Bab 46✓

15.5K 1.1K 52
                                    

Diana tau, suatu saat putranya akan mengatakan ini. Mengatakan jika ia bukanlah orang yang baik, ia perusak hubungan orang lain yang lebih parahnya menghasilkan anak laki-laki yang berada di hadapannya ini.

Rasanya kakinya tidak mampu lagi untuk menopang tubuhnya. Tidak, dia bukan perusak hubungan orang lain meskipun hanya dirinya yang menyangkal hal tersebut.

"Dion ...." Diana berucap lirih.

"Kenapa? Ma, aku tau ini enggak sopan mengingat Mama yang ngelahirin aku. Tapi, apa Mama enggak mikir dulu sebelum ngatain Ana? Apa Ana sangat buruk di mata Mama? Apa aku ini hadir dalam ikatan pernikahan? Apa Mama bisa jawab aku?"

Pertanyaan beruntun itu membuat Diana kembali mengingat kejadian di mana Dion bisa hadir. Bukan keinginannya menjadi perusak hubungan Justin dan Resty, tapi takdir lah yang membuat semua ini. Takdir yang mempermainkan hidupnya.

"Maafin Mama, Dion." Tiada kata-kata yang mampu ia ucapkan sebagai kalimat pembelaan.

"Aku enggak masalahin kenapa aku bisa ada, kenapa Mama enggak mau ngerawat aku, aku enggak masalah, Ma. Tapi, kalo Mama bilang Alana bukan wanita baik, Mama salah besar. Alana wanita terbaik yang pernah aku temui, Alana wanita tegar meskipun banyak caci maki yang ia terima yang salah satunya dari Mama.

Mama pasti enggak pernah merasa bagaimana bahagianya bisa tidur 1 jam setelah 23 jam bekerja banting tulang demi membayar hutang ... yang, yang sebenarnya bukan hutangnya. Mama enggak pernah ngerasain digrepe-grepe orang pas kerja, Mama enggak ngerasain dilecehkan pamannya sendiri, Mama enggak pernah ngerasain bagaimana Alana ingin dicintai oleh ibunya sendiri yang sebenarnya bukan ibu kandungnya. Alana menderita, Ma.

Bukan keinginannya menikah dengan orang lain, bukan keinginannya menjadi janda di usia di bawah 20 tahun, bukan keinginannya membawa kabur uang mantan suaminya. Ia terpaksa, Ma, ia terpaksa karena tuntutan dan ancaman ibunya, ia diancam jika tidak menuruti maka dirinya akan dijual." Dion menghela napasnya, ia tidak mau memojokkan ibunya tetapi jika menyangkut orang yang mencaci Alana ia tidak akan diam. Syukur-syukur ia tidak main tangan karena ia masih menghormati bahwa di hadapannya ini adalah ibunya meskipun ia tidak pernah merasakan kasih sayang ibu dari wanita ini.

Air mata Diana turun, ia tak kuasa menahan air mata itu. Ia bersalah kepada Alana, ia bersalah kepada putranya. Nyatanya ia tidak pantas disebut seorang ibu, seorang ibu tidak akan pernah membuang anaknya sendiri. Diana sangat menyesal, jika saja waktu dapat diputar ia tidak akan meninggalkan Dion pada ayahnya hanya demi keegoisannya.

Seseorang belutut dan tiba-tiba mencium kakinya. Diana terkejut, ia langsung menjauhkan kakinya dari kepala orang tersebut.

Dion masih bersujud di hadapan ibunya. "Maafkan aku yang udah bikin Mama nangis, maafkan aku yang udah ngeluarin kata-kata yang nyakitin Mama. Aku minta maaf, Ma. Aku memang anak yang durhaka."

Diana menggeleng, air matanya semakin deras mengalir. Membangunkan Dion, ia langsung memeluk putranya itu. "Enggak, Mama yang udah gagal jadi ibu yang baik. Mama nelantarin kamu, maafkan Mama, rasanya kata maaf enggak pantas buat Mama."

"Ma, aku enggak pernah benci sama Mama, aku selalu sayang sama ibuku, Mama enggak perlu begini. Udah ya, Ma? Jangan nangis lagi, maafin aku. Emosiku enggak stabil," ujar Dion. Ia mengelap air mata ibunya.

"Dimana Alana? Mama mau minta maaf dengannya," ujar Diana.

Dion menggeleng. "Aku enggak tau, debu di rumahnya udah tebel artinya dia enggak pulang udah beberapa hari ini."

Diana menutup mulutnya. "Ya Allah, kemana dia? Mama bener-bener ngerasa bersalah."

"Aku udah coba nyari dia, aku takut kenapa-kenapa." ujar Dion.

CIUMAN (Cinta Untuk MANTAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang