Lelaki itu membuka laci meja kamar privasi miliknya. Ia meraba sebuah foto dengan warna kecoklatan di tepinya. Sudah lama sekali... Foto saat mereka menyusuri kebun teh bersama. Setahun sebelum Aluna menikah dengan lelaki pilihan orangtuanya.
Ia terpaksa memilih perempuan lain untuk menjadi Ibu anak-anaknya. Ia belajar membangun cinta dari awal, meskipun belum sepenuhnya melupakan Aluna.
Anindya... Wanita baik itu sedikit demi sedikit berhasil mengobati luka di hatinya. Mereka bertemu di pesta pernikahan Marlo, saudara sepupunya. Anin adalah sahabat istri Marlo. Dari perkenalan yang tidak berlangsung lama, mereka memutuskan untuk menikah.
Ia seperti hendak membalas rasa sakit hati. Apalagi saat mereka kembali dipertemukan di Jakarta. Begitu kontras kondisi mereka. Di lobi hotel ia melihat Aluna menemani suaminya menerima penghargaan sebagai guru teladan. Aluna memakai hijab dengan kebaya yang membalut tubuhnya yang mungil. Pemandangan kala itu masih sangat langka melihat perempuan menutupi kecantikannya dengan kain kerudung.
Aluna datang bersama suaminya dengan motor bebek yang terlihat usang. Tapi dia terlihat bahagia. Sementara seorang Renaldi menggenggam jemari Anin yang tampil mempesona dengan batik hasil perancang kenamaan. Setahun mereka menikah dan ia telah menimang putra kembar.
"Selamat Aldi, aku dengar istrimu melahirkan bayi kembar. Semoga menjadi anak-anak yang sholeh. Do'akan kami segera menyusul."
Perempuan itu mengucapkan dengan tulus namun justru ia tidak suka. Rasa cinta yang dulu bersemayam, kini berubah menjadi benci. Ia berdo'a semoga Aluna tidak mempunyai anak dengan suaminya. Ia tidak akan sanggup membayangkan seseorang memanggil Ayah dan itu adalah buah cinta Aluna dengan orang lain, selain dirinya.
Bersama Anindya, Renaldi berusaha melupakan Aluna. Usia pernikahan mereka mencapai bilangan duapuluhtahun ketika Anin pergi meninggalkannya. Anin sering mengeluh cepat capek dan pegal di seluruh persendian. Berat badannya turun dalam tiga bulan terakhir, namun luput dari perhatiannya.
Ketika ditemukan pingsan di rumah dan dibawa ke rumahsakit, dokter mengatakan kemungkinan istrinya sakit leukemia. Sel darah putih Anin naik diatas 150.000, padahal normalnya hanya 4000 sampai 10.000. Sementara Hemoglobin dan trombositnya menurun. Untuk memastikan diagnosa, dokter akan melakukan pemeriksaan sumsum tulang.
Selama sepuluh hari mereka bersama, masih berbincang dan Anin terlihat bersemangat menunggu hasil biopsi yang akan keluar beberapa hari lagi. Renaldi merebahkan kepalanya di atas pangkuan Anin. Istrinya membelai kepalanya lembut, seakan ini kali terakhir mereka bertemu.
"Aluna... Bagaimana kabar dia, Pa?"
Lelaki itu tersentak. Sungguh ia sudah lama melupakan nama itu. Sekalipun sulit.
"Aku sudah tidak tahu lagi bagaimana kabarnya." ia mengelak.
Anin mencoba tersenyum meski dalam hati ia sedikit cemburu pada Aluna. Mereka sama-sama kaum hawa. Sakit mengetahui bahwa telah lama mereka menikah, tapi Renaldi masih menyimpan foto yang tidak sengaja ditemukannya di dalam laci meja.
"Papa tidak pandai berbohong."
"Aku sedang tidak ingin membahas. Kita fokus pada kesehatan Mama. Oke..."
Renaldi mencium kelopak mata istrinya yang mulai basah.
"Ma, maaf Papa tidak bisa. Akan sangat menyakitkan jika harus sering bertemu dengan Amir dan istrinya hanya karena Renald menikah dengan Almeera."
Anin menggenggam jemari Renaldi, erat. Dia ingin cinta suaminya hanya untuk dirinya saja.
"Sebulan lalu kami makan siang bersama. Renald mengajak Mama bertemu Almeera. Dia anak yang baik. Meski yatim piatu, tapi Kakak lelakinya dan juga Aluna mendidik dengan baik. Mama melihat binar bahagia setiap Renald menatap Almeera. Sama seperti ketika Mama melihat Papa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora
RomansaAurora itu nama tokoh Sleeping beauty yang cantik dan mudah tertipu nenek sihir jahat hingga jarinya tertusuk jarum. Aurora yang ini beda, dia nggak sesempurna Sleeping Beauty, beda banget malahan. Meski sama-sama polos, Aurora belum pernah jatuh ci...