Langkah kaki gadis berhijab jingga itu terhenti menatap sosok lelaki di atas kursi roda. Hatinya seperti merasa bersalah. Seolah dia bersolek untuk seseorang yang belum halal menjadi suaminya.
Tak sejalan dengan pemikirannya, wajah Ayah justru terlihat sumringah melihat Rara dan Bunda keluar dari kamar.
Kedua orangtua lelaki itu pun, mengukir senyum yang sama, seperti puas menilai penampilan gadis itu dari kepala sampai ujung kaki. Haikal juga terpana melihat Rara. Lelaki itu masih menggunakan kursi roda, mungkin karena masih masa pemulihan paska operasi tulang belakang.
"Rara... Duduk disini, Nak."
Ayah memanggil Rara untuk duduk di dekatnya. Rara mencium punggung tangan kedua orangtua Bang Haikal. Dia tidak mengerti mengapa lelaki ini dan orangtuanya datang ke rumah beramai-ramai.
"Nak Rara... Maksud kedatangan kami kesini adalah ingin melamar Nak Rara."
Detak jantung Rara berdebar kencang. Dia seolah tidak siap mendengar apapun. Bagaimana mungkin dia dilamar sementara pernikahan Bang Haikal dan Kak Haura akan berlangsung bulan depan.
Dari pertemuan siang itu, mengalir cerita tentang Orangtua Kak Haura yang mendadak memutuskan tidak jadi menikahkan putrinya. Mereka masih belum bisa menerima kenyataan dan menuding Haikal menjadi penyebab kecelakaan putrinya.
Meski keduanya kini telah pulang dari rumahsakit dalam kondisi sehat. Tapi usai menjalani serangkaian operasi kepala, Kak Haura trauma. Bahkan luka robek di bagian wajah, masih menimbulkan bekas yang menurunkan rasa percaya diri seorang perempuan yang akan menikah.
"Kami sudah menyebar undangan pernikahan dan tidak mungkin membatalkan. Kami meminta dengan rendah hati, kesediaan Nak Aurora menjadi istri bagi putra kami."
Bang... Kenapa Abang diam saja. Rara menatap Bang Haikal yang tampak menunduk. Mengapa harus orangtua Abang yang meminta. Mengapa bukan Abang yang berbicara.
"Rara Sayang, dari awal Ayah mengenalkan Haikal dengan kamu. Haikal dan orangtuanya sudah mengetahui latar belakang keluarga kita. Ayah Haikal adalah teman karib Ayah, sewaktu kami S2 di Surabaya. Mereka bisa menerima kalau kelak kalian menikah disaksikan oleh wali hakim."
Seketika itu bahu Rara berguncang. Rasanya dia ingin marah mendengar penjelasan Ayah. Berarti sudah lama Bang Haikal mengetahui rahasia hidupnya. Sementara Ayah baru memberitahu dirinya dalam hitungan minggu. Rara benar-benar terluka mendengarnya.
Bunda menyadari hal itu.
"Ra... Maafkan Ayahmu ya Nak. Ayah ingin Rara mendapatkan suami yang baik." bisikan Bunda tidak mampu mengobati kesedihan Rara.
Rara menahan air mata. Sungguh di saat seperti ini, dia seolah ingin berlari dan memeluk sosok Ayah kandungnya. Dia tahu maksud Ayah baik, mencarikan calon suami yang terbaik untuknya. Tapi kali ini dia ingin memutuskan sesuatu menurut kata hatinya.
Wajah dokter Renald dan juga wajah Reyga bermunculan di benaknya.
Ya Allah... Rara mesti bagaimana. Wajah gadis itu berubah pucat.
"Bagaimana pun, keputusan tetap kami serahkan ke Rara, putri kami. Karena dia yang akan menjalani semua ini nantinya." Ayah menyimpan berjuta harapan pada putrinya.
Rara memberanikan diri untuk memulai berbicara. Jujur, dia takut setelah tamu Ayah pulang, Ayah akan kembali memarahinya. Tapi dia harus mengatakan ini. Bukankah perempuan juga memiliki hak untuk menolak ataupun menerima pinangan seorang laki-laki.
"Ra... Kalau saya bisa menemukan Ayah kandung Rara dan beliau bersedia menjadi wali nikah, Rara mau kan istikhoroh lagi, terhadap lamaran Kakak?"
Rara memejamkan mata, mencoba mengingat kembali sisa percakapannya dengan Kak Reyga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora
RomanceAurora itu nama tokoh Sleeping beauty yang cantik dan mudah tertipu nenek sihir jahat hingga jarinya tertusuk jarum. Aurora yang ini beda, dia nggak sesempurna Sleeping Beauty, beda banget malahan. Meski sama-sama polos, Aurora belum pernah jatuh ci...