EMPAT BELAS

2K 344 18
                                    

*Memori 25 tahun lalu*

Almeera... Gadis mungil berseragam putih abu itu, berdiri di depan gerbang, memegang payung diantara rintik hujan.

"Ya ampun Meer, kamu masih nunggu disini? Aku bilang, nggak usah. Lagian, aku dijemput supir."

Renald tidak mengira Almeera masih berdiri menantinya. Padahal sudah jam empat lewat. Tadi dia baru selesai rapat dengan Komite sekolah untuk menentukan kontingen yang akan berangkat Olimpiade Sains.

"Aku nggak mau Kakak kehujanan."

Almeera berjinjit memayungi kakak tingkatnya, menuju tempat parkir. Gadis bodoh... Jelas-jelas Renald yang lebih tinggi, dia akan kebasahan jika Almeera yang memegang payungnya.
Renald mengambil alih dan memayungi Almeera. Gadis itu berulangkali meminta maaf.

"Makasih sudah antar sampai sini. Ini uangnya... "

Almeera mengernyitkan dahi. Renald memberikan lagi, selembar uang limapuluhribu ke genggamannya.

"Ini untuk apa? Aku kan sudah bilang nggak mau. Aku bukan ojek payung."

Almeera mengembalikan uang itu. Semula Renald mengira gadis ini hanya menunggu dirinya setiap pulang sekolah. Tapi ia salah. Almeera tidak hanya menawarkan payung untuknya. Dia bahkan menawarkan payungnya untuk tukang rujak keliling yang biasa mangkal di depan sekolah.

Mang Kimin, demikian Renald memanggilnya. Usianya sudah tujuhpuluh tahun tapi masih hobi jualan. Entah kemana anak-anaknya, sampai setua itu dia masih harus mencari nafkah. Almeera duduk di halte sambil menunggu hujan reda. Dia sesekali mengayun kaki sambil membaca buku.

Renald hampir setiap sore melewati halte tanpa berhenti untuk sekedar menawari Almeera ikut mobilnya. Tapi saat gadis itu tiba-tiba tidak muncul di pintu gerbang ataupun di halte, batinnya mencari.

Ah... Itu dia Almeera dengan tas ransel bergambar Princess Disney Aurora, dan rambutnya yang dikuncir dua. Dia lebih terlihat seperti anak SMP dibandingkan anak kelas 1 SMA.

Kali ini Renald yang menunggu kelas satu bubaran.

"Meer, tumben nggak bawa payung."

Suatu kemajuan, Renald menegur Almeera lebih dulu.

Gadis itu menatap dengan mata coklatnya yang bulat. Renald baru memperhatikan dari dekat. Almeera memiliki bulu mata yang lentik. Hidungnya mungil dan ada lesung pipi di sebelah kanan.

"Payungku rusak, Kak." Gadis itu tersenyum memperlihatkan giginya yang berbaris rapi.

"Ooh.. Mungkin itu cara Tuhan meminta kamu libur nawarin payung. Lagian, ngapain sih saingan sama Ojek payung. Kayak kurang kerjaan aja."

Almeera menatap hujan. Renald tanpa sadar menikmati pemandangan manis di sebelahnya.

"Aku cuma bisa shodaqoh ini saja, Kak. Supaya sakit Ayahku cepat sembuh. Ayah sakit stroke sudah dua tahun. Cuma bisa duduk di kursi roda, sampai sekarang belum bisa berjalan. Bunda sudah lama wafat. Di rumah hanya ada aku dan Tante. Kakakku kuliah di luar kota menyelesaikan S2nya."

"Lalu... Ayahmu nggak bekerja? Biaya hidup kamu sehari-hari gimana."

Renald mulai tertarik dengan kehidupan Almeera.

"Tetangga sebelah rumahku buat kue. Aku bantu jual, titip di kantin sekolah. Kakakku kuliah sambil mengajar. Tiap bulan selalu kirim uang bulanan. Alhamdulillah cukup."

Ya Tuhan... Renald tidak bisa membayangkan wajah yang selalu menyapa dengan senyum, ternyata menyimpan kisah duka di baliknya.

"Mulai hari ini, kamu pulang sekolah bareng Kakak aja ya. Lebih irit ongkos juga. Uangnya bisa ditabung. Oya, nanti lulus SMA, kamu mau lanjut kuliah dimana. Kalau kamu mau, perusahaan Papa membuka beasiswa."

AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang