Koridor rumah sakit tampak lengang. Jam menunjukan pukul 22.45, dimana dokter dan suster yang memang kebagian jaga malam lebih memilih diam di ruangan nya dibanding di kamar pasien. Karena hampir seluruh pasies sudah terlelap karena pengaruh obat atau memang kelelahan.
Drap
Drap
Drap
Suara langkah kaki itu menggema di lorong rumah sakit yang lengang. Tidak ada yang menyadari kedatangan nya, karena dua resepsionis sibuk mengobrol untuk menghapus rasa kantuk yang mendera.
Orang itu semakin mempercepat langkah nya saat ruangan yang ia tuju sudah dekat. Tangannya terangkat untuk memasang topeng yang memang sedari tadi di genggam nya. Rumah sakit ini memiliki cctv omong-omong dan orang itu tidak bodoh untuk memakai topeng di area rumah sakit. Bisa-bisa ia ketahuan.
Kriet
Pintu itu terbuka perlahan, matanya menangkap tubuh Jeno yang terbaring di risbang dengan seringaian yang melebar. Tangannya kembali menutup pintu , langkah kakinya mendekat ke arah Jeno yang sedang terpejam.
"Lee Jeno, kasihan sekali dirimu haha" gumamnya pelan. Tangannya merogoh benda yang sempat disembunyikan di kantung celana nya.
"Bye jeno"
Tuk
Selang infus oksigen itu terputus begitu saja, ia tersenyum saat dilihatnya Jeno yang mendadak merasa sesak dan mulai bergerak gelisah.
Belum puas, orang itu kembali mengarahkan pisau nya untuk memotong nadi di pergelangan tangan Jeno. Sayatan demi sayatan dilukis di pergelangan tangan, lalu sayatan itu beralih pada leher terus seperti itu hingga nadi lehernya akhirnya terputus.
Sukses. Nadi terpotong dan gerakan Jeno perlahan melemah, karena banyak nya darah yang keluar dari pergelangan tangan dan juga leher.
"Mungkin hari ini adalah hari keberuntungan mu Jeno, kau tidak digantung maupun di ambil organ tubuhnya olehku. Sebenarnya ini bukan gayaku, membunuh orang dengan hanya memotong nadi dan memberi luka sayatan di leher, itu klasik" gumamnya pelan. Ia kembali mengangkat selimut Jeno hingga leher, menutupi darah yang terus mengalir.
Setelah itu, mata nya menangkap tiga anak laki-laki yang sedang tertidur pulas di sofa. Ia tersenyum remeh.
"Tiga manusia bodoh yang menjaga mu ini tidak berguna Lee Jeno"
Langkah kaki nya kembali membawa nya ke hadapan pintu, sedikit mendorong nya dan pada akhirnya ia keluar setelah membuka topeng nya dan memasukkan kembali pisau nya.
BRAK
"DOKTER , DOKTER"
Teriakan itu menggema di ujung lorong rumah sakit pagi ini. Pagi yang seharusnya nyaman dan kondusif berubah menjadi ricuh karena teriakan seseorang dari salah satu ruang rawat yang engsel pintu nya sudah rusak karena di banting.
Suara derap langkah kaki bertubrukan, dokter dan juga dua suster yang menemani menghampiri orang yang membuat pagi mereka ricuh.
Setelah masuk ke dalam, dokter yang memang memeriksa Jeno mengambil beberapa peralatan medis.
"Bagaimana bisa selang infus oksigen ini terputus?" Tanya sang dokter. Disebelah nya suster yang berperawakan tinggi itu dengan cepat mengganti selang infusan oksigen.
"Kami tidak tau dok" ucap Jeongin.
Sang dokter hanya bisa menghela nafas. "Kalian sebaiknya tunggu diluar" titah sang dokter.
"Kamu sih! Pake acara ngajak nonton film sedih segala, jadi kan ketiduran" protes Jeongin setelah keluar dari ruang rawat Jeno
"Gaada korelasi nya Jeongin" balas Chenle tak terima.
"Udah-udah ini semua tuh salah kita yang ketiduran" Haechan menanggapi.
Mereka dilanda cemas. Tidak mungkin bukan pembunuh itu datang ke rumah sakit lalu membunuh Jeno?
Tring
Tring
Tring
Lamunan Haechan buyar saat ponsel nya berdering cukup kencang. Ia merogoh saku celana nya. Mata nya menyipit kala melihat siapa yang menelpon pagi pagi seperti ini.
Felix is calling
Buru buru Haechan mengangkat nya. Karena perasaannya mendadak tak enak.
"Halo?"
"Halo haechan , kamu masih dirumah sakit?"
"Iya, ada apa?"
Terdengar helaan nafas dari seberang sana. Perasaan Haechan semakin tak enak.
"Haechan, Jaemin dibunuh"
Sukses. Haechan sukses terdiam ditempatnya, ponsel nya masih ia tempelkan di telinga kiri nya.
Cklek
"Dok gimana kondisi temen saya dok?" Jeongin bersuara diikuti Chenle dibelakangnya.
Sang dokter menghela nafas panjang. Tangannya ia ulurkan untuk memegang bahu Jeongin dan juga Chenle.
Haechan yang diam di posisi merasakan mata nya memanas. Perasaan nya tidak karuan. Sampai dimana sang dokter mengatakan sesuatu, tubuh Haechan merosot kebawah. Begitu pula dengan Jeongin dan Chenle yang menangis begitu keras seraya memegang lengan sang dokter.
"Maaf, teman anda tidak bisa kami selamatkan"
PLEASE VOTE AND COMMENT
NEXT?
KAMU SEDANG MEMBACA
"Hello" || SKZ × DREAM ✔
Mystery / Thriller[Finish] Walaupun book nya udah selesai, jangan lupa tetep vote and comment ya ^^ 《Setiap malam tepat di pukul 22.00 , ia datang , mengucapkan salam ceria kepada siapapun orang yang ia temui malam itu》 "Hello" "Mau main bersamaku?" End : 1 Maret 2020