Sudah sering dia memasuki kantor ayahnya, tapi dia selalu dibuat kagum oleh ornamen-ornamen yang ada di sini. Walaupun tak sebesar kantor yang lainnya,tapi kantor milik ayahnya mempunyai keunikan sendiri.
Sebagai Konsultan Arsitektur yang masuk sepuluh besar terbaik di Indonesia, kantor ayah sangat indah.
Sebagian karyawan yang mengetahuinya sebagai putri dari sang Boss menganggukan kepala dan tersenyum sopan tak jarang ada yang menyapanya.
Perempuan 22 tahun itu memasuki lift khusus petinggi yang ada di sana. Dia menekan angka lima pada tombol lift.
Keluar dari lift, perempuan itu membelokan badannya ke arah toilet yang ada di lantai ini. Memasuki bilik toilet yang ada di sana, perempuan itu mendengar pintu toilet yang di buka dari luar lalu terdengar obrolan karyawan ayahnya. Suara mereka yang cukup keras membuat Jisoo dapat mendengar obrolan tersebut dengan baik.
"Lo tau anak perempuan pak Boss?"
Anak perempuan pak Boss? Gue dong yaa, pikir batinnya.
"Tau lah, siapa coba di kantor ini yang nggak tau anak pak Boss yang cantiknya kelewat batas itu. Kenapa? Cantiknya hasil operasi plastik yaa?"
Perempuan yang sedang di bicarakan itu mendengus tak terima, enak saja dia di bilang operasi plastik, dari lahir nih cantiknya.
"Ishh, bukan. Dia mah emang dari dulu udah cantik kaya gitu."
"Terus kenapa?"
"Lo ngerasa aneh nggak si? Dia kan udah lulus kuliah dari beberapa bulan yang lalu, tapi sampai sekarang dia belum juga masuk kantor ini?"
"Iya juga ya, dia lulusan Arsitektur kan ya?"
"Yapss, benar banget. Aturan kan dia bantu pak Boss ya, bukan malah enak-enakan nikmatin uang ayahnya gitu aja."
"Ya wajar aja si, princess kaya dia mana mau capek-capek kerja kaya kita. Dia mah tinggal duduk sambil nonton metflix di rumah juga uangnya ngalir terus."
"Hahaha, iya juga ya. Kita mah apa cuma budak korporat."
"Tuh tau, udah ah yuk cuss, lo abis ini mau turun ke lapangan, 'kan?"
"Yuk deh, udah kelar juga gue touch up-nya."
Tak berselang lama suara pintu tertutup terdengar, perempuan yang sejak tadi bersembunyi di bilik kamar mandi itu membuang napas kasar sembari berusaha meredam amarahnya.
Jika biasanya dia akan berusaha melupakan kata-kata itu dan menganggapnya angin lalu. Namun, kali ini berbeda, dia merasa lelah dengan omongan itu. Dia harus bisa membuktikan pada mereka semua, bahwa dia tak selemah dan semanja yang mereka pikirkan.
Perempuan itu keluar dari toilet lalu berlalu masuk ke ruangan ayahnya tanpa mengetuk terlebih dahulu.
"Yah, aku capek," adunya begitu menghempaskan tubuh ke sofa yang ada di ruangan ayahnya berada.
"Kenapa? Kamu naik tangga ke ruangan ayah?"
Perempuan itu mendengus tak percaya mendengar penuturan ayahnya, yang benar saja. "Ayah...," rengeknya. Kesal.
"Iya-iya, cerita sama ayah kenapa?"
"Aku mau kerja, aku mau dapat gaji dari hasil kerja kerasku sendiri."
Laki-laki setengah paruh baya itu mengalihkan atensi sepenuhnya pada anak gadisnya.
"Kamu tau benar sayang alasan ayah melarang kamu kerja, lagian kamu ngapain si mau kerja? Uang yang ayah transfer ke rekening kamu masih kurang?"
Perempuan itu menggeleng. "Nggak, uang dari Ayah lebih dari cukup untuk memenuhi segala kebutuhanku."
"Yaudah, terus kenapa kamu masih mau kerja?"
"Ini bukan masalah uang, Yah," imbuh perempuan itu, "aku mau buktiin ke orang-orang kalau aku itu bisa cari uang sendiri."
"Jadi itu alasan kamu minta kerja sama ayah? Mau buktiin ke orang-orang kalau kamu bisa menghasilkan uang buat diri kamu sendiri?"
"Iya, aku mau buktiin kalau apa yang mereka bicarakan selama ini salah, aku bisa berdiri dengan kedua kakiku sendiri tanpa perlu dipapah oleh siapapun."
Laki-laki setengah paruh baya itu menghembuskan nafas lelah, dia melepas kacamata yang bertengger di hidung bangirnya.
Selama ini dia memang tau, anak gadisnya sering menjadi bahan obrolan para karyawannya karena tak kunjung masuk kerja. Awalnya dia mengabaikan itu semua, toh, tak menganggu kinerja mereka, tapi pikirannya salah. Kinerja mereka memang tak terganggu, tapi anak gadisnya yang terganggu.
"Oke, ayah setuju, tapi sekali aja kamu ngebahayain diri kamu sendiri, ayah nggak akan segan-segan pecat kamu dari sini."
"Ayah serius?"
"Iya, tapi nanti ruangan kamu di sebelah ayah, biar ayah bisa ngecek keadaan kamu kapan saja."
"Siap Pak Boss," sahutnya semangat.
–tbc–
_______________________
25 vote and 10 comment for next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
The [Shit] Architect And Me
FanfictionMembuktikan kemampuan yang dimiliki olehnya pada semua orang adalah keinginan Jisoo, tetapi semua itu lebih sulit dari apa yang dibayangkan. Taehyung, satu nama yang akhir-akhir ini memasuki dunia Jisoo. Seseorang yang mendaklarasikan cinta serta ri...