Bagian keduapuluh empat

1.4K 255 17
                                    

Hyunjin mendudukan dirinya disebuah halte kosong. Setelah berhasil menemukan gedung yang diincarnya ia kini terduduk dengan senyum mengembang.

Netra nya mengadah, menatap langit yang entah sejak kapan ditaburi berbagai kerlipan bintang. Hyunjin menutup mata nya perlahan, merasakan bagaimana angin malam mengibaskan rambut coklatnya.

"Berat sekali" gumamnya. Hyunjin kembali membuka kelopak matanya perlahan. Ia menatap tangannya yang kini menggenggam beberapa lembar uang.

Tidak. Hyunjin tidak mencuri, ia hanya sedikit diberi bantuan oleh seseorang. Diberi makan, baju yang layak dan juga alas kaki beserta beberapa lembar uang membuat Hyunjin cukup bersyukur.

"Semuanya akan selesai" lagi. Hyunjin bergumam dalam gelapnya malam.

Beberapa menit menghabiskan waktu di halte yang kosong nampaknya membuat Hyunjin bosan. Ia memilih berjalan-jalan, mengingat ia tidak mungkin pulang ke apartemennya karena paman nya itu pasti menemukannya disana.

"Selamat malam. Bertemu lagi dengan saya Nancy. Berita kali ini saya akan melaporkan bahwa telah terjadi pembunuhan disalah satu rumah sakit ternama di Bandung. Terdapat tiga korban pembunuhan yang terdiri dari satu dokter, satu perawat dan juga mayat laki-laki misterius yang ditemukan di toilet laki-laki. Belum ada kepastian mengapa korban terbunuh dengan sadis. Pihak rumah sakit telah menelfon pihak polisi untuk menindaklanjuti kasus ini. Saya Nancy di lokasi melaporkan, terimakasih"

Langkah Hyunjin terhenti saat indra pendengarannya menangkap suara sang wartawan dari sebuah televisi kecil yang memang sengaja dipasang di sebuah warung kopi.

Tangannya mengepal erat, matanya kembali memanas. "Kau berulah lagi huh?" Gumamnya pelan.

Hyunjin terisak kecil. Langkah kakinya ia bawa untuk kembali ke rumah sakit, masa bodoh dengan ia yang akan kembali dirawat karena sebagian perawat di rumah sakit itu mengenali wajahnya saat ia kabur.

Maka, disinilah Hyunjin. Setelah menghabiskan waktu beberapa jam menaiki bis dari halte kosong yang sempat ia duduki tadi, Hyunjin berakhir turun di halte yang jaraknya cukup dekat dari rumah sakit yang dibicarakan di televisi tadi.

Hyunjin berjalan pelahan. Beruntung siang tadi ia sempat diberi baju cuma-cuma oleh seseorang. Jadi ia tidak terlalu menjadi perhatian perawat yang lalu lalang di koridor rumah sakit.

"Aku masih tidak percaya Dr. Chris dan Soobin dibunuh begitu saja"

"Aku juga. Ditambah dengan mayat laki-laki di toilet. Siapa namanya? Aku lupa"

"Ah mayat itu ya. Namanya Lee Felix. Aku sempat melihat kartu pelajarnya"

DEG

Hyunjin menegang ditempatnya. Pembicaraan dua orang perawat yang sepertinya tidak menyadari kedatangannya membuat Hyunjin sukses termenung ditempatnya.

Lee Felix?

Temannya?

Hyunjin menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia menangis, tubuhnya merosot ke bawah. Ia tidak menyangka jika Felix ikut menjadi korban pembunuhan.

Hyunjin menangis sejadi-jadinya. Ia menyesal, jika saja pagi itu ia tidak kabur dari rumah sakit kejadiannya tidak akan seperti ini. Mungkin?

"Hai Hyunjin"

Hyunjin menghentikan tangisannya saat dirasa seseorang memanggil namanya. Ia mengadah dan mendapati seseorang tengah menyeringai dihadapannya.

Oh tidak. Hyunjin tau siapa orang didepannya ini.

"Siap dengan kematianmu Hyunjin?

Ucapan itu membuat Hyunjin terdiam. Ia berdiri dari duduknya. Menatap orang didepannya ini tajam.

"Ku fikir kau sudah mati" ucapan sarkas Hyunjin hanya dibalas kekehan oleh sang lawan bicaranya.

"Puas? Puas udah bunuh semua temen lu?" Lawan bicaranya kembali terkekeh. Ia menatap Hyunjin dengan tatapan remeh nya. "Belum" jawabnya singkat.

"Bangsat!" Sarkas Hyunjin.

Lawan bicara didepannya kini terdiam, matanya menatap Hyunjin remeh. "Aku harus membunuhmu dulu jika ingin semuanya selesai"

Hyunjin mendecih, "Oh begitu ya?" Hyunjin menyeringai, menyadari jika koridor rumah sakit sudah sepi. Hyunjin memulai aksinya.

DUAK!

"Sialan kau Hyunjin"

Hyunjin berlari dengan sekuat tenaga. Setelah berhasil menendang perut lawan bicaranya hingga tersungkur ia memutuskan untuk kabur.

Hyunjin kembali mempercepat larinya saat merasa lawan bicaranya itu mengejarnya. Hyunjin dengan cepat merogoh saku celana nya mengambil suatu benda yang sempat diberikan seseorang dari sebuah gedung yang siang tadi ia datangi. Mengingat Hyunjin tidak membawa ponsel nya saat ia kabur dari rumah sakit.

Langkah Hyunjin melambat saat dirasa ia tidak lagi diikuti. Ia memegang kedua lututnya dengan nafas yang memburu.

"Cape gue" rutuknya.

Hyunjin kembali akan berlari jika saja sebuah benda tajam tidak mampir di pelipis kanannya. Membuat langkah nya terhenti seketika. "Kau tidak bisa lari Hyunjin" suara orang itu tepat disamping kanannya.

"Wow kau berhasil menangkapku?" Pertanyaan Hyunjin membuat orang disampingnya mendengus kesal.

Hyunjin meringis saat merasakan darah segar mengucur dari pelipis kanannya. "Aku tidak main-main Hyunjin, pisau ini bisa saja melubangi pelipismu itu bukan?"

"Kau fikir aku takut?"

Orang disampingnya menggeram rendah. "Ucapkan selamat tinggal untuk semuanya"

Hyunjin meringis saat benda tajam itu menusuk pelipisnya. Sebelum tubuh nya ambruk, Hyunjin mengembangkan senyum kemenangan saat melihat orang disampingnya mendadak panik dan melepaskan pisau nya.




























"ANGKAT TANGAN DAN DIAM DISITU ATAU KAMI TEMBAK!"






















Maka setelah teriakan itu, Hyunjin ambruk dengan pelipis yang mengeluarkan banyak darah.






















Please vote and comment

Sepertinya chapter depan atau dua chapter lagi book ini bakal beres hehe ^^

Next?

"Hello" || SKZ × DREAM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang