Bagian kesembilan

1.8K 343 27
                                    

"Dek, cepetan nanti kita telat"

"IYA KAK SEBENTAR"

"Kebiasaan kalau milih baju lama banget" gerutu sang kakak.

"Hehe i'm sorry" sang adik hanya terkekeh mendengar gerutuan kaka nya tadi.

"Yaudah ayo berangkat"

"Kak? Kita gak naik mobil kaka?" Sang adik bertanya. Seingatnya kaka nya ini memiliki mobil peninggalan ayah dan bunda mereka.

"Engga, lagi pengen naik bus sama adek aja. Takutnya gak ketemu lagi"

Dahi sang adik mengernyit bingung. "Maksud kaka apa? Gak ketemu gimana? Kaka mau ke australia lagi? Ninggalin aku sendiri disini?" Rentetan pertanyaan sang adik hanya dibalas dengan kekehan sang kakak.

"Ish kaka kok ketawa sih?" Protes sang adik

"Udah kita naik bis dulu aja. Kamu kebanyakan ngomong sampe gak sadar kita udah di depan halte. Cepet naik" titah sang kakak. Mendengar itu sang adik hanya bisa mencebikan bibirnya kesal.

"Udah nih kita udah naik dan juga udah duduk. Coba jelasin apa maksud kaka tadi?"

"Kamu hati hati kalau kaka ga ada ya?" Entah kenapa ucapan sang kaka membuat sang adik yang duduk disebelahnya tidak enak hati.

"Kaka mau ke australia? Ninggalin aku disini? Setelah kepergian bunda sama ayah kaka juga mau pergi?"

"Kaka ga akan ke australia dek"

"Terus pergi kemana kak?"

"Eh, udah sampe, ayo kita turun" lagi sang kakak mengalihkan pembicaraan nya.

"Ck. Kaka kalau ngomong tuh yang jelas dong"

"Udah nanti lagi cerita nya, kita udah sampai. Senyum dong katanya mau ngerayain ulang tahun Chenle"

"Iya iya" sang kaka hanya terkekeh melihat kelakuan adik nya yang menghentak hentakkan kaki menuju pekarangan luas salah satu temannya dan juga teman adik nya.

"Happy Birthday to you"

"Happy Birthday to you"

Nyanyian itu terdengar saat kaka dan adik yang sempat bertengkar kecil itu memasuki ruangan. "Udah sana gabung sama yang lain" Titah sang kaka.

"YUHU CHENLE HAPPY BIRTHDAY" suara teriakan itu membuat suasana mendadak ramai. Sang adik bisa melihat dari kejauhan jika sang kaka sedang memukuli kedua temannya ini karena terlalu berisik. "Kak maksud kaka apa sih tadi?" Gumamnya. Entah kenapa mood nya mendadak hilang ketika ucapan sang kaka di bus tadi terngiang.

"Jaemin, aku ke toilet bentar ya"

"Iya jangan lama, pesta nya mau dimulai"

Bohong. Sebenarnya itu hanya alasan, niat awal nya adalah mencari sang kaka yang mendadak menghilang. Kaki nya terus melangkah menjauhi kerumunan. "Kak?" Panggil nya. Tangannya merogoh ponsel yang ada di saku kanan celana jeans nya, mendial nomor sang kaka berharap panggilannya diangkat.

"Ck. Kaka kemana sih?!"

Cklek

"Loh mati lampu?"

Teriakan demi teriakan masuk ke gendang telinga nya. Ia tau itu teriakan teman-temannya.

"Arghh"

Teriakan itu terdengar, Ia hafal suara ini, ini suara sang kaka. Tapi? Kenapa seperti suara orang yang sedang kesakitan?

"KAK?"

"Say goodbye Mark Lee" mendengar nama sang kaka disebut sukses membuat nya menegang di tempat. Tapi bukan hanya itu, suara yang memanggil kaka nya itu terdengar familiar di telinganya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Kaka nya dalam bahaya dan ia harus menolong nya.

Dengan bantuan flash dari ponsel pintar nya, kaki nya berjalan mendekati asal suara itu.

Kriet

Pintu coklat itu terbuka, ia yakin suara tadi berasal dari sini. Tapi matanya tak menangkap apa apa diruangan ini, dengan langkah gontai dan pikiran berkecamuk ia menutup pintu itu kembali. Memilih untuk menjauhi tempat itu dan bergabung kembali dengan teman-temannya.

Ia tidak tau, jika saja ia mendorong pintu itu untuk terbuka lebih lebar. Ia bisa menyelamatkan kaka nya yang sedang merintih kesakitan.

Tapi kenyataannya penyesalan selalu datang terlambat

Cklek

Lampu kembali menyala , dan itu membuatnya sedikit lega. "Syukur deh kalau udah nyala" . Niat untuk kembali mendial nomor sang kaka terhenti ketika teriakan Hyunjin menggema di telinganya.

"OH MY GOD , liat diatas" Refleks semua orang disana melihat ke atas. Dan betapa terkejut nya

"MARK??!!"

































"KAKAK"

Felix terbangun dari tidurnya. Dada nya naik turun, keringat dingin meluncur deras di pelipis nya. Mimpi yang sama , mimpi yang datang terus menerus. Tentang kematian sang kaka yang mengenaskan.

Tangannya meraih foto di meja nakas. Foto dirinya dan sang kaka. Air mata nya turun. Felix menangis, ia menyesal sungguh, andai Felix tau jika sang kaka dalam bahaya, ia tak akan datang ke pesta ulang tahun Chenle.

Andai semuanya bisa diulang kembali.

Andai Felix tidak memaksa sang kakak untuk menemani nya ke pesta ulang tahun Chenle

Andai

Andai

Dan semua andai itu hanya angan angan belaka. Semuanya terlambat, semuanya sudah terjadi.

"Kak maafin Felix" Felix meremat bingkai foto itu erat. Kehilangan kedua orang tua di umur 5 tahun sudah membuat hati nya perih. Ditambah kehilangan sang kaka yang menggantikan kedua orang tuanya membuat Felix kembali terpuruk.

Mata Felix kembali memanas. Air muka nya berubah menjadi geram, tangannya yang masih memegang bingkai foto itu terkepal.



























































"Han jisung kamu harus membayar semuanya"

































Tok

Tok

Tok

"Ck. Siapa sih ganggu"

Cklek

"Siapa?"

"Hello Park Jisung"

Jisung menatap orang didepannya ini penuh selidik. Orang asing di depannya ini nampak aneh dengan pakaian serba hitam.

"Anda memakai baju hitam-hitam tapi tidak ada yang meninggal disini, sepertinya anda memang sedang salah rumah tuan" Jisung hampir saja menutup pintu rumah nya jika saja orang di depannya ini tidak mengucapkan sesuatu yang membuat Jisung refleks melirik jam dinding

Jam 10?

Kematian Mark? Kematian Seungmin? dan kematian Renjun mereka semua dibunuh tepat jam 10.

Jisung menegang, matanya menatap orang asing didepannya kini yang sudah mengacungkan pisau. Nafas nya tercekat, pelipis nya sudah basah dengan keringat.














































"Jadi jisung? Ayo bermain"






















Please Vote and Comment
Next?

"Hello" || SKZ × DREAM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang