Love is So Mean

4.2K 121 2
                                    

Seorang pemuda berjalan dengan tas punggung yang tergantung di pundak kanannya. Sepatu sneakers putih menghiasi kaki panjangnya yang tengah melangkah lebar di koridor kelas-kelas. Sesekali ia tersenyum melihat orang-orang menatapnya dengan tatapan heran. Tak sedikit para gadis yang menatapnya dengan senyum, ya karena ketampanan wajah yang dimilikinya.

Tanpa sengaja saat berjalan di depan kelas bertulisan XII IPA 1 seseorang tanpa sengaja menabraknya. Membuat pemuda itu terkejut dan segera berjongkok ketika orang yang menabraknya jatuh di lantai.

"Kau tak apa?" tanyanya pada seorang gadis yang tadi menabraknya.

Gadis itu menundukkan kepala sembari mengambil bukunya yang terjatuh.

"Biar kubantu," ucap pemuda itu lalu mengambil dua buku paket.

"Terima kasih. Maaf aku tak sengaja," ucap gadis itu tanpa menatap orang yang ditabraknya.

Pemuda itu mengangguk setelah memberikan buku gadis itu. Dilihatnya wajah gadis itu yang menurutnya cantik meski tak ada senyuman di sana. Gadis itu segera berlalu. Sang pemuda melihat kepergian gadis itu sembari mengernyit heran.

"Cantik tapi sedikit tidak ramah," gumamnya melihat punggung kecil itu yang semakin mengecil.

"Yak, Park Chanyeol. Kau dari mana saja?" seorang pria berusia awal 30-an menghampiri pemuda itu.

"Eoh samchon," ucapnya melihat sang paman.

"Akan aku antar kau ke kelas barumu, kajja!" kata lelaki itu sembari memeluk pundak keponakannya.

"Araseo," balas Chanyeol tersenyum.

Park Chanyeol, seorang siswa baru pindahan dari Busan. Hari ini awal ia masuk ke sekolah yang dipilihkan pamannya di Seoul, ya karena ayahnya pindah tugas di sini jadilah ia mengikuti jejak sang ayah. Mau tak mau ia harus pindah sekolah dan untungnya sang paman adalah seorang guru di salah satu sekolah favorit di Seoul. Pemuda itu berharap ia bisa beradaptasi dengan baik di sekolah barunya.

***

Gadis itu berjalan keluar dari kelas dengan lesu. Matematika adalah pelajaran yang kurang disukainya, baru saja ia menghadapi ulangan di mata pelajaran itu dan ia merasa jawabannya tidak ada yang benar. Ya, ia kesulitan.

Ia kemudian menyalakan ponselnya untuk menghubungi sahabatnya yang berbeda kelas dengannya. Ternyata sudah ada pesan yang masuk dari sahabatnya lebih dulu.

"Eoh, dia sudah di kantin," gumamnya.

Karena terlalu asyik mengetikkan balasan ia tak memperhatikan jalan hingga ia merasakan telapak tangan seseorang mendarat lembut di dahinya. Gadis itu terkejut dan mengalihkan pandangan dari ponsel. Dilihatnya sebuah pilar dari tembok sudah berada di depannya.

Ia tersadar bahwa tangan itu melindunginya agar wajahnya tak terbentur tembok tersebut.

"Eoh," ucapnya saat melihat seseorang yang menolongnya.

"Lain kali perhatikan jalanmu," ucap orang itu.

"Eoh, kau yang menabrakku tadi pagi kan?" tanya pemuda itu lagi saat melihat wajah gadis itu.

Gadis itu mengerutkan kening seakan mengingat-ingat kejadian tadi.

"Ahh, hmm maafkan aku. Aku tidak memperhatikan jalanku hingga tadi menabrakmu," kata gadis itu menunduk.

Pemuda itu terkekeh melihat tingkah gadis di hadapannya.

"Tak apa,"

Gadis itu menatap pemuda di depannya dengan wajah polosnya. Membuat pemuda itu gemas.

Vanilla Latte : Short Story | Hunrene ChanreneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang