35

530 68 20
                                    

Yang sebenarnya terjadi.


















Yenan bingung sumpah.

Kenapa kehidupannya harus serumit ini?

Dikit-dikit pas sekolah, dia mikirin rumah. Mau makan mikirin keluarga. Mau tidur juga mikirin. Mau mandi mikirin juga.

Nggak, maksud dia teh mikirin sesuatu gitu lah. Jangan berpikiran musem kalian.

Okeh gini.

Kalo sebenernya ingin yang jujur, yenan tidak tau harus senang atau gelisah saat bertemu dengan papanya. Semuanya terlalu gamang buat dijelasin.

Yang jelas yenan sudah nggak sedekat itu dengan beliau semenjak sekolah menengah pertama kelas 1. Papanya udah nggak pernah membacakan dongeng horror pas mau tidur, nggak pernah ikut tamasya keluarga, nggak pernah lagi hadir di segala kegiatan sekolah yang berhubungan orang tua. Yang paling sering mengurusnya itu mamanya.

Yenan mengerti ayahnya lebih mendukung dirinya dibalik layar kehidupan yenan atau sekadar berperan pendukung, tapi yenan kayak pengen papanya berbuat lebih dari itu. Atau berubah ke masa kecil dulu kek.

Bukannya anak laki-laki tuh bakal lebih terbuka jika bersama papa?

Yenan benci banget kalo dia bilang merindukan sang papa. Hanya saja egonya berkata sebaliknya, dia kangen papanya yg dulu.

Yenan udah gak mengenali sosok hangat itu.

"Gimana sekolah kamu? Lancar?" Terlalu klasik dan ya membosankan. Namun, apa boleh buat selain melontarkan jawaban mengiyakan.

"Kenapa papa pulang? Ada bisnis di indonesia?" Yenan langsung to the point menanyakan soal pekerjaan.

Ya, yang papanya pikirkan hanya kerja, kerja, dan kerja.

Sampai rasanya yenan ingin berteriak, "Hidup papa kan gak cuma gak cuma kerjaan aja! Tapi ada istri sama anak semata wayangmu yang menunggu waktu untuk cerita!"

Tapi dia hanya ingin simpan rapat-rapat di dalam hatinya. Nggak ingin semakin larut atau bagaimana. Yenan berharap papanya bakalan peka.

"Gimana hubungan kamu sama yujin?"

"Kok yujin yang ditanyain? Papa gak nanyain kabar aku gimana pa?" Jawab yenan seadanya.

"Papa liat kamu baik-baik aja tuh."

Yenan memutar kedua bola matanya malas.

"Papa tau. Kamu lagi menjalin hubungan dengan salah satu pelayan sini, kan?"

"Dia punya nama pa," Jawab yenan dengan santai.

Jaewon hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Kemudian pria itu menghampiri anak semata wayangnya dengan penuh senyuman.

Jaewon sebenarnya tidak ingin menjadi orang antagonis di hubungan asmara anaknya. Tapi sesuatu yang lain mengharuskannya untuk ikut campur.

"Ya, papa tau soal itu. Tapi, yenan, kamu harus sadar kalau semua udah direncanain sejak awal, kan? Kita udah bikin perjanjian." Ucap pria itu dengan suara yang tenang.

Rahang yenan sedikit mengeras, dirinya tau papanya itu gak bakal tinggal diam untuk memberantaki seluruh rencananya itu.

"Kenapa papa gak pernah lepasin yenan? Let me make my own decision, pa. Aku udah ngelakuin ini itu, kayak yang papa minta. Plis, jangan ikut campur urusan pribadi aku."

"It's my duty to provide the best for my son." Jaewon memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celananya.

Yenan tertawa meremehkan. Tugas katanya? Yang terbaik katanya? Yenan merasa kalau selama ini ayahnya hanya memerintahkan bukan mengajari. Apa yang bagus dari itu? Yenan merasa muak jika dipaksa terus.

Maid ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang