Bagian keduapuluh tiga

1.4K 256 30
                                    

Hyunjin mendudukan dirinya di aspal yang kotor. Nafas nya terengah, 30 menit berlari cukup membuat kepala nya mendadak pusing, mengingat ia baru saja sadar pagi tadi dari koma nya.

Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Menghela nafas lega saat mengetahui jika orang yang dihindarinya itu tidak ikut mengejarnya.

Hyunjin beranjak dari duduknya, ia di gang sempit omong-omong. Maka pandangan aneh lah yang diterima Hyunjin saat dirinya keluar dari gang sempit itu.

Hyunjin melihat pantulan dirinya di kaca sebuah toko baju. Rambut acak-acakan, wajah yang pucat dan masih memakai baju rumah sakit dan tidak memakai alas kaki cukup membuat Hyunjin berfikir jika ia seperti orang gila.

Hyunjin menghela nafas lelah. Ia bingung, ia tidak mungkin kembali ke rumah sakit setelah membuat ricuh satu rumah sakit.

Hyunjin akhirnya memutuskan untuk berjalan tidak tentu arah tanpa alas kaki. Tatapannya kosong, membuat siapa saja yang melihatnya iba sekaligus takut.

"Gue harus kemana" gumamnya pelan. Hyunjin meremat rambutnya kasar. Matanya memanas, bibirnya bergetar menahan tangis.

"Hyunjin gaboleh nangis. Masa pangeran nya papa nangis"

Hyunjin berhenti meremat rambutnya saat suara sang ayah menerpa indra pendegarannya. "Pa--pa?" Gumam Hyunjin terbata.

"Papa Hyunjin takut pa hiks"

Runtuh sudah pertahanan Hyunjin. Tubuhnya merosot di trotoar, ia menangis sejadi-jadinya. Hyunjin bahkan tidak peduli dengan orang-orang yang menatap nya aneh. Hyunjin hanya lelah, lelah dengan semuanya.

Hyunjin lelah, lelah dengan hidupnya. Ia kembali meremat rambutnya saat sekelebat kenangan antara ia dan kedua orangtuanya bermain dikepalanya.

"Hyunjin, liat papa bawa apa buat Hyunjin"

"Bawa apa emang pa?"

"Taraaaaa papa beliin Hyunjin sepatu baru"

"Asiikk"

"ARGHHHHHH" tangisan pilu itu terus mengalun di trotoar yang ramai. Beberapa orang lebih memilih menjauh dan beberapa orang lain menatap nya dengan iba. "Hyunjin takut pa" gumam Hyunjin. Matanya bergerak gelisah. Kaki nya ia tekuk untuk menyembunyikan wajahnya.

Hampir 60 menit Hyunjin berada di posisi seperti itu. Lambat laun tangisannya mereda. Hyunjin kembali berdiri dari duduknya dan melanjutkan perjalanan tak tentu arahnya dan masih tanpa alas kaki.

Pandangannya mengedar, dan tatapannya jatuh di suatu gedung. Butuh waktu untuk Hyunjin mencerna apa yang ia lihat.

Maka saat Hyunjin berhasil mengetahui apa yang ia lihat. Ia tersenyum bangga.

"Gue tau. Gue tau harus kemana" gumamnya



















Soobin berjalan lambat menuju ruangan sang dokter. Beberapa menit setelah berita kematian Dr. Chris menyebar, rumah sakit yang tenang kembali menjadi ricuh. Para perawat dan resepsionis tak kuasa menahan tangisnya saat jenazah Dr. Chris dibawa oleh perawat lainnya. 

Kondisi yang sangat mengenaskan. Perut terbuka dan darah disekujur tubuh lah yang menyapa para perawat saat membuka ruangan sang dokter. Banyak perawat yang tidak menyangka dan banyak perawat yang menduga jika Dr. Chris dibunuh secaa sadis diruangannya.

Cklek

Langkah Soobin terhenti diambang pintu ruangan Dr. Chris. Tampak berantakan walaupun bercak darah sudah dibersihkan beberapa menit lalu. Hanya saja Soobin memang sengaja untuk datang ke ruangan dokter yang cukup dekat dengannya ini.

Rahang Soobin mengeras saat kakinya tidak sengaja menginjak stetoskop sang dokter yang tergeletak begitu saja dibawah dengan noda darah dimana-mana.

"Siapa yang tega melakukan ini padamu dok" gumamnya pelan. Tangannya mulai untuk membereskan beberapa barang yang terjatuh. Hingga matanya menangkap kertas usang dibawah kaki meja, kertas putih yang berlumuran bercak darah itu menarik perhatian Soobin.

"Ini apa?"

Soobin membalik kertas itu, sebuah kalimat tertulis disana. Ia hafal dengan tulisan ini, tulisan Dr. Chris.

Soobin sedikit menyipitkan matanya untuk membaca satu kalimat yang tidak terlalu panjang itu. "Ck, kacamataku kemana sih" rutuknya.

Karena Soobin memang tidak bisa membaca tulisan kecil tanpa kacamata. Dan ia cukup menyesal saat mengetahui jika kacamata nya sengaja ditinggal diruangannya.

Soobin berdecak sebal. Ia berniat untuk membaca kalimat itu di ruangannya saja.

Itu memang niat awalnya.

Jika saja sebuah benda tajam tidak hinggap begitu saja di lehernya.

Soobin menelan ludah nya kasar. Ia tidak bisa membayangkan jika benda tajam didepannya ini akan menggores leher nya jika ia bergerak sedikit saja.

Soobin menutup matanya rapat. Tangannya mengepal erat, sungguh ia hanya berharap seseorang membuka pintu ruangan Dr. Chris sesegera mungkin.

Tapi itu hanya harapan.

Nyatanya, Soobin ambruk saat dirinya merasa benda tajam itu benar menusuk lehernya.

"Cih. Lemah sekali"



























BRAK!

"DOKYEOM! NGAGETIN AJA!" omel Woozi selaku kepala perawat di rumah sakit itu.

Seakan tidak peduli dengan teriakan kepala perawat. Dokyeom menatap satu persatu teman-temannya. "Soobin dibunuh"

"APA?!"

BRAK!

Tolong ingatkan Woozi untuk memarahi dua perawat yang seenaknya membuka pintu dengan anarkis seperti itu.

"Ini ada apa lagi?" Tanya perawat yang bernametage Ren itu.

"Ada mayat di toilet laki-laki"

"APA?!"






























Karena nyatanya rumah sakit kembali dibuat ricuh dengan berita kematian Soobin diruangan Dr. Chris. Dan penemuan mayat laki-laki di toilet.

"Kamu tau siapa nama mayat laki-laki itu?" Tanya woozi pelan.

"Aku sempat liat kartu pelajar dia"

"Namanya siapa?"







































"Lee Felix"


























Hehe ^^

Please vote and comment

Next?

"Hello" || SKZ × DREAM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang