Bab 42✓

14.2K 960 30
                                    

"Apa masalahmu, Dion?!" tanya Ana. Ia membantu Kevin bangun, ia memapah pria untuk duduk di kursi. Sapu tangan tadi kini sudah dipenuhi darah yang mengalir dari hidung Kevin.

Dion tidak menjawab, ia malah menjawab ponselnya yang berdering.

"Selamat sore, Pak Dion, maafkan saya karena telah mengganggu waktu Anda," ujar penelpon di seberang sana.

Dion menatap lurus ke Ana yang membantu menyeka darah dari hidung Kevin. "Katakan."

"Anda harus segera berangkat, dikhawatirkan jika Anda menunda lagi maka kekacauan ini akan membesar, Pak," ujarnya.

"Saya akan berangkat," ujar Dion. Ia menatap Ana yang kini juga menatapnya. "Sekarang." Dion berlalu tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Dion?!" teriak Ana, Dion tidak berbalik ia tetap melanjutkan perjalanannya.

"Dion!"

Sia-sia, karena Dion tetap melangkahkan kakinya tanpa mendengarkan teriakan Ana.

Ana pasrah, sekarang hanya Kevin dan Ana dan juga sedikit kekacauan yang terjadi.

"Kita ke rumah sakit ya? Hidung lo enggak berhenti berdarah," ujar Ana. Padahal hanya sekali pukulan saja, tetapi hidung Kevin langsung seperti itu. Sepertinya hidung laki-laki itu mengalami keretakan.

Membantu Kevin kembali berdiri, Ana mengambil tasnya. Beberapa saat kemudian seseorang menghampiri mereka.

"Awalnya saya sangat percaya dengan ucapan Dion tentang kamu, tetapi sekarang saya malah percaya dengan ucapan wanita itu."

Ana mendongak. Di hadapannya ini terdapat seorang wanita anggun menggunakan balutan tudung di kepalanya. Diana, ibunda Dion.

Ana tidak mengerti maksud perkataan Diana ini, apa yang ia percaya? Apa yang tidak ia percaya? Dan siapa wanita yang ia sebut?

"Tante Diana?"

"Alana," panggil Diana, wanita paruh baya itu mendekati Alana dan Kevin. "Tidak akan ada pernikahan antara kamu dan Dion, saya tidak akan pernah merestuinya." Setelah mengucapkan kalimat itu, Diana meninggalkan Ana yang terkejut dengan ucapannya.

"A-apa?" tanya Ana, tangannya tiba-tiba bergetar, ia ingin mendengarkan sekali lagi ucapan Diana. Telinganya terasa tidak berfungsi tadi.

"Lala, kamu ... kamu ingin menikah dengan Dion?" tanya Kevin.

Alana melupakan Kevin yang berada di sampingnya, ia mengelap setetes air mata yang tiba-tiba saja jatuh dari pelupuk matanya.

"Enggak kok. Ayo ke rumah sakit, kalau dibiarkan bisa jadi infeksi," ujarnya. Ia pun memapah Kevin dengan pikiran seperti benang kusut.

Selama perjalanan menuju rumah sakit, tidak ada sepatah katapun yang Alana keluarkan. Ia diam dan menunggu balasan dari pesan yang ia kirimkan ke Dion. Ia melihat ratusan panggilan tak terjawab dari Dion. Tadi, sewaktu membantu Kevin menyelesaikan laporannya, Alana tak sengaja membisukan ponselnya.

Alana tau Dion marah, ia tau Dion cemburu dengan Kevin. Siapa yang tidak cemburu jika ia menghubungi kekasihnya tetapi kekasihnya itu ternyata sedang bersama pria lain? Semua orang akan merasa cemburu. Apalagi Dion yang memiliki tingkat kecemburuan level tinggi.

"Kamu di sini aja, aku bisa sendiri kok," ujar Kevin. Sebenarnya mereka sudah sampai sedari tadi, tetapi melihat Alana yang melamun membuat Kevin mengurungkan niatnya untuk memberi tahu.

Alana menggeleng, ia bertanggung jawab akan luka yang Kevin dapat.

"Gue temenin lo," ujar Ana.

Kevin langsung ditangani perawat. Benar saja, hidung Kevin sedikit retak akibat pukulan itu.

CIUMAN (Cinta Untuk MANTAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang