Part 29 || Sebuah Kenyataan

23 4 0
                                    

Kalau emang gak kuat nahan masalah sendiri, ya jangan ditahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau emang gak kuat nahan masalah sendiri, ya jangan ditahan. Seorang penyemangat juga butuh disemangati kan?

•Undreamable•

🌸🌸🌸

"Alina."

Lelaki tampan berlensa hitam itu berdiri tepat di hadapan Alina. Ya, siapa lagi kalau bukan Johan Angkasa si ketos gantengnya Antana. Bahkan Alina sempat menanya dalam diam bagaimana cowok itu bisa berada di koridor kelas XII IPS. Namun pertanyaannya sirna melihat bet kelas cowok itu menyatakan jika Johan berada di XII IPS 2.

"Kak Jo."

Johan melirik siswi kelas sepuluh di sebelahnya. Alis tebal Johan sedikit terangkat seolah bertanya. Siswi itu tanpa malu dan secara terang-terangan memberikan sebuah cokelat dan bunga mawar pada Johan. Tentu cowok itu tak menolak. Sebagai kakak kelas yang baik, sudah seharusnya ramah dengan adik kelas bukan?

"Makasih," ucap Johan tulus disertai senyum manis yang berhasil membuat siswi itu tersipu malu hingga blushing.

"Ka-kalau gi-tu, ak-ku permisi, ya, Kak?" ucap gadis itu terbata-bata karena gugup. Ia beranjak pergi sebelum pertanyaan Johan menahannya.

"Siapa nama lo?"

Gadis itu sedikit terbelalak. "E-eh, aku Melina Agatha kelas X IPA 3," jawabnya masih dengan pipi yang merona.

"Oke Melina, salam kenal. Kalau mau minta nomor WhatsApp gue juga boleh kok," ucapan Johan mampu membuat senyum Melina mengembang. "Mau Kak!" jawabnya antusias.

"Sini hape lo,"

Dengan senang hati Melina menyerahkan handphonenya. Terlihat Johan mengetikkan nomor WhatsApp-nya. Entah mengapa Alina merasa bosan meladeni kakak kelas yang sok baik itu.

"Makasih Kak," ucap Melina sembari tersenyum manis direspons yang sama oleh Johan. Siswi itu berlalu meninggalkan Johan dan Alina tanpa luput dari aura bahagia.

"Ayo, ke aula sekarang!" ucap Johan santai lalu beranjak menuju aula sekolah.

"Aula?"

Langkah Johan terhenti lalu menatap lekat Alina. "Iya, aula. Tadinya emang latihan di ruang OSIS tapi karena ada rapat pengurus OSIS jadi gue putusin buat latihan di aula saja sekalian buat gladi resik." jawab Johan dengan senyum yang merekah.

Alina manggut-manggut saja mendengar ucapan Johan. Keheningan menyelimuti hingga keduanya sampai di aula sekolah. Johan mengambil gitar listrik yang berada di pojok aula lalu menghampiri Alina.

"Jadi untuk teknisnya, lusa kita tampil di sini tepat setelah persembahan dari anak padus. Nanti Riksa main gitar lagu, gue sama lo vokalnya."

"Riksa?"

Seorang lelaki berhoodie hitam berkacamata memasuki aula. Alina pikir ia sudah pulang. Tapi ternyata tidak, Riksa masih di sekolah dan sialnya mereka akan berada pada satu pertunjukan.

"Iya, dia yang main gitar. Kita baca puisi. Nanti lo bacanya sampe bait satu kalimat keempat kalimat kelima dan keenam itu gue. Terus lo bait kedua gue ketiga nanti kita baca bait keempat sama-sama. Ngerti?"

Alina menganggukkan kepala. Meski ada sedikit pertanyaan di benaknya. Mengapa harus seorang Antariksa Adnan Andromeda? Mengapa cowok itu tak henti menatapnya?

"Ya udah, pertama-tama kita coba baca puisi biasa aja. Biar Riksa bisa nentuin nadanya nanti."

Petikan gitar dari Riksa mengisi ruangan pertanda jika saatnya Alina membaca puisi. Especially puisi karyanya sendiri.

"Bak secarik kertas kosong, semestaku hampa
Tak ada goresan apapun di sana
Bak nabastala petang, semestaku penuh gulita
Tak ada setitik cahaya pun di sana."

Alina terlihat sangat menjiwai. Ini saatnya ia membuktikan jika seorang gadis yang dulunya sering mengemis cinta bisa sukses. Gadis yang dulunya disindir muka dua bisa menjadi seorang yang ia inginkan.

"Bak untaian bunga tabebuya kala diterpa angin
Semestaku penuh tanda tanya, kemana arah hidupku kelak?"

Pembacaan puisi oleh Johan tak kalah menjiwai dibanding Alina. Cowok itu terlihat sangat berwibawa serta sangat profesional walaupun sekarang cuma nentuin nada aja sih. Alina jamin lusa pasti akan riuh karena jeritan dan tepukan fans seorang Johan.

"Hingga ia datang
Menorehkan sajak indah menyayat hati
Menghidupkan nyala api telah lama padam
Menunjukkan arah langkah kaki ini kan pergi."

Alina kembali membaca bagiannya. Tatapan penuh arti dari Riksa sempat menyihirnya hingga ia teringat pada mantan sahabatnya, Sandra. Tanpa ia sadari air matanya mulai menetes bukan karena ia sangat menjiwai melainkan merindukan masa-masa dahulu.

"Dia guruku
Binar matanya senantiasa menunjukkan keletihan
Tak selaras dengan paras--senantiasa menunjukkan rona bahagia
Keringat yang mengucur, guyuran hujan,
terik sang surya tak pernah ia hiraukan
Meski kini usianya tak lagi muda."

Johan menatap partnernya, Alina sekilas. Ia sedikit tak suka melihat air mata gadis itu menetes. Namun ia bangga apabila Alina menangis karena menjiwai puisinya. Johan bahkan tidak bisa hingga menangis sungguhan selama membaca puisi.

"Dia guruku
Insan terhebat dalam kisah semestaku
Sang pelita sekaligus petunjuk arah hidupku
Tak peduli berapapun terima kasih terucap
Takkan pernah menandingi pengorbanannya nan hebat."

Part terakhir ditutup dengan suara Johan dan Alina yang memadu indah. Meskipun suara Alina sedikit bergetar karena ia menangis sesenggukan.

Johan bertepuk tangan sementara Riksa menatap Alina penuh arti. Tanpa aba-aba gadis itu berlari meninggalkan aula. Membuat Johan dan Riksa sedikit bertanya.

"Maafin gue."

🌸🌸🌸

Alina menangis sesenggukan di rooftop sekolah. Lagi-lagi ia menangis teringat luka yang telah lama terkubur rapat di relung hatinya. Untaian peristiwa kembali terngiang bak kaset kehidupan.

Tepat seminggu setelah Sandra jadian dengan Riksa. Sikap gadis itu semakin tak biasa kepada Alina. Kadang baik, kadang tidak. Hingga suatu saat ketika Alina bersantai di taman sekolah, kedekatan Sandra dengan teman barunya membuat Alina kembali cemburu.

Ia sedikit kecewa melihatnya tertawa bersama. Sementara Alina hanya membaca novel kesukaannya. Alina merasa tak cocok bergaul dengan mereka. Bak bumi dengan langit ataupun air dengan minyak.

Sejak saat itu, Alina benar-benar enggan berteman dengan Sandra. Lagipula, dengan Aksa pun ia bisa bahagia kan? Andai pacarnya ada di sini sekarang.

"Alina."

Gadis itu tak bergerak. Johan yang tadinya berdiri turut duduk di samping Alina. Cowok itu menghela napas panjang.

"Kalau emang gak kuat nahan masalah sendiri, ya jangan ditahan. Seorang penyemangat juga butuh disemangati kan?"

TBC.

29/02/20

skyflowral

UNDREAMABLE ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang