The [Shit] Architect and Me 27

2K 353 72
                                    

Waktu dua hari rupanya tidak cukup atau tidak pernah cukup bagi Jisoo bertemu kembali dengan Taehyung. Tapi jika menuruti keinginannya mau sampai kapan? Tidak mungkin dia terus menghindar dan menggantungkan hubungan mereka.

Hari ini dia harus menyelesaikan semua. Sudah cukup waktunya untuk berpikir. Dua hari ini otak dan hatinya terus berperang. Mereka memiliki pendapat yang berbeda. Hatinya terus meyakini bahwa Taehyung tidak akan pernah menghianatinya, tapi otak dan pikirannya tidak setuju. Dia melihat sendiri bagaimana perempuan itu mengecup Taehyung dan lelaki itu tidak menghindar sama sekali.

Sakit? Tentu. Jisoo bahkan masih merasakan dadanya berdenyut sakit jika bayangan itu kembali melintas di pikiran.

Hari ini Jisoo akan kembali bertemu dengan Taehyung. Lelaki pertama yang mengenalkan apa itu cinta dan patah hati secara bersamaan.

Satu jam setelah jadwal kedatangan yang Taehyung berikan, Jisoo baru menginjakkan kaki di bandara. Tempat di mana banyak orang yang datang dan pergi, bertemu dan berpisah.

Melangkahkan kaki ke arah cafe yang lelaki itu beritahu melalui pesan yang masih belum dibalas. Jisoo menatap sendu pantulan diri Taehyung melalui kaca cafe yang transparan.

Kembali melihat lelaki itu membuat pertahanan dirinya goyah. Semua makian serta umpatan yang ingin diberikan hilang berganti sesak dan air mata yang terus mendesak keluar. Jisoo tidak tau setelah semua yang lelaki itu berikan, dia masih memiliki pengaruh yang cukup besar untuknya. Mungkin waktu dua hari masih terlalu cepat untuk membuatnya baik-baik saja.

"Hai," sapa Jisoo begitu sampai di meja yang Taehyung duduki. Lelaki itu masih sama seperti terakhir mereka bertemu. Senyum kotak serta binar wajahnya tidak pernah berubah. Dia selalu menatap Jisoo seolah-olah perempuan itu adalah pusat dunianya.

Jika dua hari yang lalu dia tidak pergi ke toko pakaian tersebut mungkin semua akan baik-baik saja. Senyum kotak itu pasti mampu membuat pipinya memerah malu dan salah tingkah. Tapi sekarang berbeda. Senyum kotak itu adalah hal terakhir yang ingin dia lihat.

"Kangen," rengeknya. Lelaki itu bahkan tidak segan-segan mengulurkan tangan hendak memeluk yang langsung Jisoo tolak dengan melangkah mundur. "Kenapa?" tanya Taehyung dengan dahi berkerut.

Jisoo menggeleng dengan kedua sudut bibir yang ditarik ke atas dengan susah payah. "Tempat umum."

Taehyung mengangguk dan berusaha mengerti. "Yaudah, kamu duduk dulu sini. Tadi aku udah pesanin kamu minum lebih dulu—" Melihat Jisoo yang telah duduk manis di kursi depannya, dia kembali melanjutkan perkataannya, "—udah makan? Kalau belum aku pesanin lagi, ya?"

"Nggak usah. Kebetulan tadi aku udah makan siang sama klien."

Taehyung mengangguk mengerti. Bibirnya kembali ditarik ke atas begitu melihat Jisoo. Tidak bertemu lebih dari seminggu membuatnya merindukan perempuan yang menyandang status kekasihnya ini.

"Gimana hari kamu?"

"Nggak ada yang spesial. Kerja, ketemu klien, pulang terus istirahat."

Taehyung mengangguk dengan tangan yang menggenggam tangan Jisoo di atas meja. Sesekali lelaki itu mengusap punggung tangan Jisoo pelan. "Kamu nggak tanya aku?"

"Kamu?"

Tangannya yang sedang tidak memegang apa-apa terangkat dan mengetuk-ngetuk dagu—berpura-pura berpikir. "Sama kaya kamu. Nggak ada yang spesial."

"Kok gitu? Kamu, kan, liburan di pulau yang cantik. Masa nggak ada yang menarik?"

"Ada, tapi nggak ada yang semenarik kamu." Dapat Jisoo rasakan jantungnya berdebar dengan kencang padahal pikirannya sudah berteriak bahwa apa yang baru saja Taehyung katakan itu hanya omong kosong.

Tidak bisa dibiarkan, dia harus mengakhiri ini semua dengan cepat. Baru saja dia akan membuka suara, tapi kedatangan pelayan yang membawa pesanan mereka menghentikan niatnya.

"Makasih, mbak," ucap Jisoo sedangkan Taehyung hanya mengangguk singkat.

"Aku makan dulu, ya. Lapar banget soalnya. Tadi di pesawat cuma dikasih camilan aja," adu Taehyung.

Melihat Taehyung yang sepertinya memang sedang kelaparan membuatnya tidak tega. Menganggukan kepala, Jisoo membiarkannya makan lebih dulu. Setidaknya perut lelaki itu sudah tidak kosong begitu dia berbicara nanti.

Jisoo menatap pemandangan di depannya dengan sendu. Mungkin ini terakhir kalinya mereka duduk berdua. Setelah dia mengatakan hal itu pasti semuanya akan berubah. Tidak ada lagi seseorang yang menunggu di depan rumah hanya untuk mengantarnya bekerja. Tidak ada lagi seseorang yang mengiriminya pesan dan berkata sudah di depan kantor. Tidak ada lagi makan malam diluar bersama. Semua akan berubah. Pasti.

Menyadari Taehyung yang telah selesai makan membuat Jisoo menyadari inilah waktunya. "Taehyung," panggilnya. Dia menundukkan kepala, tidak ingin melihat wajah Taehyung saat mengatakannya.

Belum sempat Taehyung menjawab, Jisoo kembali melanjutkan ucapannya, "Aku mau cerita."

"Mau cerita apa? Aku dengerin."

Jisoo menarik napas pelan dan semakin menundukkan kepala. "Dua hari yang lalu aku ketemu klien di salah satu mall. Hari itu hujan. Aku yang memang lagi nggak bawa payung terpaksa lari dari parkiran dan berakhir bajuku basah.

"Aku nggak nyaman. Tentu saja, siapa yang nyaman pakai baju basah, belum lagi di tempat dingin kaya mall. Aku yang memang datang lebih awal, milih buat ke toko baju. Nggak mungkin aku ketemu klien dengan keadaan baju basah.

"Sampai di sana, klienku nelpon dan bilang dia kejebak macet. Kalau nggak salah karena ada pohon tumbang. Aku yang udah terlanjur sampai nggak mungkin balik lagi ke kantor. Jadi aku putusin buat nunggu."

Jisoo kembali merasakan matanya memanas. Bibirnya terasa kelu untuk kembali berbicara. Sedangkan kepalanya terus ditundukkan semakin dalam. Berusaha menahan getar tangis, dia kembali melanjutkan.

"Di sana aku ketemu pasangan yang mesra. Mereka bahkan nggak segan-segan nunjukkin kemesraan di depan umum. Perempuan itu nanya pendapat pacarnya. Mana kira-kira pakaian yang cocok buat dia. Terus laki-laki itu bilang semua cocok dan bilang ambil aja semua nanti dia yang bayar. Perempuan itu senyum, dia keliatan bahagia.

"Sampai pas mau bayar ke kasir, laki-laki nolak dan lebih milih nunggu di tempat. Perempuan itu pergi dan nggak lama laki-laki itu ngeluarin ponsel buat nelpon seseorang sampai beberapa detik kemudian ponselku bunyi—"

"Jis, aku—"

"Kenapa? Kamu kenal? Atau laki-laki itu memang kamu?" Jisoo mengangkat kepala dan memberanikan diri menatap Taehyung. Lelaki itu menatapnya dengan pandangan gusar, kecewa, marah dan ... bersalah.

Jisoo benci melihat tatapan bersalah itu. Tatapan itu semakin membuatnya yakin bahwa apa yang dilihatnya dua hari yang lalu itu benar.

"Jis, aku bisa jelasin. Ini semua nggak kaya yang kamu pikirin. Aku tau, aku salah, tapi aku punya alasan. Please dengerin aku dulu. Aku mohon," bujuk Taehyung.

Jisoo menggeleng. "Kayanya kita sampai sini aja, ya. Makasih dan maaf," ucap Jisoo sebelum pamit undur diri. Dia bahkan tidak repot-repot membalikkan badannya. 

Mungkin jika Jisoo sedikit saja menengok ke belakang dia akan melihat sendiri bagaimana lelaki itu tidak baik-baik saja dan menatap punggungnya hampa.







tbc–
_______________________

Udah gak gantung kan konfliknya? Taehyung sama Jisoonya kan udah putus.
Seneng atau sedih?
Merasa ada yang ganjil kenapa Taehyung kaya gitu? Sebenarnya aku udah pernah kasih hint si, mungkin gak ada yang sadar.
150 vote dan 50 komen buat buka gembok next chapter gimana?

The [Shit] Architect And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang