"Jika kau masih menganggap aku dan Justin selingkuh atau semacamnya, aku sudah terlalu lelah memikirkan kalimat bantahan. Jadi mengabaikan fakta bahwa gaji bulan pertamaku akan dipangkas habis-habisan, aku akan duduk diam di sini dan mendengar segala ancaman ala ibu tiri sambil menghabiskan puding ini. Lalu masalah kita selesai," kataku datar pada Hannah yang masih sibuk membolak-balikkan kertas besar di mejanya.
Ruang kantor Hannah terletak di lantai dua sebuah toko pakaian wanita di pinggir kota, berukuran cukup luas dan nyaman dengan meja besar berbentuk siku penuh draf berserakan, terletak di depan dinding kaca miring yang menghadap jalan, lalu sebuah mesin jahit di tengah, tepat di seberang sofa hitam tempat kududuki, kemudian ada tiga manekin yang dibalut pakaian setengah jadi di sebelah sisi lain ruangan. Dalam kondisi normal, mungkin aku sudah tertarik setengah mati dengan proses pembuatan pakaian, tapi sekarang suasana hatiku tidak cukup mendukung. Satu-satunya hal yang paling menghibur adalah ketika salah satu pekerja memasuki ruangan dan meletakkan dua gelas puding besar yang dilumuri sirup dan es krim sebagai topping, masing-masing untukku dan Matt.
"Aku akan mengganti gajimu. Plus, aku tidak peduli apa yang terjadi di antaramu dan Justin," cetus Hannah dingin sambil melangkah ke sofa. Rok tipis berlapisnya melambai sempurna, membuatku ingin bertanya dari mana dia mendapatkannya, dan apakah mereka punya stok dengan ukuran pinggang normal. "Jika kau bisa mengambilnya dari Celline, itu justru lebih baik. Tapi bukan itu yang ingin kubahas."
"Lihat ini."
Hannah meletakkan tumpukan kartu di atas meja, lalu duduk di seberangku. Setelah terpesona oleh deretan gaun-gaun mewah yang dipajang di lantai bawah tadi, selama sesaat aku berpikir seharusnya Hannah memberiku katalog dan membiarkanku memilih salah satu untuk dibawa pulang. Tapi itu terlalu konyol untuk menjadi alasannya menyeretku ke sini di jam kerja.
"Kukira aku sudah mengatakannya dengan jelas pada Matthias bahwa aku tidak ada hubungannya dengan ini," kataku malas, tapi tetap mengambil hasil cetakan yang berisi screenshot surel masuk dengan nama pengirim nightpredatorx dari tiga hari yang lalu. Aku membaca pesannya. "Celline Drowen, aku punya seribu cara untuk meraihmu walau kau memblokir nomorku. Terus bersembunyi di dalam nama Drowen, sampai nama itu menenggelamkanmu (Drown). Pelan, tapi pasti."
Di bawah pesan tersebut terdapat gambar bunga mawar hitam yang kuyakini ia comot dari hasil penelusuran Google.
"Nice pun there," komentarku. Tanpa sengaja tatapanku bertubrukan dengan Matt yang duduk di kursi kayu berpelitur hitam di sudut. Dia nyengir.
Aku dan Matt tidak berbicara sepanjang perjalanan tadi—kurasa dia masih marah dengan plester besar yang menempel di dahinya—dan melihatnya tersenyum karenaku membuatku merasa agak lega.
"Celline Drowen—tunggu apa aku telah mengejanya dengan benar? Atau Celline Prietsley, yang memakai nama belakang ibunya, tanpa ayah sejak kecil, karena Hannah Prietsley adalah pelacur? Fufufu ... apa yang terjadi jika semua orang tahu kau bukan Drowen? Apa yang pacarmu pikirkan?" lanjutku membaca pesan di gambar lain. Lagi-lagi, ada gambar bunga mawar hitam sebagai penutup pesan.
Suara semburan tawa Matt mengalihkan perhatianku dan Hannah. "Maafkan aku," katanya pada Hannah sambil berusaha menetralkan wajahnya. "Kau lihat itu, Aunt Hannah? Ashley jelas tidak mungkin menulis pesan itu. Kedengarannya seperti kau mengetik pesan itu di Google Translate lalu mencoba menyuarakannya. Fufufu."
Hannah tampak kurang puas. Mereka tidak tahu, aku lebih tidak puas lagi. Matt memang membelaku, tapi aku merasa dipermalukan ketika dia meniru suara tawa yang kuucapkan—yang semakin terdengar aneh ketika dia mengulanginya—padahal yang kulakukan hanya membaca apa adanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fortune Cookie (End)
ChickLit(CHICKLIT-MYSTERY-comedy) Rate: 16+ (kissing scene, bad words, adult jokes) Ada tiga hal yang harus diketahui setiap orang di dunia. Pertama, kepingin bekerja di kantoran di usia 18 bukan berarti kau bosan hidup. Kedua, Fortune Cookie tidak bisa mem...