Bab 05 ✓

34.8K 2.5K 140
                                    

Bintang di pojok kiri bagian bawah jangan lupa pencet yaa ehehe komentarnya juga, jangan smpe lupa :)

Happy Reading, semoga suka dan terhibur :)

***

Tidak banyak yang berubah dari wajah pria ini, hanya saja jika sekitar sepuluh tahun lalu Dion masih terlihat muda, sekarang ia terlihat sangat matang dan tentu saja memiliki pahatan wajah yang rupawan. Ana tidak sadar bahwa ia sudah menatap lekat pria ini.

Ana melupakan jika bosnya bermarga Vazquez dan dia juga melupakan bahwa pernah berurusan dengan Vazquez lainnya. Dia hanya memikirkan bekerja dengan gaji mahal, urusan lain belakangan, tapi kalau sudah seperti ini mau gimana lagi? Menghindar? Enggak mungkin!

Tanpa sadar ternyata tinggal Ana bersama Dion saja sekarang, sedangkan bos dan istrinya sudah meninggalkan mereka. Pun dengan Yaya dan Varo-anak bos Ana-, mereka meninggalkan Ana bersama Dion dalam keadaan yang dingin yang sangat mencekam ini.

Ana meneguk ludahnya, ia harus apa sekarang? Say hi? Atau minta maaf? Atau minta balikan?

Oh Ana opsi yang ketiga itu bener-bener enggak masuk akal, lo yang ninggalin dan lo juga yang minta balikan, enggak punya malu? Ingat status woi.

Sedangkan pria di hadapannya ini juga diam, seenggaknya bicara kek apa kek. Kalau enggak mau bicara kan pergi aja sana, apa yang ia tunggu?

Ana masih bergumul dengan batinnya, dari ketiga opsi tadi lebih baik dia memilih opsi yang pertama, menyapa. Mungkin akan lebih baik jika kurang lebih selama sepuluh tidak bertemu ini diawali dengan sapaan yah meskipun rasanya akan canggung.

"Eum, hai," sapa Ana, jangan lupakan senyum canggungnya. Oh Tuhan, Ana ingin pergi dari sini.

Tidak ada respon dari pria di hadapannya, oh tidak responnya adalah tatapan setajam elang untuk Ana.

"Kerja di sini?" tanyanya.

Ana tersenyum canggung. "Iya atuh, Pak, kalo cuma main mah saya ga punya orang dalem."

Garing.

"Suami kamu pengangguran?" Tiba-tiba Dion melotarkan pertanyaan itu.

Eh? Ana kebingungan untuk menjawab apa.

"Enggak nafkahin kamu? Suami macam apa," ujar Dion lagi tetapi kali ini diikuti senyum meremehkan untuk Ana. Ingatkan Ana untuk tidak memukul wajah tampan Dion.

Suami?

Udah janda, mas.

Satu sudut bibir Dion terangkat mengukir senyum yang sangat menyebalkan. "Ngerasa bersalah, makanya diem?" Dion bersidekap. "Itu balasan buat kamu yang rela ninggalin serbuk berlian demi remahan rengginang." Dion mendekati Ana, kini jarak mereka tinggal beberapa senti saja hingga Ana bisa merasakan deru napas Dion. "Makan tuh karma."

Ana menelan ludahnya, seketika tubuhnya kelu. Sepeninggal lelaki itu dada Ana berdesir, ia meluruh, dirinya tak mampu bahkan hanya untuk menopang tubuh ringkihnya.

Ia mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir. Ia tersenyum dibalik itu, tidak apa-apa, ini hanya perasaan bersalah saja. Biar bagaimanapun Ana akan meminta maaf.

Sial! Dia menjadi pusat perhatian banyak orang.

***

Menghirup udara, menghembuskannya secara kasar. Kegiatan itu ia lakukan secara berulang.

Dion meremas rambut tebalnya. "Ana cantik banget," ujarnya frustasi, mengusap wajahnya ia melonggarkan ikatan dasi yang terasa sangat mencekik itu. "Dia udah nikah, Dion, astaga!" Kembali Dion berujar frustasi. "Sialan! Kalau kayak gini jiwa pebinor gue jadi meronta-ronta."

CIUMAN (Cinta Untuk MANTAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang