37

464 71 8
                                    

[AYO DONG VOTE AND COMMENT BIAR AKU NAMBAH SEMANGAT!]












"Jadi di foto itu ternyata kakak?" Tanya jiheon mengangkat kakinya ke atas bangku.

Saat itu mereka ada di atas bukit, tempat pertama kali mereka menyatakan perasaannya satu sama lain. Yenan yang berkehendak menuju kesini. Sedangkan jiheon hanya menurut saja.

Sebenarnya dalam hati, jiheon sudah menerka-nerka. Apa yang ia lakukan setelah ini?

Bukankah tadinya ia merasakan sakit hati yang teramat sangat saat melihat kekasihnya berpelukan?

Namun, ia berpikir lebih tenang. Akan lebih baik, jika ia mendengar penjelasan yenan terlebih dahulu, meskipun sekelebat kejadian tadi membuat dirinya merasa tidak nyaman.

Terlebih lagi, jiheon mendapatkan fakta terbaru lagi.

"Jadi kamu yang bernama dila?"

Jiheon sedikit tersenyum, panggilan dila sudah lama sekali tak ia dengar. Dulu hanya teman masa kecil (sesaat) yang memanggilnya seperti itu, karena jiheon memang cadel. Dirinya merasa bernostalgia.

"Bukan dila, tapi dira. Waktu kecil aku dipanggil dira."

Jiheon menghela napasnya sesaat dan menatap pemandangan kota malam dari atas.

"Mama bilang, aku punya teman kecil. Umurnya terpaut 2 tahun. Aku lebih milih main sama dia dibandingkan sama bang ale. Maen kelereng sama dia, main pasir, rumah-rumahan, terus terkadang dia juga ngajak aku ke tempat agak jauh dari rumah sampai mamaku khawatir."

"Sampai suatu ketika... dia gak datang. Aku nunggu dia di tempat biasa kita main. Aku terus nunggu dan menunggu, sampai akhirnya aku nangis kencang. Kayak ada sesuatu yang hilang. Mama bilang, katanya temenku itu udah pindah ke jakarta dan gak akan kembali lagi."

"Aku sakit selama dua hari. Kemudian entah kenapa, aku udah lupa sama kejadian itu. Mama sempat bingung kenapa aku bisa ngelupain semuanya. Mungkin karena aku cuma anak kecil yang polos dan memori ingatannya pendek. Jadinya aku benar-benar lupa tentang anak itu."

Jiheon menoleh ke arah yenan yang memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Gadis itu hanya menatapnya dengan sendu dan bertanya,

"Jadi kak yenan, kenapa waktu itu gak bilang selamat tinggal ke aku?"

Memori diotaknya seakan membawa dirinya ke kenangan masa lalu. Sebenarnya waktu itu, dirinya sempat menangis karena kepindahan keluarganya yang sangat mendadak itu. Yenan hampir saja kabur jika saja tidak dicegah oleh ayahnya.

Yenan sebenarnya ingin mengucapkan sesuatu kepada jiheon. Bukan ucapan selamat tinggal, melainkan ucapan sampai jumpa lagi.

Yenan berkata itu dalam hatinya.

"Aku ingin, tapi tak sempat. Sebenernya aku pengen banget nyamperin kamu, tapi waktu yang gak ngasih aku kesempatan,"

"Semua orang benci dengan kata selamat tinggal, jiheon."

Dengan perasaan yang teramat berat sekali menghantam dadanya, yenan berusaha untuk tidak kembali ke memori buruknya itu. Entah kenapa, suatu takdir ia bisa menemukan gadis itu lagi.

"Apa yang kak yenan pikirkan saat aku gadis kecil yang kak yenan cari?"

Yenan menggigit bibir dalamnya sambil bergeming. Apa yang ia pikirkan? Tentu saja senang. Tapi, bukan itu jawaban yang ia cari, terlalu gamblang dan transparan.

"Aku gak tau. Mungkin kamu jodoh aku?" Yenan terkekeh setelahnya.

Jiheon hanya tersenyum tertahan dan masih memegang kakinya untuk ia rapatkan ke badannya.

Maid ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang