Ik Hou Van Jou (End)

341 32 4
                                    


Setelah kejadian kemarin Irena hanya mengurung diri di kamar tanpa mau berbicara pada orang rumah termasuk Mbok Minah yang dekat dengannya. Bahkan sang ayah menjadi heran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada putrinya. Kaisar belum menceritakan perihal hal tersebut, lelaki itu mencari waktu yang tepat.

Hingga tiga hari sudah Irena tidak mau keluar kamar. Ia hanya keluar kamar sekedar untuk ke kamar mandi saja. Makan pun Mbok Minah yang mengantarkannya ke kamar tetapi juga hanya sedikit yang dimasukkan gadis itu ke dalam perutnya.

Kini Kaisar tengah duduk bersama sang ayah di beranda rumah. Karena hari ini hari minggu keduanya tidak berangkat kerja. Kaisar merasa ini waktu yang tepat untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Sebenarnya ada apa dengan Irena?" tanya Sarwono lebih pada dirinya sendiri.

Kaisar menghembuskan napas pelan sebelum mencoba membuka pembicaraan.

"Ayah sebenarnya ada yang ingin Kaisar katakan mengenai apa yang terjadi pada Irena," ucap Kaisar pelan.

Sang ayah kini memusatkan seluruh perhatiannya pada anak lelakinya.

"Sebenarnya.....

Dan mengalirlah apa yang sebenarnya terjadi pada sang adik. Kaisar bahkan tidak mengurangi atau menambah sedikitpun tentang ceritanya. Sebenarnya ia menjadi menyesal telah berlaku seperti kemarin sehingga membuat sang adik sedih.

***

Irena menatap bulan purnama dari jendela kamarnya. Gadis itu masih memikirkan kejadian tiga hari yang lalu. Ia sangat merindukan Sean tapi ia tidak bisa keluar rumah untuk saat ini. Kaisar pasti sedang mengawasinya. Bahkan pemuda itu juga tidak bicara apa-apa padanya setelah kejadian kemarin. Ia menghembuskan napas pelan meratapi kisah cintanya.

Tak lama suara ketukan pintu terdengar membuat Irena mengalihkan tatapannya pada pintu berwarna putih itu. Dilihatnya sosok ayah masuk ke dalam kamarnya. Pria paruh baya itu menghampiri sang putri dan duduk di sebelah putrinya. Irena masih bungkam karena enggan untuk sekedar mengeluarkan satu kata.

"Jadi, kamu menyukai pemuda itu?"

Pertanyaan dari mulut sang ayah membuat Irena menatap sang ayah dengan tatapan terkejutnya. Pemuda itu maksudnya Sean kah? Apakah Kaisar sudah menceritakan semuanya kepada sang ayah?

Irena meremas rok yang dipakainya merasa kesal sekaligus takut karena sang ayah sudah mengetahuinya.

"Kamu menyukai pemuda Belanda itu, Irena?" tanya sang ayah lagi.

"Sean bukan orang Belan.....

"Tetap saja dia memiliki darah Belanda, Nak," potong Sarwono.

Irena menundukan kepalanya. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Jadi alasan kamu memilih melanjutkan pendidikan ke Belanda karena pemuda itu juga akan pergi ke negeri itu? Apa dugaan ayah benar?" tanya sang ayah tajam.

Akhirnya air mata itu turun di kedua pipi Irena. Gadis itu kemudian mendongak menatap sang ayah.

"Jika iya apakah ayah tetap akan mengizinkan? Aku sangat mencintai Sean dan sebaliknya, yah,"

Sarwono bangkit, melangkah pelan menuju pintu. Sebelum keluar dari kamar putrinya lelaki paruh baya itu berbalik menatap sang putri.

"Tidak," ucapnya kemudian berlalu.

Air mata Irena luruh lagi ketika mendengar satu kata yang singkat, padat, dan jelas dari mulut sang ayah. Hatinya sangat sakit seperti ada hantaman dari benda besar yang menghampiri. Ini artinya hubungannya dengan Sean tidak direstui oleh ayahnya. Seharusnya sejak awal ia sadar kalau cintanya dan Sean tidak akan diterima dengan mudah oleh keluarganya.

Vanilla Latte : Short Story | Hunrene ChanreneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang