"Tentu saja kau boleh," kataku, menjatuhkan tubuh ke tempat tidur lagi, "tapi Michael tidak bisa mengurusmu, Mom. Carilah seseorang yang lebih tua. Ingat panci yang penyok?"
"Tahu tidak, Mike sudah bisa membuat pancake yang enak sekarang," belanya.
"Itu kan gampang."
"Terserah, Ashley." Mom menghela napas panjang-sesuatu yang jarang dilakukannya, kecuali sedang mengeluhkan Dad. "Aku tahu kau selalu mengkhawatirkanku. Sudah saatnya kau berhenti menganggapku sebagai putri kecil yang harus kau urus, Sayang. Aku sudah empat puluh dua dan bisa menjaga diri, oke? Astaga, banyak yang ingin kukatakan, tapi aku harus menyimpannya sampai hari pernikahanku nanti untuk menciptakan suasana haru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fortune Cookie (End)
ChickLit(CHICKLIT-MYSTERY-comedy) Rate: 16+ (kissing scene, bad words, adult jokes) Ada tiga hal yang harus diketahui setiap orang di dunia. Pertama, kepingin bekerja di kantoran di usia 18 bukan berarti kau bosan hidup. Kedua, Fortune Cookie tidak bisa mem...