Bab 43✓

14.1K 992 38
                                    

"Alana, kan?" tanya wanita itu, Elizabeth. Elizabeth memperhatikan struktur wajah yang tidak banyak berubah itu memastikan bahwa orang ini benar Alana.

"Astaga! Ini beneran Alana!" Elizabeth langsung memeluk Alana. "Kamu apa kabar? Nomor kamu langsung enggak bisa dihubungin lagi setelah pisah, apa kamu enggak nganggap aku temen lagi? Aku tuh kesepian banget setelah kamu pergi, enggak ada lagi yang bantuin aku jaga Zuna." Wanita itu terus berbicara tanpa memperdulikan keterkejutan Ana.

"Alana?"

Alana tersadar, ia tersenyum kikuk. "Maafin aku," ujarnya, ia tidak tau lagi apa yang harus ia ucapkan.

"Kamu tuh ya enggak berubah, wajah kamu, tubuh kamu. Ngomong-ngomong, udah punya pacar belum atau udah nikah?" tanya Liza lagi.

Batin Alana menangis menahan perih, pertanyaan itu membuatnya teringat akan tujuannya ke sini. Hanya tersenyum Alana berucap, "Doain aja ya, semoga lancar," ujarnya.

Liza menyenggol lengan Alana. "Acie, udah punya cemceman." Wanita itu tertawa. "Oh iya, kamu mau ketemu siapa?"

"Siapa Mbak?" tanya Nike di belakang Liza. "Eh, Kak Ana? Nyari bang Dion ya? Enggak ada, masuk dulu kak," ujar Nike.

Alana menggeleng. "Enggak, Ke. Aku mau nyari ibu kamu, ada?" tanya Ana.

Kening Nike sedikit mengernyit. "Mama? Ada di dalem, aku panggil dulu," ujarnya.

Nike pergi memanggil Diana.

Liza mempersilahkan Alana masuk.

"Nike itu sepupuku, ibu aku sama ibu Nike sodaraan. Kita ke sini mau liat anak Tante Diana, eh ternyata enggak ada," cerita Liza. "Kamu juga nyariin ... siapa namanya? Dion ya? Aku lupa."

Alana mengangguk kemudian menggeleng. "Aku nyari tante Diana, abis itu baru nyari Dion," ujar Ana. "Kamu apa kabar? Aku liat tambah makmur aja. Zuna juga apa kabar? Pasti udah gede ya, Liza? Lucu banget pasti," ujar Ana. Zuna adalah anak Liza dan Raihan. Sewaktu menikah dengan Alana, Liza yang merupakan istri Raihan baru saja melahirkan. Liza sempat setres kala itu, terapi Raihan yang selalu berada di sampingnya membuat Liza kembali dan bahkan menerima Alana dengan baik.

"Keadaan kami baik, dan Alhamdulillah aku lagi hamil sekarang makanya badanku makmur." Liza tertawa. "Zuna udah masuk SD, udah besar banget dia sekarang," kata Liza.

"Anak ke berapa? Apa Zuna juga ikut ke sini?" tanya Ana.

"Anak kedua, baru hamil lagi sekarang. Zuna enggak ikut, dia tinggal sama neneknya, katanya takut sama Nike. Si tomboy itu kan enggak suka anak-anak, tampangnya juga sangar enggak ada lembutnya, makanya si Zuna takut." Liza tertawa. "Entah gimana nanti kalo dia menikah."

Tiba-tiba pembicaraan mereka terhenti dengan kehadiran beberapa orang. Diana, Nike dan juga Raihan, mantan suami Ana.

Alana bingung harus melakukan apa, yang jelas ia harus menyalimi Diana terlebih dahulu. Mendekati Diana, Alana pun mencium tangan wanita paruh baya itu, tetapi belum sempat menyentuh hidung, Diana langsung menarik tangannya.

Beralih ke Raihan, Ana merasa canggung, selama menikah hubungan mereka tidak pernah baik, jangankan untuk mencium tangan menegur saja rasanya seperti menelan pisau.

Tidak ada pilihan lain, Alana hanya tersenyum kepada Raihan meskipun tidak ada balasan apapun dari pria itu.

"Kenapa nyari saya?" tanya Diana.

Ana bingung, apakah ia harus meminta maaf dan menjelaskannya di hadapan semua orang?

"Saya ingin berbicara dengan Tante, tapi berdua aja," ujar Ana. Kurang ajar? Tidak sopan? Ya memang benar, bagaimana lagi? Ia teramat malu dan takut untuk menjelaskan hal tersebut apalagi di hadapan orang ramai begini.

CIUMAN (Cinta Untuk MANTAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang